Masih tentang buah jatuh. Tulisan saya tentang buah yang ketiga ini terinspirasi saat bertemu dengan dua orangtua siswa pada saat Student Led Conference di sekolah saya beberapa waktu lalu. Cerita berawal ketika saya berkeliling ke lokasi sekolah untuk melihat bagaimana SLC, atau kalau di sekolah saya lebih populer dengan Konferensi Siswa, berlangsung di kelas-kelas. Pada saat saya berasda di TK, saya melihat langsung bagaimana anak usia kurang dari enam tahun itu presentasi tentang hasil belajarnya kepada ayah dan ibundanya. Satu dua anak terlihatbenar-benar sempurna dalam menyampakan apa yang menjadi hasil belajarnya, beberapa anak bagus dalam presentasinya, dan beberapa lagi menguasai materi yang dipresentasikan namun pandangannya maih belum fokus, dan beberapa lagi perlu mendapat panduan guru.
Dan dari beberapa anak yang saya lihat langsung, saya senang melihat bagaimana sekolah telah berkontribusi langsung kepada pemberdayaan dan pengembangan potensi anak didik dalam bentuk keterampilan menyampaikan gagasan dalam bentuk presentasi. Ini berarti sekolah telah mengembangkan kepandaian berkomunikasi dan pengembangan keberanian kepada peserta didiknya. Pengembangan itu berangkat sejak anak-anak tersebut duduk di bangku TKB.
Ketika saya telah berada di kelas dasar di sekolah dasar, saya malah mendapati sesuatu yang sungguh luar biasa. Dimana anak menyampaikan presentasi hasil belajarnya kepada kedia orangtuanya dalam Bahasa Inggris, Bahasa yang menjadi bahasa kedua mereka ketika mereka berada dalam keluarga. Ini merupakan sesuatu yang berbeda dan relatif mengejutkan kami. Karena dalam sehari-hari, sekolah belum benar-benar memberikan atmosfer berkomunikasi bhasa asing. Meski itu merupakan kesepakatan antara keluarga tersebut, saya sungguh takjub.
Dan ketika saya berada di lantai tiga, sekolah kami, saya bertemu dengan beberapa orangtua siswa yang sedang menunggu giliran. Meski secara informal, kami berdialog tentang apa saja. Tentang kehidupan anak-anak mereka yang telah remaja, SMA, tentang beban belajar yang berat dan melelahkan di sekolah, tentang bagaimana mengembangkan pola komunikasi efektif dengan ramaja, tentang keluhan anak terhadap teman-temannya, termasuk juga tentang masukan orangtua tersebut kepada sekolah.
***
Pendek kata, tidak ada yang membatasi kami untuk berbicara. Topik apa saja menjadi bahasan saya dan beberapa orangtua tersebut, yang memakan waktu lebih kurang satu jam. Dan dari topik-topik yang begitu banyaknya tersebut, saya kembali 'tersentil' akan makna peribahasa yang menjadi judul tulisan ini. Dimana cerita berpusar tentang bagaimana anak yang berperilaku 'anah' bagi lingkungannya. Dan anak itu adalah salah satu anak yang menjadi teman karib anak-anak ibu-ibu tersebut.
Dan ujungnya dari cerita itu akhirnya terucap dalam bentuk kesimpulan, yang disampaikan oleh salah satu diantara peserta diskusi bahwa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Artinya ada anak yang ketika masih remaja telah memilih untuk menempuh jalur kebiasaan yang serba semua. baik dalam hal makan minum, semua serba mungkin. Baik dalam hal sarana-prasarana, semua serba ada dan tersedia. Baik dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, semua serba dipunya. Lalu seorang diantara kami bertanya: bagaimana orangtua membangun visi hidup kepada anaknya yang masih tumbuh menjelang dewasa tersebut?
Karena pola yang ada itu, maka mereka sepakat untuk menyimpulkan bahwa itulah dia dan begitu pulalah orangtuanya. Lalu apa yang menjadi masalah mereka, para iorangtua yang berada di hadapan saya ini? Tidak lain karena anak-anak mereka adalah bagian pergaulan dari anak tersebut. Sehingga pola hidup seperti itu ditakutkan oleh para ibu-ibu itu menjadi virus yang meracuni.
***
Pagi ini, ketika kami bertemu dengan orang lain lagi, saya mendapatkan kabar bahwa anak yang dimaksdu rupanya telah lebih juah perjalanannya dibanding dengan apa yang menjadi bahan diskusi kami beberapa waktu lalu itu. Hari ini saya mendapati kabar kalau anak itu telah menempuh jalan yang akan membawanya semakin jauh menemukan hakekat hidup.
Saya jadi berpikir, kalau orangtua melangkah lima meter, maka dari penglihatan saya terhadap kasus itu, anak akan melangkah lebih jauh dan lebih cepat dari apa yang dilakukan oleh para orangtuanya. Dari titik inilah saya berpikir dan belajar untuk menjadi pohon kokoh ke dalam tanah, rindang dan berbuah lebat ke samping, dan mejulang ke angkasa untuk mendapatkan keberkahanNya. Amin.
Jakarta, Maret-3 April 2012.
No comments:
Post a Comment