Tampaknya, hampir semua siswa laki-laki di sekolah saya, menjadikan futsal sebagai permainan yang wajib mereka mainkan sepulang sekolah sebelum dijemput pulang ke rumah. Mereka akan memanfaatkan waktu dari pukul 14.00, saat jam pelajaran sekolah berakhir, hingga lebih kurang pukul 15.00 saat jemputan mereka memanggil mereka untuk masuk kendaraan. Dan dalam kurun waktu yang berdurasi lebih kurang 60 menit itu, lapangan serbaguna yang tersedia di sekolah kami, akan benar-benar menjadi ajang bermain futsal.
Saya dan beberapa guru yang kebagian piket menunggui mereka pada jam-jam itu, akan menemani mereka bermain. Dan hampir selalu ketika piket giliran saya, saya akan ikut berada di lapangan serbaguna itu sebagai wasitnya. Dan supaya semua tingkat kelas mendapat kesempatan utnuk bermain futsal di lapangan itu, saya membagi mereka menjadi tiga kali game. Yang setiap permainannya berdurasi 15 hingga 20 menit saja. Dan sebagai permulaan, saya akan mempertandingkan kelompok kelas tiga melawan kelas empat. Kemudian kelas lima melawan kelas enam. Dan sebagai penutup, biasanya pemenang game terakhir itu akan kita adu dengan kelas tujuh.
Dan satu siswa dari sekian banyak siswa itu, sore ini datang kepada saya saat saya sedang menulis pekerjaan di ruang kerja. Anak itu masuk ruang saya yang pintunya memang saya buka.
- Bapak belum pulang? Tegurnya kepada saya. Saya berhenti menulis dan menatap dia. Rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Baju seragamnya sudah ditanggalkan dan entah diletakkan dimana. Yang ada, dia mengenakan kaos singlet yang sebelumnya menjadi kaos dalamnya. Celananya panjang putih.
- Belum. Kamu sendiri belum pulang nak. Balas saya. Jam digital yang ada di layar tv yang menjadi monitor cctv di samping saya menujukkan pukul 16.02.
- Bapak tadi lihat saya main ngak? Menurut Bapak saya sudah bagus belum menangkap bola saat menjadi kiper? Wah saya garus-garus kepala. Beruntungnya saya bergaul dengan anak itu tidak hanya sekali. Tetapi sering sekali. Oleh karenanya, saya relatif tahu skill bermain futsalnya. Terlebih, dia memiliki adik kandung yang menjadi bagian dari tim futsal sekolah kami meski baru duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Dan juga, sebelum kedatangan dia ke ruangan saya, saya sebelumnya berada di lapangan dan menyaksikan bagaimana anak-anak bermain futsal termasuk anak itu. Maka tanpa ragu saya memberikan opini kepadanya.
- Alhamdulillah. Bagus. Kamu merasa berkembang dalam bermain futsal kan? Pak Agus melihat perkembangan itu banyak sekali.
- Ia Pak. Saya sekarang rajin sama adik berlatih di klub di Kuningan. Jelasnya.
- Syukurlah kalau begitu. Pak Agus ikut senang.
Percakapan saya yang singkat itu, sungguh memberikan pengalaman batin bagi saya yang tidak terperi. Itulah barangkali pengalaman yang tidak setiap orang mengalaminya. Saya tidak merasa terganggu dengan kunjungan tamu kacil saya itu di saat-saat saya bekerja. Karena saya merasa bahwa itulah tugas saya. Melayani...
Jakarta, 20 Januari 2012.
No comments:
Post a Comment