Ya, inilah cerita saya kepada anak saya tentang jamur barat. Sebuah cerita yang lebih kurang sebagai nostalgia hidup bagi saya yang ingin sekali agar anak saya mengambil pelajaran darinya. Yaitu pada saat episode kehidupan keluarga ayah saya, di sebuah desa di kecamatan Punggur, kabupaten Lampung Tengah. Cerita itu berawal dari jamur barat yang kami temukan itu. Kebetulan kami temukan jamur itu di halaman rumah mertua saya, di pagi hari sebelum saya berangkat bekerja di awal tahun ini.
Cerita itu Berawal
Cerita berawal manakala suatu hari diwaktu liburan sekolah, saya bersama teman-teman bermain menyusuri pematang sawah untuk kemudian sampai di sebuah rumah salah satu kawan saya. Memang batas desa kami dengan desa kawa yang kami tuju dibatasi oleh rawa yang membelah dua bukit yang menghamparkan hijaunya tanaman padi. Perjalanan melewati pematang itu sebagai upaya kami agar perjalanan kami tidak memutar yang membuat semakin jauh. Maka jalan pintas itulah yang kami ambil.
Namun di sebuah tegalan yang ada di belakang rumah kawan saya itu, kami menemukan jamur barat. alu hasil diskusi kami saat itu kami memutuskan untuk memasak jamur itu, untuk kemudian menjadi sayur sekaligus laukkami makan siang di rumah kawan itu atas persetujuan ibunya.
Untuk memberikan gambaran bagaimana situasi rumah dengan tegalannya, saya mengharap Anda untuk membaca novelnya Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi. Pada bab Lantip, kita akan menemukan gambaran tegalan tersebut sebagaimana yang penulisnya gambarkan bagaimana putra-putri Sastrodarsono bercengkerama di tegalan yang berada di belakang rumah mereka di jalan Setenan di kota kecil yang bernama Wanagalih. Ini untuk memberikan efek gambaran yang ada, agar memiliki kesesuaian dengan apa yang menjadi pengalaman saya kala itu.
Karena dengan pengalaman memesak jamur itulah, maka hingga sekarang ini gabaran itu kembali berulang pada saat saya menemukan jamur barat tumbuh di halaman. Kami, saya dan anak saya, jongkok di dekat jamur itu dan saya mulai menguraikan kisah saya tentang jamur. Saya merasakan bahwa pada saat itu anak saya tidak ada perhatian yang sepenuhnya terhapad apa yang saya kemukakan. Sebelum akhir saya bertanya kepadanya sebagai anak yang kecil dan besar tinggal di kota;
- "Apa yang kamu ketahui tentang tumbuhan ini?" kata saya.
- "Bukankah ini jamur?" Jawabnya.
- "Pernah kamu mengetahui lebih lanjut tentang jamur ini?" Lanjut saya.
- "Tidak sama sekali."
Tidak terlalu penting dialog saya dengan anak saya di pagi hari sebelum saya dan dia berangkat meninggalkan rumah untuk beraktivitas. Namun saya setidaknya berupaya sebanyak mungkin berkomunikasi dengan anak tentang apa saja yang kemudian menjadi topik menyambung silaturahim antara kami berdua. Termasuk di dalamnya adalah jamur barat di halaman rumah itu. Tidak penting bukan? Tapi setiap sesuatu, saya selalu mencobanya untuk menariknya menjadi sesuatu yang bermakna. Tidak saja bagi saya, semoga untuk anak saya di pagi itu.
Jakarta, 10 Januari 2012.
No comments:
Post a Comment