Bertemu teman lama, yaitu teman-teman yang pernah berkerja dalam satu lembaga bagi orang yang beberapa pindah kantor demi mengejar sesuatu yang berharga, menjadi momen yang membahagiakan tiada kira. Dan ini wajar dialami oleh siapa saja. Juga saya dan teman-teman. Dengan teman yang pernah terikat dalam sebuah ikatan pekerjaan di sebuah lembaga, saya bahkan sesekali merancang untuk saling membuat janji guna berjumpa. Tidak sekedar melepas kegelisahan di tempat kerja yang baru, tetapi juga bertukar strategi di lokasi bekerja yang baru. Dan dalam dua titik itulah kami berusaha untuk mempertemukan diri. Lebih-lebih jika kepenatan benar-benar telah memuncaki ubun-ubun, maka pertemuan akan membuat pikiran kami menjadi terang benderang.
Lalu apa yang membuat kami berpindah dari satu kantor ke kantor lainnya? Ata dari satu lembaga ke lembaga lainnya? Alasan klasiknya sih mengejar karier. Tapi buat saya pribadi, pindah tempat kerja lebih karena dorongan panggilan hari. Maksudnya, kadang menempati suatu posisi kerja dalam rentang waktu yang lama itu sedikit membuat saya gelisah. Atau lebih tepatnya membuat saya kurang merasa nyaman. Dan kadang-kadang dalam situasi yang demikian itu, Tuhan mengutus orang-irang baik untuk membawakan tawaran pekerjaan baru yang pada saat itu membuat mata dan pikiran terbelalak. Bukan karena kontrak yang disampaikannya, tapi justru pada visi dan misi yang harus dijalaninya. Dan itulah setidaknya pengalaman batin dan lahir yang saya alai sepanjang perjalanan pekerjaan saya sebagai pegawai swasta di dunia pendidikan.
Dan pengalaman seperti itu, atau mirip-mirip, dialami pula oleh teman-teman baik saya. Maka ketika kami berkumpul, maka perkumpulan persahatan itu benar-benar akan mampu memberikan aliran motivasi baru bagi kami masing-masing untuk kembali ke peta perjalanan yang masing-masing kami pegang. Salah satu peta pejalanan itu adalah apa yang dikemukakan oleh sahabat saya di sebuah pertemuan reuni. Dikatakannya bahwa; Agar kita semua sebagai pegawai di suatu lembaga, agar jangan pernah merasa berjasa atas apa yang telah kita perbuat atau lakukan untuk lembaga tersebut. Meski dalam realitasnya itu memang kita yang mengerjakannya.
- Mengapa? Bukankah kita sering membuat sesuatu yang menjadilkan lembaga dimana kita berada menjadi semacam spesial? Kata saya protes.
- Betul. Bukankah itu karena antara lain atas kontribusi kita? Sambung teman saya yang lain.
- Mengapa sulit mengakui apa yang baik yang telah kami lakukan? Jelas teman saya yang lain lagi.
- Karena apa yang telah kita lakukan dalam rangka mengemban amanah itu adalah bentuk kewajiban kita atas hak yang selalu dibayar tunai oleh lembaga yang memberikan amanah kepada kita? Jadi impas, samadengan korelasi matematikanya. Jasa samadengan gaji? Betul? Jelas teman saya yang sok filosofis ini. Kami semua terdiam. Mencerna apa yang terdapat dalam benak kami masing-masing.
Saya ikut pula terdiam dan mencoba berpikir akan kebenaran ucapan teman saya. Jika demikian halnya, pastas sekali kalau ketika saya mengajukan pengunduran diri dari satu tempat kerja ke tampat kerja yang lain selalu diberikan ucapan terima kasih dari pemipin tertinggi di lembaga tersebut. Walau kadang saya memiliki harapan selain itu.
Tetapi ada pula kawan yang melihat pernyataan teman itu sebagai provokasi atas apa yang dilakukannya selama ini. Sebagaimana telah ia kemukakan sebelumnya dalam bentuk gerutuan bahwa; ia merasa tidak dihargai oleh lembaga tempatnya bekerja selama ini ketika ia mengajukan surat pengunduran diri untuk berkarier di lembaga yang berbeda. Allahua'lam bishawab.
Jakarta, 24 Januari 2012.
No comments:
Post a Comment