Inilah sata-saat saya merenungkan untuk menentukan kinerja teman-teman guru dan karyawan yang ada. Galau bukan karena ketiadaan data dan fakta atas apa yang menjadi landasan penentuan kinerja tersebut. Juga bukan karena terlalu subyektifnya penilaian yang telah dilakukan teman-teman kepala unit masing-masing bagian, juga bukan karena tidak establisnya parameter yang digunakan. Galau justru karena saya sendiri masih sering mendengar ketidakpuasan di setiap tahunnya dari para guru dan karyawan atas apa yang dicapainya dari kinerjanya sepanjang tahun ke belakang.
Padahal penentuan akhir yang telah saya pegang ini, adalah hasil akhir dari bawah yang disusun dengan mengacu kepada teman yang ada di posisi yang sama dengan mereka yang dinilai, atasan langsungnya dan juga berdiskusi dengan saya. Meski saya tidak memberikan kontribusi langsung terhadap hasil penilaian itu, tetapi sekali atau sepuluh kali, saya memberikan masukan menguatkan atau juga melemahkan dengan apa yang dibawa kepala unitnya untuk benar-benar hasil penilaian kinerja tersebut final.
Atas realitas dan fenomena itulah saya menyadari akan masih adanya perbedaan cara melihat. Bahwa masih ada teman-teman yang masih memiliki ekspektasi berbeda dengan kepala unitnya. Dan dari persfektif itu ia merasa berbeda dalam melihat apa yang telah dijalaninya. Keperbedaan yang akhirnya melahirkan deviasi cara pandang antara hasil penilaian, penilai dan yang dinilai. Itulah yang pada akhirnya menjadi sumber dan sekaligus muara kegalauan saya.
Membuat Peta
Untuk melihat agar apa yang kita simpulakan benar-benar benar, guru atau laryawan itu sering pada tahap akhir, saya dan kepala unit bersama-sama membuat peta posisi masing-masing guru atau karyawan yang ada. Dan peta itu, memastikan siapa berada dimana. Dari peta posisi masing-masing guru atau karyawan tersebut, kami mencoba mendiskusikan kembali apa data dan fakta yang terkumpul dalam lampiran kinerja yang dimilikinya.
Apa yang kami lakukan itu tidak lain adalah untuk menempatan kinerja seseorang tepat pada posisi yang memang semestinya. Dan peta itu, juga membantu kami untuk memperbanding guru atau karyawab yang satu dengan yang lainnya.
Dan selalu saja, ketika hasil kinerja tersebut kami oleh sebagai sumber argumen bagi kenaikan gaji secara berkala, hasilnya selalu masih ada komentar:"Mengapa saya yang lebih lama mengajar gajinya berada sedikit di bawah si Anu yang beru bergabung dua tahun sesudah saya?"
Itulah antara lain yang membuat saya galau pada setiap tahunnya. Bukankah bila perhitungan gaji kami didasari oleh kinerja, maka paradigma lama dan baru akan menjadi lenyap?
Apakah ada yang ingin berbagi kegalauan?
Jakarta, 15 Desember 2013.
No comments:
Post a Comment