Melalui pesan di hp, sekitar pukul 09.00 saat saya berada di kantor, seorang teman mengabari akan memberikan oleh-oleh kepada saya, berupa salak pondoh, yang adalah hasil dari kebunnya sendiri di Pagaralam, Sumatera Selatan. Pagaralam adalah asal daerahnya, dimana di daerah ini ia mengaku mendapatkan jatah tanah warisan dari orangtuanya. Sementara ia dan keluarga, sejak semula berusaha dan tinggal di kota Bengkulu.
Membaca pesan melalui seluler itu, saya mencoba menghubungi sahabat saya itu untuk mengetahui posisi persisnya. Dengan demikian, saya bisa memprediksi jam berapa kami bisa bertemu, dan sekaligus memperkirakan di lokasi mana kami paling mudah berjumpa. Karena pada saat bertemu itulah salak pondoh akan saya terima.
Meski salak pondoh bukanlah buah yang istimewa, tetapi dari sahabat dan asli dari kebunnya sendiri, serta dia bawa langsung dari kebunnya, sya membayangkannya sebagai oleh-oleh yang istimewa. Mkanya, tapa berbelik dan berkelit, saya pastikan kepadanya untuk bisa bertemu. Meski nantinya harus di rest area jalan tol. Karena ia akan langsung menuju kampung halamannya tanpa bersusah payah harus keluar jalan tol menuju rumah saya yang sebenarnya tidak jauh dari pintu gerbang keluar dan masuk jalan tol, yang akan membuatnya pusing sebagai orang daerah.
Itulah sekelumit keunikan sahabat saya yang juga adalah guru itu, yang domisili di Bengkulu. Kepadanya, sebagai tanda agar saya segera bersiap menuju lokasi pertemuan dari kantor, adalah memberitahu saya jika ia telah mendarat di Pelabuhan Merak.
"Gus, aku sudah turun dari kapal nih. Aku sudah di dalam mobil. Sudah menginjak tanah!" Begitu kalimatnya dari seluler. Maka setelah semua saya rasa beres dengan kerjaan kantor, saya segera meluncur menuju lokasi pertemuan.
Jakarta, 6 Agustus 2013.
No comments:
Post a Comment