Dalam kegiatan mudik yang saya lakukan, mudik tahun ini menjadi berbeda. Khususnya untuk kami sekeluarga. Ini tidak lain karena salah satu dari kami harus terserang diare yang sedikit panjang di H+3. Oleh karenanya kami sejak petang di sebelum hari itu sudah disibukkan dengan obat deari.
Ini juga agak sedikit mengherankan bagi kami semua, mengingat apa yang kami konsumsi tidak terlalu sembrono sepanjang perjalanan mudik itu. Air minum saya bawa stok yang lumayan banyak di dalam kendaraan. Dan stok itu relatif cukup untuk kami habiskan tidak saja di perjalanan berangkatnya, tetapi juga selama kami berada di satu hingga dua hari berada di kampung halaman. Pun juga makanan berat yang kami konsumsi.
Tetapi yang namanya rezeki, datang juga penyakit itu ketika pada hari kedua malam ketika kami berada di kampung halaman. Tepatnya setelah kami selesai dan alhamdulillah menemukan kos untuk anak bontot saya dan kembali ke kampung dimana rumah orangtua saya berada.
Pukul 10.00 malam itu, ditemani sulung, saya berangkat ke kota kecamatan, dimana terdapat warung retail yang mash terjaga. Selain obat untuk sakit buang-buangnya, juga kami belikan minum.
Juga ketika hingga pukul 02.00 anak saya yang terserang deari itu belum juga berhenti buang-buang, maka alternatifnya adalah dokter jaga yang ada di Puskesmas yang kebetulan ada di kampung halaman saya. Karena keberatan untuk di infus, maka obat jalan yang diberikan dokter jaga itu kepada anak saya. Dan ketika kondisi masih belum juga berubah, maka kami sepakat untuk membawanya kembali ke Puskesmas, untuk kemudian diberikan perawatan.
Menginap di Puskesmas
Maka malam itulah kami sekeluarga harus menemani salah satu anak kami yang harus dipasangi selang infus. Berbeda bukan? Karena kami tetap berada di kampung kami sendiri, tetapi tidak tinggal di rumah orangtua kami.
Namun ada beberapa kesempatan yang saya sendiri jadi dapat lakoni dengan keberadaan kami sekeluarga di Puskesmas desa itu. Setidaknya, saya dapat nongkrong di warung yang berada tidak jauh dari Puskesmas itu, yang ketika saya masih muda disitulah lokasi saya beecengkerama dengan teman-teman sepantaran di kampung. Dengan itu pula, sya berkesempatan bertemu teman lama dan mengingat kembali dalam ingatan saya tentang wajah-wajah yang telah lama tidak berjumpa.
Saya juga dapat bersilaturahim ke rumah Pakde-Pakde saya ketika pagi menjelang. Tentu dengan ditemani oleh orangtua saya, yang kala itu selain juga bermaksud untuk silaturahim Idul Fitri juga adalah pemandu saya yang nyaris 20 tahun tidak menjamah pekarangan, apa lagi rumah saudara saya itu.
Itulah setidaknya hikmah dibalik kami menginap di Puskesmas di saat mudik Idul Fitri.
Ini juga agak sedikit mengherankan bagi kami semua, mengingat apa yang kami konsumsi tidak terlalu sembrono sepanjang perjalanan mudik itu. Air minum saya bawa stok yang lumayan banyak di dalam kendaraan. Dan stok itu relatif cukup untuk kami habiskan tidak saja di perjalanan berangkatnya, tetapi juga selama kami berada di satu hingga dua hari berada di kampung halaman. Pun juga makanan berat yang kami konsumsi.
Tetapi yang namanya rezeki, datang juga penyakit itu ketika pada hari kedua malam ketika kami berada di kampung halaman. Tepatnya setelah kami selesai dan alhamdulillah menemukan kos untuk anak bontot saya dan kembali ke kampung dimana rumah orangtua saya berada.
Pukul 10.00 malam itu, ditemani sulung, saya berangkat ke kota kecamatan, dimana terdapat warung retail yang mash terjaga. Selain obat untuk sakit buang-buangnya, juga kami belikan minum.
Juga ketika hingga pukul 02.00 anak saya yang terserang deari itu belum juga berhenti buang-buang, maka alternatifnya adalah dokter jaga yang ada di Puskesmas yang kebetulan ada di kampung halaman saya. Karena keberatan untuk di infus, maka obat jalan yang diberikan dokter jaga itu kepada anak saya. Dan ketika kondisi masih belum juga berubah, maka kami sepakat untuk membawanya kembali ke Puskesmas, untuk kemudian diberikan perawatan.
Menginap di Puskesmas
Maka malam itulah kami sekeluarga harus menemani salah satu anak kami yang harus dipasangi selang infus. Berbeda bukan? Karena kami tetap berada di kampung kami sendiri, tetapi tidak tinggal di rumah orangtua kami.
Namun ada beberapa kesempatan yang saya sendiri jadi dapat lakoni dengan keberadaan kami sekeluarga di Puskesmas desa itu. Setidaknya, saya dapat nongkrong di warung yang berada tidak jauh dari Puskesmas itu, yang ketika saya masih muda disitulah lokasi saya beecengkerama dengan teman-teman sepantaran di kampung. Dengan itu pula, sya berkesempatan bertemu teman lama dan mengingat kembali dalam ingatan saya tentang wajah-wajah yang telah lama tidak berjumpa.
Saya juga dapat bersilaturahim ke rumah Pakde-Pakde saya ketika pagi menjelang. Tentu dengan ditemani oleh orangtua saya, yang kala itu selain juga bermaksud untuk silaturahim Idul Fitri juga adalah pemandu saya yang nyaris 20 tahun tidak menjamah pekarangan, apa lagi rumah saudara saya itu.
Itulah setidaknya hikmah dibalik kami menginap di Puskesmas di saat mudik Idul Fitri.
Jakarta, 20 Agustus 2013.
No comments:
Post a Comment