Kami mempunyai teman lama yang sekarang sudah masuk masa pensiun. Teman dalam satu pekerjaan. Dan meski berbeda posisi kerja, namun karena bertahun-tahun pernah sebagai sahabat di saat apa saja. Tman yang pada awal saya memulai karir sebagai guru, sering pula meminta jasanya untuk melakukan bantuan pekerjaan yang mungkin terlalu sulit untuk saya lakukan sendiri. Kepadanyalah saya berharap bantuan.
Dan meski teman saya itu telah lama memsuki masa purna bakti di kantor kami, masih ada saja kenangan atas dirinya yang hingga kini menjadi bekas, bahkan mengguratkan pelajaran. Sesuatu yang negatif memang, tetapi saya memaknainya sebagai pelajaran positif bagi diri saya. Ini karena dari dialah saya menjadi belajar banyak bagaimana menjalani pekerjaan di kantor dengan rasa, pikir, dan lakukan secara syukur.
Sebenarnya, tidak ia seorang yang menginspirasi perjalanan saya dalam memegang teguh kesungguhan dalam menjalani karir. Tetapi juga banyak diantara teman-teman lain. Baik mereka yang tetap sama posisinya sbagaimana saya mengenalnya dua puluh lima tahun lalu ketika kami masih sama-sama muda dan tinggal di tempat kos dekat kami bekerja. Atau juga mereka yang sekarang telah menapaki posisi.
Catatan ini bukan untuk mengenang dan mematri apa yang mungkin salah diakukan oleh teman itu. Tetapi saya justru ingin membalik realitas itu dengan makna yang dilihat dari sisi saya malah pada sisi yang baik. Bukankah dengan pernyataannya itu saya menjadi belajar bagaimana menjadi pegawai yang komitmen dan mensyukuri apa yang menjadi amanah buat saya?
Dan pada posisi seperti itulah saya bermaksud mengucapkan terima kasih atas apa yang telah saya dapatkan darinya. Mudah-mudahan dengan seperti ini jugalah saya mendoakan agar mereka menjadikan masa lalu sebagai sumber belajar untuk menjadi lebih baik. Semoga. Amin.
Beberapa kalimat atau statmennya yang membuat saya harus lebih banyak bersyukur antara lain adalah:
"Apa yang diberikan lembaga ini kepada saya? Puluhan tahun saya bekerja tetap saja begini."
Atau;
"Manajemen baru? Paling sama saja dengan yang sudah-sudah. Mereka semua hanya ingin mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk keluarganya sendiri!"
Atau;
"Rapat-rapat terus. Paling hanya ingin minta agar kita menjadi pegawai yang rajin. Buat apa rajin? Rajin atau tidak, tidak ada pengaruh dengan posisi!"
Atau;
"Dua puluh lima tahun bekerja gaji sama saja. Mestinya naik gaji itu yang besar. Mosok puluhan tahun bekerja gini-gini saja! Manajemen pada dzolim!"
Atau pernyataan lainnya yang sangat boleh jadi saya sendiri telah lupa. Namun dari pernyataan-pernyataan seperti itulah saya menjadi memiliki sikap untuk sekuat tenaga berusaha keras tidak menirunya. Bukankah ini menjadi sebuah pelajaran buat saya dan teman-teman yang lain?
Itulah maka di catatan inilah saya mendoakan agar sumber belajar saya dan sebagian teman-teman itu dapat menjalani hidup lebih baik pada akhir perjalanannya. Semoga. Amin.
Jakarta,19 Juni 2013.
No comments:
Post a Comment