Penulis terhenyak akan kalimat dari
teman yang disampaikan melalui pesan singkat beberapa waktu setelah Pak Menteri
Anies menyampaikan pengumuman berkenaan dengan Kurikulum 2013 pada Jumat, 5
Desember 2014. Terhenyak, karena kalimat yang dia sampaikan adalah realitas
yang terjadi di sebagian besar kelas-kelas di sekolah kita. Beginilah kalimat
itu; “Menurut saya, apakah kurikulumnya
KTSP atau K-13, kalau cara mengajarnya masih text book, tidak ada percobaan, selalu indoor, ya sama saja akhirnya.”
‘Wajah’
Kelas Kita
Apa yang
disampaikan teman dalam pesan singkatnya tersebut berawal ketika ia bertanya
kepada saya tentang pendapat saya atas apa yang disampaikan oleh Pak Menteri.
Menurut saya, sebagaimana kalimat saya di pesan singkat, adalah bahwa KTSP dan
K-13, dilihat dari cara pandangnya terhadap siswa adalah menjadikan siswa
sebagai pusat belajar dan pembelajran di dalam kelas. Student focus on
learning. Konsep ini memiliki konsekuensi bahwa dalam belajar, posisi guru
adalah sebagai fasilitator. Guru bukan satu-satunya sumber belajar peserta
didik.
Dengan melihat itu,
maka dalam belajar posisi siswa atau peserta didik adalah pusat belajar, maka
ketika guru mengembangkan kompetensi yang harus dituntaskan oleh peserta
didiknya, yang didalam Kurikulum 2013 ada yang disebut sebagai Kompetensi Inti yang
terdiri dari empat (4) Kompetensi, yaitu KI sikap spiritual, sikap social,
pengetahuan, dan keterampilan, selain Kompetensi Dasar, harus melihat peserta
didiknya sebagai pertimbangan yang utama dan pertama. Karena kepada merekalah
rancangan pembelajaran akan disuguhkan.
Seperti bagaimana
guru harus memulai hingga mengakhiri
aktivitas belajar di dalam kelas bersama peserta didiknya. Apa saja yang
akan dilakukan oleh peserta didiknya sepanjang keberadaan guru di dalam kelas.
Tentu guru tidak akan menjadikan peserta didiknya hanya terpaku dan duduk manis
ketika dia berada di dalam kelas Karena hal ini bukan bentuk pengembangan
kompetensi.
Juga sikap,
perilaku dan hasil kerja apa yang ketika usai pembelajaran guru dapat melihat
sejauh mana peserta didiknya melakukan dan menghayati kegiatan belajarnya.
Termasuk juga mungkin adalah asesmen serta bagaimana bentuk pelaporannya.
Jika itu semua
teraplikasi di dalam kelas-kelas kita selama ini sebagai akibat dari perubahan
kurikulum yang oleh pemerintah canangkan, setidaknya ketika kurikulum tersebut
berbasiskan kompetensi sebagaimana yang diwacanakan dengan KBK, diberlakukannya
sebagai KTSP, dan yang baru saja diumumkan oleh Pak Menteri, yaitu Kurikulum
2013, maka paradigma belajar siswa kita di dalam kelas di sebagian besar
sekolah di negeri ini, seharusnya sudah menganulir posisi guru yang menjadi
pusat belajar. Namun inikah yang terjadi di ‘wajah’ kelas-kelas di sekolah
kita?
Kenyataan inilah
yang membuat penulis terhenyak atas kelimat pesan singkat teman atas apa yang
dialami atau dilakukan oleh teman-teman seprofesinya. Tidak peduli apakah
teman-teman tersebut telah bertahun-tahun sebagai guru yang tersertifikasi atau
yang baru saja lulus PLPG. Bahwa perubahan kurikulum yang dilakukan selama ini
belum seluruhnya memiliki dampak kepda pola interaksi guru dan peserta didiknya
di dalam kelas.
Dan untuk menjadi
catatan kita bersama, fakta ini seharusnya yang menjadi dasar paling masuk akal
oleh Pak Menteri dalam membuat keputusan di Jumat tanggal 5 Desember 2014 lalu.
Semoga.
Jakarta, 15 Desember 2014.
No comments:
Post a Comment