Bertemu dengan teman sesama satu profesi dan berbagi cerita, menjadi bagian dari terapi kesehatan bagi saya. Karena dari cerita dan kisah teman-teman itu, banyak yang memang belum saya jumpai pada masa sebelumnya. Dan itu menjadi inspirasi untuk perjalanan saya selanjutnya. Dan ini salah satu dari kisah teman itu.
Di Halaman Sekolah
Pagi itu, sebagaimana biasanya kebiasaan kami di sekolah, kami berdiri berbaris menyambut peserta didik kami yang berdatangan mengalir menuju halaman sekolah. Namun tidak seperti biasanya pada pagi itu. Kami berdiri di lokasi yang begitu dekat dengan anak-anak didik kami yang baru saja turun dari kendaraan yang membawanya ke sekolah. Ini tidak lain karena halaman yang biasa kami berada sedang digunakan oleh kakak-kakak SMP yang sedang berlatih upacara bendera untuk peringatan Hari Kemerdekaan.
Dalam kesibukan seperti itulah kami harus bertemu dengan sebuah kejadian yang sungguh menyayat hati sanubari kami sebagai orang dewasa. Yaitu ketika ada seorang peserta didik kami yang harus mengenggam ibu jari tangannya karena salah prosedur ketika harus menutup pintu kendaraan yang mengantarnya ke sekolah.
"Apa yang terjadi Pak Beni?" tanya saya kepada seorang anggota Satpam sekolah kami yang berdiri dekat anak tersebut dan berusaha membantu apa yang sedang dialaminya. Namun karena sedang fokus kepada apa yang sedang terjadi, sehingga kata-kata saya sebagai pertanyaan tidak mendapatkan tanggapan darinya.
"Tolong Pak Toni dibantu Pak Beni. Apa yang terjadi? Mengapa anak itu memegang tanggannya?" Seru saya kepada Pak Toni yang kebetulan berada tidak jauh dari Pak Beni.
"Apa yang kamu lakukan kakak? Mengapa sampai begitu? Masuk sekolah dulu." Begitu suara yang saya dengar dari kabin kendaraan yang baru saja menurunkan anak didik kami itu.
Kesedihan Saya
Drama singkat di sekolah pada pagi itu sungguh membuat saya untuk bertanya apa yang sedang terjadi pada pola asuh kita kepada anak-anak kita. Ini menjadi pertanyaan yang membuat saya galau dan merasa serba salah. Karena ketika saya melihat langsung ibu jari anak itu atas akibat dari terjepit pintu kendaraan, adalah sebuah pemandangan yang semestinya dapat 'merubah' seluruh action plan yang telah kita rumuskan dalam menjalani hidup normal itu.
Ini karena ibu jari tersebut harus segera mendapat perawatan yang labih serius. Ini tidak saja akibat berikut setelah kejadian itu terjadi. Seperti memar, suhu badan yang akan naik karena rasa nyut-nyutan yang tiada henti. Dan yang lebih penting dari itu adalah perhatian.
Dari perhatian itulah seharusnya melahirkan keputusan untuk 'merubah' seluruh action plan yang telah kita rumuskan dalam menjalani hidup normal itu. Ini tidak lain karena ketika itu terjadi pada lingkungan terdekat, apakah kita akan lanjut dengan aktivitas normal kita atau kita harus 'berbelok' dan harus 'mendekap' apa yang sedang terjadi?
Pada saat saya melihat langsung lagi ananda itu di dalam kelas dengan ibu jarinya yang telah dibalut, kesedihan itu datang karena meilihat anak itu benar-benar tidak meneteskan airmata. Dan kenyataan itu pula yang saya sampaikan kepada gurunya; Mengapa anak itu tidak menangis?
Dengan singkat Ibu guru di kelas itu berguman; Realitas hidupnya yang membuat wajah anak itu datar saja meski harus menahan rasa nyeri yang tak tertahan untuk anak seusianya.
Kenyataan itu pulalah yang membuat saya benar-benar belajar tentang sebuah pola asuh. Terima kasih teman atas kisahnya.
Jakarta, 14.08.2014
No comments:
Post a Comment