Dalam perjalanan hidup, tidak jarang kita bertemu dengan sebuah
pengalaman baru, yang baru kita alami, tetapi seolah-olah itu adalah
pengulangan dari sebuah kejadian yang kita sendiri sulit untuk mendeskripsikan
kapan dan dimana kejadian semacam itu kita rasakan. Dan jangan tanyakan seperti apa. Karena apa yang kita alami
memang benar-benar persis sebagaimana yang pernah kita rasakan. Itylah yang
orang banyak sebut sebagai de javu.
Peristiwa seperti itu juga yang saya alami dalam berbagai
peristiwa indah dan positif di perjalanan kehidupan ini. Bahwa pengalaman baru
yang kita dapatkan adalah bentuk pengulangan dari peristiwa yang pernah saya
impikan. Bukan dari mimpi, tapi dari sebuah imajinasi. Atau mungkin juga sebuah
anganan berupa visi.
Sebagaimana juga cerita teman saya yang berprofesi sebagai guru
di sekolah dasar. Bukan sebagai guru pns, tetapi 100 persen sebagai guru
partikelir. Maka ketika usia pernikahannya masih belia, dan keinginannya untuk
memiliki uang muka sebuah rumah mungil dengan luas tanah 60 meter persegi sulit
untuk dapat diwijudkan, maka angannya melambung menjadi impian untuk dapat
memiliki rumah tipe 45.
Rumah dengan tipe 45 dianggapnya sebagai rumah yang pas sesuai
dengan statusnya sebagai guru. Benarkah? Tidak juga. Logikanya; bagaimana
mungkin memilih tipe rumah 45 kalau yang tipe 21 pun tidak memiliki kemampuan
untuk membayar uang muka dan cicilannya tiap bulannya?
"Tidak Pak Agus. Saat itu saya diberikan keyakinan untuk
mampu membayar secara mencicil tipe rumah tersebut. Saya juga tidak tahu
bagaimana saya menggunakan rumus mampu itu." Kata teman saya memberikan
testimoni kehidupan yang dialaminya.
"Bagaimana Bapak yakin mampu mencicil rumah dengan tipe 45
kalau yang 21 saja tidak terbayar uang muka dan bulanannya?" Tanya saya
ingin tahu. Sebuah alur berpikir yang aneh bukan?
"Itulah yang terjadi. Dengan keyakinan yang saya punya.
Saya berkata kepada istri saya. Ibu, Bapak yakin bahwa kalau sekarang dengan
gaji kita, sulit bagi kita untuk dapat memiliki rumah meski hanya untuk tipe
rumah 21. Tapi kita akan dimampukan diwaktu nanti untuk dapat memiliki rumah
dengan tipe 45." Demikian jelasnya lwbih lanjut. Sebuah penjelasan yang
memang bukan untuk dilogikakan tetapi langsung saja saya ikut meyakininya.
Karena memang itulah yang terjadi di hari ini. Dimana teman saya
yang guru itu tinggal di perumahan tipe 45. Jadi apa yang dialaminya sekarang
itu, adalah rangkaian peristiwa yang telah diangankan, digambarkan, dan
diyakininya jauh sebelum hari ini.
Ini adalah bentuk nyata buat saya sendiri untuk belajar
mengambar masa depan saya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk menapaki
dan mewujudkannya. Juga melatih diri untuk membuat gambaran dan
angan-angan yang baik. Semoga. Amin.
No comments:
Post a Comment