Dalam sebuah transformasi atau lebih fokus lagi suksesi di lembaga pendidikan, tidak jarang kami mendapat masukan dari orang luar, yang mohon maaf harus kami kesampingkan. Ini tidak lain karena masukan dalam bentuk surat atau SMS yang tidak jelas asal usulnya, tetapi juga sering masukan itu tidak berdasar. Bahkan tidak produktif jika kita benar-benar menuruti, atau bahkan mengambil sedikit dari apa yang disampaikan.
Sikap ini bukan karena kami sulit menerima masukan. Sikap ini terpaksa kami ambil karena keyakinan kita bahwa proses yang kami jalani dalam sebuah transformasi atau pergantian itu telah meminta masukan, mendengar gagasan, atau bahkan mengajak anggota komunitas untuk iut serta dalam bagian pengambilan keputusan. Oleh karenanya, bila masukan itu hanya melihat satu sisi dari apa yang telah jalani, maka kami akan terus bergerak maju dan mengabaikan masukan yang menghimbau agar berjalan mundur.
Sikap ini bukan karena kami sulit menerima masukan. Sikap ini terpaksa kami ambil karena keyakinan kita bahwa proses yang kami jalani dalam sebuah transformasi atau pergantian itu telah meminta masukan, mendengar gagasan, atau bahkan mengajak anggota komunitas untuk iut serta dalam bagian pengambilan keputusan. Oleh karenanya, bila masukan itu hanya melihat satu sisi dari apa yang telah jalani, maka kami akan terus bergerak maju dan mengabaikan masukan yang menghimbau agar berjalan mundur.
Pengganti KS
Satu yang ingin saya sampaikan dicatatan saya ini adalah tentang penggantian kepala sekolah, KS. Kadang masukan itu datangnya juga diujung. Dimana setelah kami membuat dan melakukan proses runut, proses yang berdimensi terbuka, demokratis, egaliter, dan adil. Toh masukan tetap datang. Oleh karena itu, dalam setiap pengambilan kesimpulan, kami selalu merancang proses dengan unsur-unsur tersebut. Termasuk dalam memilih seorang pejabat kepala sekolah.
Apa yang saya maksudkan dengan proses terbuka, demokratis, egaliter, dan adil itu? Pertama, kami meminta guru dan karyawan untuk menuliskan siapa yang mereka anggap berkecakapan untuk menjadi kepala sekolah. Masing-masing orang bisa menuliskan dua nama guru. Dengan persyaratan yang kami serahkan kepada semuanya. Dan alhamdulillah, meski kebebasan yang kami berikan, untuk 10 nama yang menduduki peringkat mulai dari yang mendapat suara rekomendasi guru-guru terbanyak, muncul nama-nama yang sesuai dengan asumsi dan prediksi kita.
Itulah tahap awal, tahap pertama dalam menyaring nama-nama kandidat. Tentu ini kimi lakukan karena kami memilih pengganti kepala sekolah dari lingkungan dalam. Jika pilihannya adalah mencari dan menemukan kepala sekolah yag berasal dari luar lembaga, tentu akan berbeda strategi yang kami ambil.
Bagaimana tahapan berikutnya? Adalah dengan mengajak para kandidat, begitu kami menyebutnya, untuk berdiskusi tentang lembaga yang akan mereka pimpin. Bagaimana mereka menguasai isu yang hangat di lembaganya, teman-temannya yang bekerja dalam satu lembaga tersebut, mimpinya, bagaimana melihat lembaga sekolah sebagai bagian dari lembaga pendidikan yang sedang berkembang di luar, bagaimana merealisasikan mimpi yang diinginkannya. Dan pada kesempatan ini kami dapat menemukan kekuatan, keutuhan, dan keluasan dari masing-masing kandidat secara verbal. Kami juga menemukan bagaimana pilihan kata yang para kandidat itu pilih sebagai pengurai gagasan yang ingin disampaikan.
Diskusi tersebut kami lakukan dalam tiga tahap yang waktu pelaksanaannya berbeda. Kami, yang terdiri dari unsur yang tidak hanya pendidikan, dapat mendapatkan pengalaman baru dari situasi diskusi semacam itu. Sebuah ilmu yang pada akhirnya membuat kami semua untuk percaya diri dalam mengerucutkan kandidat yang ada dalam satu kesimpulan. Ditambah masukan secara tertulis dari Psikolog setelah memberikan hasil psikotesnya.
Dari hasil kerucut kandidat itu, kami melakukan uji komitmen untuk yang kedua kalinya. Pesertanya tentunya adalah mereka yang terdiri dari empat kandidat yang yang kami pilih sebagai kandidat terbaik. Dan sebagai hasil akhirnya, kami menentukan siapa yang nomor satu. Kepadanyalah amanah akan kami sampaikan.
Ada satu hal lagi yang kami anggap sebagai bagian dari transparansi dari semua proses itu semua. Yaitu mengajak kepala sekolah yang sedang menjabat sebagai bagian dari kami. Baik pada tahap kedua hingga tahap terakhir, tahap penentuan siapa yang akan menjadi orang nomor satunya, beserta wakil-wakilnya. Dan semua argumen yang kai sampaikan dalam forum-forum itu, selalu bergantung atau berdasar kepada kepentingan lembaga.
Ada satu hal lagi yang kami anggap sebagai bagian dari transparansi dari semua proses itu semua. Yaitu mengajak kepala sekolah yang sedang menjabat sebagai bagian dari kami. Baik pada tahap kedua hingga tahap terakhir, tahap penentuan siapa yang akan menjadi orang nomor satunya, beserta wakil-wakilnya. Dan semua argumen yang kai sampaikan dalam forum-forum itu, selalu bergantung atau berdasar kepada kepentingan lembaga.
Masukan
Lalu bagaimana dengan masukan yang datang dengan tidak melihat proses yang telah kami jalani? Tentu kami akan mengajaknya berdiskusi atau setidaknya menjelaskan kepada yang bersangkutan tentag proses yang kami jalani. Sebagaimana yang kami lakukan kepada komunitas di unit sekolah yang akan terjadi pergantian kepala sekolahnya. Kami bercerita proses yang telah kami jalani.
Tetapi bagaimana jika masukan itu hanya sebuah SMS yang nomornya sama sekali tidak kami mengenalnya? Mohon maaf, kami harus melupakannya. Karena kami yakin tentang apa yang telah janali dalam pengambilan sebuah seputusan. Keyaknan itu yang membuat kami tidak mudah goyah.
Tetapi bagaimana jika masukan itu hanya sebuah SMS yang nomornya sama sekali tidak kami mengenalnya? Mohon maaf, kami harus melupakannya. Karena kami yakin tentang apa yang telah janali dalam pengambilan sebuah seputusan. Keyaknan itu yang membuat kami tidak mudah goyah.
Jakarta, 11.01.2014.
No comments:
Post a Comment