Tutup buku dan buka tarub, adalah sebuah ungkapan yang baru pertama kali saya mendengarnya, dari seorang yang memiliki pemikiran maju di sebuah desa yang lebih kurang berjarak 15 menit dari posisi sebuah Candi Singosari, Malang, Jawa Timur. Sebuah lokasi yang dikelilingi perkebunan tebu. Tidak ada telepon seluler dari kami yang menjadi tamu di kediamannya yang mengindikasikan adanya sinyal. Semua blank! Sebuah
pengalaman yang baru lagi lagi bagi saya dan para pengunjung yang lainnya.
Tangan terampil Ibu Laila ketika mengajari kami untuk menyusun perca dalam motif kawung di rumahnya. |
Apa Maksudnya?
Mesin jahit, mesin obras, hibah dari Pemerintah Daerah Kabupaten Malang kepada kelompok Ibu Laila. |
Begitu yang kami tanyakan kepada siempunya rumah, Ibu Laila, yang usianya masih 25 tahun dengan memiliki tiga putra. Dimana anak tertuanya sedang menempuh pendidikan di kelas 6 SD. Jadi, usia berapa Bu Laila melahirkan anak ertamanya itu? Setelah lulus dari bangku sekolah dasar. Maka itulah makna dari ungkapan tutup buku buka tarub.
Karena begitulah budaya di daerahnya. Anak-anak perempuan akan segera menutup buku sekolahnya ketika ia telah lulus sekolah dasar atau SMP paling tinggi. Dan akan memesan tarub atau tenda untuk sebuah pesta pernikahan.
Ada Ikhtiar Laila
Rombongsn kami meninggalkan halaman rumah Ibu Laila. |
Karena rasa inginnya untuk maju, dalam sebuah pengajian Fatayat, ia belajar tentang menjahit kain perca dari seorang pengusaha garmen, yang juga adalah pendiri Pelangi Nusantara, Ibu Yanti. Dari perkenalan itulah Ibu Laila mencoba untuk memberikan kesibukan baru bagi teman-temannya yang ada di desanya, belajar mencipta marajut kain perca menjadi sebuah karya berharga.
Siapa sangka dari tanggannya dan juga tangan teman-temannya ini melahirkan karya kain perca yang indah dan layak sekali untuk digunakan oleh kaum ibu yang berkantor di Jalan Thamrin, Jakarta?
Jakarta, 24 Nopember 2013.
No comments:
Post a Comment