Apakah kita akan melahap sayuran yang ulat pun tidak mau menyantapnya? Itulah esensi dari apa yang disampaikan oleh Cak Slamet, Founder dari kampung organik Brenjonk yang ada di daerah Trawas, Jawa Timur, tentang sayuran organik, sayuran yang sejak pembibitan, penanaman, perawatan, hingga dipanen, tidak menggunakan atau terhindar dari bahan kimia. Sebuah paradigma yang saya dapatkan dari kunjungan kami di desa tersebut beberapa waktu lalu.
Kunjungan yang kembali membongkar paradigma kami etntang bagaimana hidup dengan menyantap makanan sehat, atau setidaknya memakan makanan yang tahu asal-usulnya. Dengan begitu tidak sembarangan meski apa yang dilahapnya itu adalah makanan bervitamin dan berprotein. Sunguh.
Ingat bagaiman Dr. Tan Shot Yen yang menjelaskan dengan begitu panjang lebar tentang pola makan dan paradigma makanan, sebagaimana yang beliau urai dalam bukunya yang eksentrik, sekaligus revolusioner bagi saya jika dilihat sebagai dokter, yang berjudul "Saya Pilih Sehat dan Sembuh".
Sebuah pengalaman yang begitu sederhana untuk dipahami dan dilaksanakan di rumah kita masing-masing tentang bercocok tanam, sebagai wujud aktual bagi kita semua untuk terus melestarikan sebagai negeri agraris, negeri kaum petani. Namun begitu, juga tidak mudah untuk dapat memulai. Namun setidaknya itulah yang saya dapatkan dalam kunjungan di Trawas tersebut.
Dan untuk memulainya, saya selalu teringat ringkasan pertemuan itu dalam Cak Slamet, "jika lalat saja ogah memakan daunnya yang gemuk dan begitu hijau, mengapa saya menyantapnya?"
Sebuah kalimat tantangan bagi saya untuk begitu cermat dalam memilih makanan. Terutama untuk menghindari makanan yang berasal dari tanaman yang mulai dari benih, tanam, dan rawatnya melibatkan kekuatan industri. Sebuah tawaran yang memang tidak akan mudah untuk dipilih dan dijalankan.
Jakarta, 18 Nopember 2013
No comments:
Post a Comment