"Mengapa harganya mahal?"
Demikian satu dari kami saat memandang dan membolak-balik barang hand made di daerah Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Ini karena tas yang dipilihnya, dan tampak begitu menarik hatinya namun ketika bertanya tentang harga, ternyata tidak murah-murah amat. Maka terlontarlah apa yang menjadi sifat dasar pembeli.
Ini adalah sebuah pengalaman baru bagi saya melihat bagaimana kain-kain perca yang merupakan sisa industri dari perusahaan garmen besar, ditampung di sebuah perkumpulan ibu-ibu, lalu diolah menjadi barang mewah. Itu berupa dalam bentuk tas, dengan berbbagai model, ukuran, dan jenisnya, juga barang art and craft yang aduhai.
Sarung bantal untuk sofa. Meski dari perca, luar biasa bagusnya! |
Sebuah kegiatan yang mampu menyulap seorang yang tidak terampil sama sekali menjadi seorang pengusaha, yang berkumpul dalam perkumpulan koperasi dengan tokoh utamanya adalah Ibu Yanti. Dialah pendiri sekaligus penggerak perkumpulan Pelangi Nusantara, atau Pelanusa, di Singosari tersebut.
Belum berhenti disitu, maka pada kunjungan kami berikutnya, dimana kami diajak ke lokasi perkumpulan ibu-ibu yang memakan waktu perjalanan lebih kurang 15 menit dari lokasi awal yang berdekatan dengan Candi Singosari, dengan melalui jalan beraspal tidak sempurna diantara rerimbunan pohon tebu, kami menemukan jawabannya bagaimana tas ibu-ibu model kawung dibuat dengan begitu rumit. Hand made lagi!
Ini karena ada diantara kami yang benar-benar mencoba mengikuti bagaimana ibu-ibu warga desa itu mengkait dan menganyamkan perca-perca sebanyak 250 lembar dengan ukuran persegi yang sama dengan begitu rumit, teliti, dan sabar!
"Layak untuk berharga mahal!"
Tas dengan model kawung. Luar biasa rumit saat membuat. |
Begitu akhirnya seorang teman yang lain memberikan penilaian. Meski ia hanya membeli satu tas dengan motif kawung untuk istrinya.
Jakarta, 24 Nopember 2013.
No comments:
Post a Comment