Dalam Tajuk Rencananya, Kompas, 20 September 2010, megemukakan kejangalannya atas manuver 8.479 jaksa yang tergabung dalam Persatuan Jaksa Indonesia, yang membuat 'tekad' agar Jaksa Agung diangkat dari kalangan internal kejaksaan. manuver politik ini paling tidak mengindikasikan adanya resistensi jaksa terhadap calon Jaksa Agung dari luar serta mengindikasikan adanya masalah di dalam tubuh kejaksaan. Padahal, penentuan calon Jaksa Agung, baik dari dalam maupun dari luar, adalah hak Presiden. Demikian tulisnya.
Dalam harian yang terbit pada hari yang sama, Saldi Isra, Guru Besar Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, berpendapat bahwa apa yang dilakukan 8.479 jaksa dengan surat 'kebulatan tekadnya' itu merupakan sikap yang kebablasan. Saldi Isra mengemukakan adanya tiga alas an mengapa ke 8.479 jaksa tersebut melakukan kebulatan tekad. Sikap kebulatan tekad ini oleh Saldi ditengarai ada tiga fenomena yang ada. Yaitu: (1). Banyak kalangan elite kejaksaan merasa terganggu dan terancam denga masuknya orang luar. (2). Kelompok yang berkepentingan agar segala macam kebobrokan yang terjadi selama ini tidak terkuak ke permukaan. (3). Kelompok mafia hukum yang amat nyaman bermain dengan kalangan internal.
Terlepas benar atau tidaknya motivasi dari 8.479 penendatangan kebulatan itu, dan juga terlepas dari Keputusan Presiden memberhentikan Jaksa Agung Hendarman Supandji dengan Keppres nomor 104/P/2010 tertanggal 24 Septemer 2010, sebagai upaya menindaklanjuti putusan MK pada Rabu, 22 September 2010 pukul 14.35 (Media Indonesia, 26 September 2010), saya berpikir dalam ranah dan lingkup yang lebih lokal dan kecil yaitu lembaga sekolah. Adakah fenomena suksesi di lembaga sekolah yang mirip dan serupa dengan apa yang saya kemukakan di atas? Kalau ada, seperti apakah model suksesinya? Dan yang lebih penting lagi adalah; apa yang akan saya lakukan etika harus menjadi pemimpin dengan komunitas yang telah membentengi diri dengan surat petisi kebulatan tekad itu?
Komunitas yang Bertekad Bulat
Apabila dalam situasi suksesi, kemudian para anggota komunitas melakukan komitmen untuk bersama-sama membuat kesepakatan dan sekaligus berketetapan bulat untuk 'meminta sesuatu', maka sesungguhnya mereka memiliki agenda yang disimpan bersama-sama. Dan pendapat saya, ini akan berlaku tidak saja pada masyarakat yang mewadah dalam institusi yang besar saja, tetapi juga pada lembaga yang lebih kecil tak terkecuali pada lembga yang bernama sekolah.
Maka seperti yang saya kemukakan di atas, bagaimana jika ini terjadi pada diri saya? Menengok pengalaman yang pernah saya lihat dari kawan saya yang juga adalah guru saya, maka tahapan awal, atau sering disebut pada masa bulan madu, yang durasinya lebih kurang enam (6) bulan, komitmen dan konsistensi diri adalah prioritas pertama dan utama. Lihat, dengan, rasakan, serap, dan nikmati dengan dua kepribadian tadi. Hendropriono, mantan kepala BIN, menamakan fase ini dengan istilah 'mandi dan bukan hanya sekedar cuci tangan' (Kompas, 23 September 2010 ?). Pendapat ini dikemukakan saat menanggapi peran dan strategi intelejen dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.
Dalam fase yang bertuuan untuk mencecap seluruh aura yang hidup dan tumbuh di komunitas tersebut, maka pada tahap berikutnya kita telah memiliki kemampuan untuk memetakan titik kekuatan dan titik kelemahan pada masing-masingnya, yang kemudian dapat menjadi modal bagi pengembangan berikutnya. Dan pada tahapan pengembangan berikutnya inilah, kita dituntun untuk tetap komitmen dan konsisten dengan dikolaborasikan kompetensi ketajaman visi dan ketepatan strategi dalam pengembangannya.
Langkah ini tidak hanya berlaku bagi kita yang kebetulan ada dalam ranah kebulatan tekad tersebut (dari internal) tetapi juga kalau kita berada di luar ranah mereka. Karena dalam dua posisi itu, sebagai pimpinan kita akan mendapat ujian yang sama-sama menyesatkannya.
Bagi kita, pemimpin yang berada dalam semangat kebulatan tekad, maka sesungguhnya kita sedang masuk dalam perangkap dan semangat chauvinisme yang pada akhirnya dapat membelenggu kita untuk bergerak tumbuh. Sedang bagi kita yang berasal dari koridor kebulatan tekad, komunitas itu meski adalah dinding penahan bagi apapun yag berasal dari diri kita, tetapi juga adalah tantangan bagi kelahiran seorang pemimpin yang sesungguhnya. Oleh karenanya, tumbuhkan diri kita masing-masing untuk menjadi pemimpin yang sesungguhnya.
Jakarta, 26 September 2010
No comments:
Post a Comment