Ada berita yang tidak enak satu pekan sebelum Idul Fitri kemarin, utamanya dalam dunia tulis menulis. Itu adalah implikasi dari artikel seorang perwira menengah di TNI AU, Bapak Adjie Suradji, di opini harian Kompas pada Senin, 6 September 2010. Dalam artikel opini itu, Pak Kolonel Penerbang mengemukakan pendapatnya terhadap SBY, Presiden kita. Yaitu tentang kepemimpinan sang presiden, keberaniannya dalam mengambil resiko atas kebijakan dan keputusannya serta perubahan yang menjadi stetmen janji politiknya selama kampanye Pemilu dan perubahan yang dilakukannya selama menjabat presiden. Dalam berita selanjutnya, atas opini yang merupakan kritikan terbuka tersebut terhadap presiden, Beliau mendapat 'teguran' dari institusinya.
Di luar dari apa yang menimpa Pak Adjie Suradji, yang menurut saya seorang pemberani itu, ada esensi kebenaran tentang kepemimpinan. Dan sebagai praktisi di sekolah, maka esensi itu, memiliki korelasi sangat erat dengan profil pemimpin di sekolah. Pemimpin yang visioner serta pengawal yang handal bagi sebuah perubahan yang berkelanjutan di sekolah.
Mengapa sekolah juga memerlukan sosok pemimpin sebagaimana apa yang ditulis Pak Adjie? Karena sekolah juga merupakan institusi yang harus bergerak mengikuti perkembangan zaman dengan sumber daya dan dana yang dimilikinya.
Karena itu perubahan menjadi sumber energi bagi eksistensi dan daya hidup lembaga yang bernama sekolah. Dan daya hidup serta vitalitas tersebut, utamanya bagi sekolah swasta, yang sumber dananya berasal dari masyarakat. Dan itu sama maknanya dengan tingkat kesejahteraan komunitas yang ada.
Pintar dan Visioner
Pintar dan visioner adalah kombinasi sempurna antara kecerdasan intelektual yang dapat juga ditunjukkan dalam bentuk kecerdasan akademik dengan kecerdasan sosial yang dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memprediksi tren di masa depan, yang patut menjadi keunggulan bagi sekolahnya.
Kepintaran intelektual tanpa kepintaran tentang 'perkembangan' sosial yang berdenyut di lingkungan sekitarnya adalah sebuah senjata maha canggih tanpa dapat dipergunakan sebagai alat pembela diri bagi pemiliknya. Ia hanya sebuah alat yang tidak lebih hanya berfungsi sebagai asesoris.
Sementara itu, mangapa visioner? Karena kemampuan ini akalah kemampuan yang memungkinkan sebuah lembaga atau organisasi menjadi mampu untuk memiliki denyut nadi yang panjang umur. Dan ini berarti maka dibutuhkan kemampuan untuk membaca, menemukan dan sekaligus mengaplikasikan sebuah keunggulan tersebut.
Keberanian?
Dalam sebuah artikel yang dimuat di Kompas, 17 Oktober 2006, Paul Keating, Mantan PM Australia mengemukakan tentang karakter seorang pemimpin. Menurutnya, Leadership is not about being nice. It's about being right and being strong.
Satu kelimat tentang pemimpin sebagaimana yang diutarakan oleh Paul Keating itu menegaslan kepada kita bahwa keberanian, adalah sisi yang menonjol bagi pemimpin untuk mampu membawa perubahan atau untuk mampu mengaplikasikan sebuah reformasi bagi visinya dalam bentuk konsepsi. Dan sebuah lembaga yang telah memiliki 'jam tidur', maka membutuhkan tingkat keberanian pemimpin yang lebih tinggi. Ini sebuah anomali hidup sebuah organisasi.
Anomali berikut yang akan diterima oleh seorang pemimpin perubahan adalah keberanian untuk menanggung resiko atas bendera perubahan yang dikibarkannya. Dalam sisi ini, saya lebih senang mengatakan bahwa seorang pemimpin juga harus memiliki ketegaran hati yang tangguh. Pemimpin bukan pengeluh.
Sekolah sebagai lembaga yang komunitasnya terdiri dari guru dan karyawan membutuhkan pengawalan bagi sebuah pergerakan pembaharuan yang terus menerus tanpa henti. Dan pengawal yang tangguh yang dibutuhkan itu tidak lain adalah pemimpin yang pintar dan visioner, berani, dan konsisten. Tentu ia juga adalah humanis. Karena komunitas mayoritanya adalah manusia.
Jakarta, 12 September 2010/ 3 Syawal 1431 H
Di luar dari apa yang menimpa Pak Adjie Suradji, yang menurut saya seorang pemberani itu, ada esensi kebenaran tentang kepemimpinan. Dan sebagai praktisi di sekolah, maka esensi itu, memiliki korelasi sangat erat dengan profil pemimpin di sekolah. Pemimpin yang visioner serta pengawal yang handal bagi sebuah perubahan yang berkelanjutan di sekolah.
Mengapa sekolah juga memerlukan sosok pemimpin sebagaimana apa yang ditulis Pak Adjie? Karena sekolah juga merupakan institusi yang harus bergerak mengikuti perkembangan zaman dengan sumber daya dan dana yang dimilikinya.
Karena itu perubahan menjadi sumber energi bagi eksistensi dan daya hidup lembaga yang bernama sekolah. Dan daya hidup serta vitalitas tersebut, utamanya bagi sekolah swasta, yang sumber dananya berasal dari masyarakat. Dan itu sama maknanya dengan tingkat kesejahteraan komunitas yang ada.
Pintar dan Visioner
Pintar dan visioner adalah kombinasi sempurna antara kecerdasan intelektual yang dapat juga ditunjukkan dalam bentuk kecerdasan akademik dengan kecerdasan sosial yang dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memprediksi tren di masa depan, yang patut menjadi keunggulan bagi sekolahnya.
Kepintaran intelektual tanpa kepintaran tentang 'perkembangan' sosial yang berdenyut di lingkungan sekitarnya adalah sebuah senjata maha canggih tanpa dapat dipergunakan sebagai alat pembela diri bagi pemiliknya. Ia hanya sebuah alat yang tidak lebih hanya berfungsi sebagai asesoris.
Sementara itu, mangapa visioner? Karena kemampuan ini akalah kemampuan yang memungkinkan sebuah lembaga atau organisasi menjadi mampu untuk memiliki denyut nadi yang panjang umur. Dan ini berarti maka dibutuhkan kemampuan untuk membaca, menemukan dan sekaligus mengaplikasikan sebuah keunggulan tersebut.
Keberanian?
Dalam sebuah artikel yang dimuat di Kompas, 17 Oktober 2006, Paul Keating, Mantan PM Australia mengemukakan tentang karakter seorang pemimpin. Menurutnya, Leadership is not about being nice. It's about being right and being strong.
Satu kelimat tentang pemimpin sebagaimana yang diutarakan oleh Paul Keating itu menegaslan kepada kita bahwa keberanian, adalah sisi yang menonjol bagi pemimpin untuk mampu membawa perubahan atau untuk mampu mengaplikasikan sebuah reformasi bagi visinya dalam bentuk konsepsi. Dan sebuah lembaga yang telah memiliki 'jam tidur', maka membutuhkan tingkat keberanian pemimpin yang lebih tinggi. Ini sebuah anomali hidup sebuah organisasi.
Anomali berikut yang akan diterima oleh seorang pemimpin perubahan adalah keberanian untuk menanggung resiko atas bendera perubahan yang dikibarkannya. Dalam sisi ini, saya lebih senang mengatakan bahwa seorang pemimpin juga harus memiliki ketegaran hati yang tangguh. Pemimpin bukan pengeluh.
Sekolah sebagai lembaga yang komunitasnya terdiri dari guru dan karyawan membutuhkan pengawalan bagi sebuah pergerakan pembaharuan yang terus menerus tanpa henti. Dan pengawal yang tangguh yang dibutuhkan itu tidak lain adalah pemimpin yang pintar dan visioner, berani, dan konsisten. Tentu ia juga adalah humanis. Karena komunitas mayoritanya adalah manusia.
Jakarta, 12 September 2010/ 3 Syawal 1431 H
No comments:
Post a Comment