Saya
keluar kamar hotel yang terletak di tepi pagar masjid itu terlambat sedikit saja. Atau kurang awal dari waktu sebelum
Shalat Magrib. Matahari cahayanya masih terang benderang dengan warna
lembayung yang kental di Kota Nabi Madinah Al Munawarah sore itu.
Udara
masih juga hangat. Kisaran 40 derajat. Dengan angin yang menghembuskan
udara hangat itu diantara dinding-dinding hotel yang mengitari Masjid
Nabawi. Dan kipas angin yang juga tak kalau sibuk menyemburkan angin dan
air pada setiap tiang-tiang payung otomatis di sepanjang emperan
Masjid.
Bergerak lekas
berpacu dengan para askar yang berjaga di pintu-pintu masjid, yang akan
menutup pintu manakala jamaah yang di dalam telah cukup kuota. Saya tetap dengan harapan bisa masuk masjid dan menemukan shaf di dalamnya. Setidaknya sebelum askar penjaga pintu menutup pintu gerbang yang saat itu masih terbuka.
Maka
tatapan mata saya pada gate 17 melihat bagaimana askar telah mengarahkan
pengunjung termasuk kami untuk menuju tangga yang berada di bagian kiri
gerbang Masjid.
Begitu
sampai di pelataran lantai atas Masjid, Rasa takjub muncul.
Subhanallah. Pelataran yang sangat luas. Tak terbayang sebelumnya pada
saat sebelum menginjakkan kaki disini. Luas sekali. Padahal saat kami
berada di bagian lantai dasar Masjid, sering kami harus pintar dan sabar
saat mendapatkan shaf shalat. Namun di roof top ini, saat saya sampai
jamaah masih sedikit sekali. Sehingga kesan luas nya semakin nyata.
Kami,
saya bersama saudara satu rombongan dari Surabaya, mencoba untuk
mengenali Lingkungan. Maka perjalanan kami adalah mencari sudut-sudut
pelataran. Dan yang menjadi patokan eksplorasinya adalah kubah Raudah.
No comments:
Post a Comment