Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

23 November 2018

Dari Gorontalo

Rabu, 21 November 2018, pukul 15.00, kami kedatangan tamu dari manajemen Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Terpadu Al Islah, Gorontalo. Mereka datang ke Jakarta setelah sebelumnya selama satu pekan mengikuti perkemahan Pramuka di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.
Ada 4 tamu yang dipimpin oleh Ustadzah Ulin Ibrahim, yang kedatangannya ke sekolah kami tidak lain adalah untuk menyambung persahabatan keguruan. Juga berdiskusi dan bertukar pengalaman serta berfoto.


Tidak lupa tamu saya membawakan oleh-oleh khas Gorontalo, dan yang saya pajang di halaman ini, adalah kopi mereka. Kopi Robustanya Gorontalo! Terimakasih saya untuk kedatangannya dan juga oleh-olehnya.

Jakarta, 23 November 2018

21 November 2018

Ke JIEP

Sabtu, 17 November 2018, saya mendapat kesempatan untuk datang dan berkunjung serta sekedar berfoto di Jakarta International Equestrian Park Pulomas. Ini adalah nama baru dari Pacuan Kuda Pulomas, Jakarta Timur. Yang kebetulan juga lokasintya tidak jauh dari tempat saya bekerja. Belum sampai 2 kilomater untuk perjalanan pergi dan pulang. Jadi nyaman untuk berjalan kaki selain juga dengan trotoar yang aman bagi pejalan kaki.



Lalu, apa keperluan saya datang ke Gedung JIEP yang menjadi venue Asian Games 2018 lalu itu? Tidak lain adalah menemani siswa saya yang masih duduk di kelompok B, TK. Mereka sedang ada kegiatan bermalam di sekolah yang pagi harinya sebelum kepulangan mereka, anak-anak anak-anak itu kita ajak keliling sekolah dan berolah raga pagi.




Jadi, kantor yang berdekatan dengan fasilitas olahraga yang wah, menjadi keberuntungan bagi saya. Juga trotoar yang dibangun baru dengan spek yang berbeda dengan trotoar sebelumnya, lebih membuat kami, saya dan teman-teman, menyukurinya. Kami gunakan untuk berjalan kaki tidak kurang 20 menit untuk sekedar mengeluarkan keringat dari badan.



Lalu, tidak ada kata yang tepat saya sampaikan disini selain berteimakasih atas diperbolehkannya kami sekali-sekali berkunjung untuk berjalan-jelan kaki ketika gedung itu sedang kosong dari event. Terimakasih.

Jakarta, 21 November 2018.

19 November 2018

Ada Happy Camp di TK


Jumat, 16 November 2018, ada yang berubah di tempat kerja saya. Hall dan lapangan sekolah yang biasa untuk lokasi anak-anak berolahraga atau bermain saat istirahat, pada hari itu menjadi lokasi bermain, outbond, dan berkemah. Lay out dan properti di lolasi itu menjadi seperti lokasi perkemahan. Tentu ini menjadi pemandangan aneh sekaligus menari untuk anak-anak ketika pagi hari mereka datang ke sekolah. Dan karena terdorong oleh rasa penasarannya, maka tidak sedikit anak-anak yang memasuki area dimana 'perkemahan' akan digelar.


Ini tidak lain karena siswa di TK melaksanakan kegiatan belajar luar kelas yang berupa HAPPY CAMP 2018. Acara dimulai dari pembukaan dengan berbalas pantun selayaknya upacara buka palang pintu di adat Jakarta. Kemudian berlanjut dengan kegiatan senam bersama di hall, dan masuk pada kegiatan inti berupa outbond, bermain angklung, dan yang tak kalah istimewanya adalah belajar memasak dari orangtua siswa.


Khusus untuk kegiatan anak-anak di kelompok TK B ada aktivitas anak TK yang berkolaborasi dengan anak-anak OSIS di SMP, dimana kakak-kakak OSIS menjadi mentor dalam belajar kemandirian kepada adik-adik TK. Anak TK dibagi dalam enam kelompok, anak-anak akan belajar secara bergantian tentang merapikan tempat tidur, membuat omelet dan roti panggang, melipat pakaian dan meletakkannya di lemari pakaian, membersihkan kaca jendela, menyeduh teh manis, serta bernyanyi. Ketika kegiatan merapikan tempat tidur kakak OSIS memandu adik-adiknya untuk; memasang sarung bantal, merapikan sprei, dan melipat selimut tidur. Juga ketika menyeduh teh manis, kakak OSIS memandu adik-adiknya untuk menuangkan air panas dan gula serta teh celup sebelum teh dihidangkan.
Kegiatan yang sederhana ini memungkinkan anak-anak di TK belajar berbagai hal kemandirian sehari-hari. Sementara untuk kakak OSIS SMP, aktivitas menjadi tutor bagi adik TK juga menjadi wahana bagi mereka belajar. Esok harinya masih ada kegiatan olah raga yang menggunakan lokasi parkir di Jakarta International Equestrian Park, Pulomas. Yaitu olahraga lari dan senam.

Jakarta, 19 November 2018.

16 November 2018

Membuat Wadah untuk Penumbuhan

Saya ingin menggunakan kosa kata yang pernah digunakan oleh Pak Anies Baswedan ketika beliau menjadi Menteri di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ketika berbicara tentang karakter. Yaitu menumbuhkan karakter baik dan bukan menanamkan. Jadi saya menggunakan kata penumbuhan dan bukan penanaman untuk sebuah sikap dan perilaku yang diinginkan dari seorang peserta didik. Lalu apa yang saya maksudkan dengan wadah? Yaitu tempat, lokasi, area. 



Maka ketika saya mengatakan betapa pentingnya sebuah wadah atau area bagi penumbuhan mental berprestasi, maksudnya tidak lain adalah perlunya kebutuhan sebuah lokasi dan arena bagi penumbuhan sebuah kebiasaan yang positif.



Inilah yang terjadi di sekolahan dimana saya berada pada sore ini, Jumat, 16 November 2018, dimana guru-guru merancang kegiatan kolaborasi antara Taman Kanak-kanak dengan siswa kelas VIII yang tergabung dalam Organisasi Intra Sekolah atau OSIS.



Jakarta, 16 November 2018.

Menilai Paparan Infografis Hasil Survey Siswa

Selama dua hari di pekan ini, Tepatnya pada Selasa, tanggal 13 dan Rabu, tanggal 14 November 2018, saya mendapat tugas tambahan dari Guru di SMP untuk mendampinginya memberikan panilaian kegiatan akhir dari LIVE in yang telah berlangsung pada Selasa, 30 Oktober hingga Kamis, 1 November 2018. Kegiatan penutupnya merupakan kegiatan presentasi hasil survey yang dilakukan anak-anak peserta LIVE in di Desa Pulosari, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Ini mejadi tugas yang menantang dari guru. Dan setelah mendengarkan, menyimak, mempertanyakan, dan juga menanyakan kepada seluruh siswa yang mempresentasikan hasil survey mereka dalam kelompok melalui infografis yang dibuatnya, saya menjadi semakin kagum atas kompetensi yang mereka punyai. Sekaligus mensyukuri bahwa anak-anak rata-rata memiliki kemampuan berkomunikasi dan juga penyelesaian masalah. Dan untuk itulah, saya merasa senang sekaligus bangga.



Misalnya, ketika saya bertanya kepada salah satu anggota tentang cara membuat infografis hasil surveynya. Misalnya tentang aplikasi yang digunakan untuk membuat infografis mereka. Ada yang menggunakan program komputer yang memang sering kita pakai sehari-hari. Tetapi juga ada kelompok yang membuatnya dengan telepon selularnya. Dijelaskan bahwa mereka bertanya via google untuk membuat presentasi dalam bentuk grafik di smart phone-nya. Dengan bekal informasi tersebut, diunduhlah aplikasi yang dimaksud untuk kemudian digunakannya sebagai proses menyelesaikan tugas akhirnya. Hebat. 

Juga beberapa jawaban yang orisinil saya dengar dari mereka. Baik yang berupa kesan ketika hidup bersama orang di kampung di Desa Pulosari, atau juga filosofi bersyukur. Alhamdulillah.

Jakarta, 16 November 2018

Ingat Pantai Tanjung Karang


Ketika melihat foto ini, saya teringat ketika pada Kamis, 3 Juli 2008, dengan tidak membawa perlengkapan apapu untuk menerima tawaran snorkling di wilayah konservasi di pantai Tanjung Karang Donggala. Ini artinya setelah 10 tahun yang lalu.

Ketika dari Palu diajak untuk piknik menuju Donggala dengan kendaraan sewa yang benar-benar masih gres. Baru. dengan kilometer yang tertera di dashbord belum genap 1000 km. Dan karena kendala tertentu, maka justru saya yang ada di belakang kemudi membawa teman-teman yang akan mengantarkan saya piknik!

Saya berharap apa yang telah menimpa saudara-saudara yang tinggal di wilayah Donggala dan Palu pada gempa Palu beberapa waktu llalu, diberikan kekuatan untuk segera bangkit kembali, menapaki jalan yag lebih terang. Amin.

Jakarta, 16 November 2018

"Keren Pak!"

"Kereen sekali Pak Agus. Kreatif guru-gurunya." Kata seorang yang berada di halaman sekolah ketika berjumpa dengan saya pagi ini. Dimana halaman sekolah kami hari ini berubah menjadi area bermain anak-anak usia Taman Kanak-kanak, yang kalau dari pintu masuk, di gerbangnya tertulis Kampung Main.


"Alhamdulillah. Terimakasih Pak. Saya sendiri kemarin tidk turut serta membantu guru-guru membuat lay out permainan ini. Mereka bekerja sampai pukul 19.00." Jawab saya sembari bersiap untuk membuat video.

Jakarta, 16 November 2018

Di Kampung Main

Pagi ini. Jumat, 16 November 2018, pagi-pagi saya sudah sampai di kampung main. Bukan di suatu daerah di lokasi wisata atau lokasi out bond persisnya, tetapi di sekolah. Benar, bahwa hari ini sekolah telah tersulap sebagai tempat bermain yang di gerbangnya dipampang sebagai kampung main.

Ini tidak lain adalah kreasi guru-guru yag ada di KB dan TK, yang pada Jumat ini mereka akan melakukan kegiatan luar kelas, yang berupa kegiatan out bond dan berkemah. Lokasinya, sekali lagi, bukan ke lokasi bermain atau berkemah di daerah Bogor, tetapi tetap di sekolah.


Jakarta, 16 November 2018

15 November 2018

Ke Pengalengan

Pada Selasa, 30 Oktober hingga Kamis, 1 November 2018, siswa saya yang duduk di bangku SMP pergi untuk melaksanakan kegiatan live in yang ke-5 kalinya, yang lokasinya tetap  di Kecamatan Pengalengan, Bandung.  Dan tahun ini mereka dipilihkan lokasi baru, yaitu di Kampung Kiara Sanding, Desa Pulosari, Kecamatan Pengalengan, Bandung, Jawa Barat.

Ini adalah kegiatan mereka keluar untuk tujuan hidup bersama punduduk di kampung tersebut, yang saya sendiri brhalangan menyertainya. Satu hal yang membuat saya sendiri sedikit kurang senang. Karena biasanya, jika saya menyertai mereka, maka akan banyak yang saya dapat peroleh ketika bermalam dan bercengkerama dengan penduduk di kampung tersebut. Dan tahun ini, pengalaman tersebut tidak saya peroleh.

Selain bekerja dan bermain bersama orang yangtinggal di kampung tersebut, anak-anak melakukan kegiatan yang antara lain adalah; menerima upacara  penyambutan dengan musik hadroh yang dimainkan oleh siswa SDN Mulyasari, Pulosari, Pengalengan. Alat musik hadroh tersebut merupakan sumbangan peserta LIVE in yang langsung digunakan sebagai alat musik penyambutan. Sedang pada waktu yang hampir bersamaan, melakukan pelatihan guru yang  diperuntukkan untuk guru TPS Al Hasanah, yang berlokasi di Kampung oleh Pak Haris Nuur Hakim. Siswa hidup bersama orangtua asuh mereka masing-masing. Beraktivitas sebagaimana profesi orangtua mereka. Antara lain ada yang berangkat ke lahan pertanian untuk bertani, ke warung untuk berjualan, atau membuat plaka untuk tempat buah atau sayuran, atau kegiatan yang lainnya. Pengobatan gratis, Posyandu,  penyerahan sembako, dan bakti sosial kepada masyarakat setempat yang dilakukan oleh para orangtua POMG SMP. 

Jakarta, 15 November 2018

06 November 2018

Manado

Datang ke Manado? Dulu tidak menjadi bayangan untuk saya. Karena memang untuk tujuan apa datang ke Manado, menjadi hal mendasar buat saya. Karena ke datangan ke tempat-tempat yang ada di beberapa daerah, yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk suatu pekerjaan. Sementara Manado, menjadi salah satu kota yang tidak ada jaringan buat saya. Maka ketika bertemu alamat kontak dengan teman lama ketika kami berada di masa muda duu di Purworejo, niatan untuk bisa berkunjung ke Manado tidak menjadi hal yang terlalu saya agendakan.
Makan ikan mujair bakar di warung makan dekat Bandara Samratu Langi, Manado. Dengan lumuran sambal dabu-badu yang didominasi warna merah pedas!

Dan suatu yang tidak teragendakan tersebut akhirnya terbayang akan terjadi ketika sahabat lama, yang ada di kota Gorontalo,  meminta saya untuk datang ke sekolahannya guna memberikan penuturan tentang pengalaman selama saya menjadi guru di Jakarta kepada mereka dan teman-temannya sepanjang dua hari dan tujuh sesi penuturan. Dan kesempatan itu menjadi terbuka buat saya.

Daryanto, nama sahabat saya di Manado, mengajak saya untuk berfoto di trotoar jalan yang menjadi ikon kota Manado, Jembatan Soekarno.

Yang pertama kali saya kontak ketika saya benar-benar akan berangkat ke Gorontalo adalah jaringan peta yang ada Sulawesi bagian utara. Saya mencoba mencari jawaban atas pertanyaan saya tentang bagaimana jalan menuju Manado dari Gorontalo dengan waktu yang ada pada saya tidak lebih dari 24 jam. Lalu setelah benar-benar memungkiinkan, maka jalan udara menjadi pilihan saya, setelah sebelunya mencoba mempertimbangkan saya akan memilih jalan dasat dari Gorontalo menuju Manado. 

Setelah semuanya positif, maka teman lama saya yang sudah berada di Manado tidak kurang dari 30 tahun lamanya, untuk menyampaikan keiginan saya datang ke Manado. Bersyukur bahwa saya benar-benar menjadi tamu di rumah teman saya yang telah lebih kurang 34 tahun berpisah.

Jakarta, 6 November 2018.

Pisang Goroho

Goroho sudah tersaji di meja dengan sambal roa, pisang goreng, dan kopi hitam.
Kami menikmatinya bersama sahabat lama di Pantai Malalayang, Manado, pada hari Minggu, 28 Oktober 2018.
Pisang goroho, menjadi cemilan khas di Gorontalo dan Manado. Setidaknya inilah yang saya dapatkan ketika berkunjung ke Gorontalo dan berlanjut ke Manado pada akhir Oktober 2018 yang lalu. Dan selain goreng ikan nike yang diberi tepung, maka goroho stik goreng menjadi yang paling unik yang saya dapatkan di daerah tersebut.
Stik goroho yang siap digoreng untuk menjadi cemilan ringan.

"Ini jenis pisang yang hanya ada di wilayah Sulawesi bagian utara Pak Agus. Provinsi Gorontalo dan Selawesi Utara banyak menghasilkan jenis pisang ini, yang menjadi bahan dasar utamanya. Pisang ini tumbuh baik sekali disini. Dan waktu yang bagus pada saat pisang ini belum masak untuk kemudian dijadikan stik goreng. Karena kalau sudah masak rasanya akan berbeda. Akan menjadi kecut." Demikian keterangan teman saya saat di meja makan terhidang dua porsi stik goreng goroho plus sambal roa. 


Jakarta, 6 November 2018.

02 November 2018

Gorontalo dan Manado sebagai Kota Pedas

Pada akhir bulan Oktober 2018 lalu, saya mendapat kesempatan untuk ke dua kota yang sebelum masa revormasi lalu masih berada di dalam satu provinsi Sulawesi Utara, yaitu Gorontalo dan Manado. Sekarang, dua kota tersebut berada di dua provinsi, yaitu Gorontalo yang ada di Provinsi Gorontalo, dan Manado yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.

Tanggal 25 selepas waktu Isyak saya tiba di Bandara Djalaluddin, Gorontalo dan dilanjutkan dengan makan ikan bakar di Rumah Makan Telaga. Esok dan lusa harinya, saya berkegiatan bersama guru-guru  yang ada di Gorontalo di sebuah aula yang besar. Kegiatan ini di organisir oleh Sekolah Islam Terpadu Al Islah dalam tema pelatihan guru. Dan selama tiga hari di Gorontalo, menu utama yang tersaji adalah ikan dengan dua jenis sambal yang disediakan secara berlebihan bagi saya. Yaitu sambal dabu-dabu dan sambal roa. Beberapa sajian ikan yang ada, sebenarnya sudah berlumur sambal, tetapi mungkin karena sudah menjadi kebutuhan bagi orang setempat, maka rumah makan tetap menyaediakan bagi kami tambahan sambal. 

Saya, yang memang bukan berasal dari alam yang menggemari sambal, maka ketika pelayan tetap menyajikan sambal di meja, selalu berdecak dalam kekagetan. Selalu teringat akan rasa panasnya ketika ke belakang esok harinya. Oleh karenanya, cukup bagi saya merasakan sambal yang tersaji secukupnya. Berbeda sekali dengan teman-teman yang begitu nikmat ketika menikmati sambal bersama ikan dan nasinya.
Alhamdulillah, semua sajian habis kami santap. Termasuk sambalnya! Di rumah makan Telaga, bersama teman-teman dari Al Islah, Gorontalo.

Demikian pula ketika saya sampai di Manado, yang langsung menuju rumah makan dengan menu ikan mujair bakar, yang lagi-lagi telah penuh dengan lumuran sambal dabu-dabu, namun juga diberikan tambahan sambal yang penuh di piring sambal untuk masing-masing porsinya. Kai datag makan ikan bakar itu berempat. Saya, teman saya dengan kedua putranya yang santun-santun.
Untuk makan cemilan khas seperti goreg stik goroho, tahu goreng, dan pisang kipas girang, sambal roa tetap menjadi bagian melekat darinya. Sajian cemilan santai di Pantai Malalayang, Manado.

"Iki sambele kabeh mengko iso enthek? (Semua sambal ini nanti bakalan habis?)" Kata saya kepada Daryanto sahabat yang saya kunjungi dalam bahasa ibu kami. Pernyataan ini karena melihat bagaimana banyaknya sambal yang disediakan untuk porsi satu ikan mujair bakar.

"Nanti kami bisa liat Gus." Katanya. Dan benar. Semua sambal benar-benar bersih!
Itu adalah penampakan ikan dengan warna merah sambal. Makan bersama Daryanto di rumah makan dekat Bandara Sam Ratu Langi, Manado.

Maka tidak salah jika kunjungan saya di kedua kota tersebut dengan pengalaman sajian sambal dan kemampuan menyantap sambal bagi para pengunjungnya di rumah makannya, layak jika saya menyebut kedua kota itu adalah kota sambal!

Jakarta, 2 November 2018

01 November 2018

Gojek Bentor, Hanya di Gorontalo

Begitu sampai di kota Limboto, Kabupaten Gorontalo, dalam perjalanan saya dari Bandara menuju penginapan, saya dihadapkan pemandangan yang tidak terduga, gojek bentor. Ini menjadi bagian yang amat mengagetkan sya mengingat Gojek adalah perusahaan besar di Indonesia yang mengakomodasi transportasi ojek berbasis aplikasi, yang lumrahnya berkendaraan roda dua sepeda motor, tetapi yag saya temui di Gorontalo Gojek menggunakan becak motor beroda tiga, alias bentor. Maka tidak salah jika memamng Gojek Motor hanya berada di Gorontalo.


Benar saja, pada esok harinya, hari pertama pelatihan di Aula Wisma Hji Gorontalo yang diselenggarakan oleh lebaga pendidikan Sekolah Islam Terpadu Al Islah Gorontalo, beberapa peserta menggunakan jasa gojek yang diantar oleh bentor. Dan tidak menyia-nyiakan kesempatan, saya segera mengambil gambar mereka. Juga di jalanan kota ketika kami bertemu dengan abang gojek yang sedang mengantar penumpang.

Jakarta, 1 November 2018.

Gorontalo

Dengan mengucap syukur alhamdulilah, saya datang kembali ke Gorontalo. Meski bukan untuk pakansi dan jalan-jalan, namun kedatangan saya ke kota yang terakhir saya kunjungi pada tahun 2008 lalu itu, telah memberikan kepada saya kesempatan untuk menengok keberhasilan perjalanan dari beberapa teman yang masih saya kenal baik. Dan kedatangan istimewa ini saya awali dari kantor di hari Kamis, 25 Oktober 2018 dengan penerbangan siang. Apa yang saya lakukan di Gorontalo kalau bukan untuk liburan? Berbagi pengalaman dengan manajemen dan guru-guru yang ada di Gorontalo dan sekitarnya, berada di aula Wisma Haji Gorontalo, yang pada dua hari berikutnya, yaitu Jumat dan Sabtu, tanggal 26 dan 27 Oktober 2018.

Apakah ketika saya berada di suatu kota untuk berbagi pengalaman tersebut bermakna bahwa saya hanya melakukan pekerjaan saya? Tidak juga. Karena sebagaimana dengan anda semua, diantara waktu berbagi yang telah tersusun jadwalnya di aula pertemuan, saya masih memiliki kesempatan untuk merekam apa yang ada di sekeliling saya dengan kamera ponsel atau juga menghayatinya dengan jiwa dan perasaan saya. Juga dengan lidah saya!

Jadi dengan kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk berkunjung ke Gorontalo pada Kamis, 25 Oktober 2018 malam hingga Sabtu, 27 Oktober 2018 selepas waktu Magrib guna melanjutkan perjalanan saya bertemu sahabat lama saya di Manado, saya mensyukurinya dengan penuh nikmat. Alhamdulillah.

Jakarta, 1 November 2018

13 October 2018

Menengok Teman

"Nanti meginapnya jangan di hotel. Langsung kasih tahu saja kapan dan jam berapa sampai, saya segera meluncur untuk menjemputmu. Jangan pernah sungkan." Begitu tawarannya kepada saya di awal bulan lalu ketika saya menyampaikan jadwal untuk 'manggung' di kotanya. Maka ketika tawaran 'manggung' itu sudah pasti dan saya telah memesan tiket untuk perjalanan berangat dan kembali, serta surat cuti juga telah saya ajukan, saya mencoba mengabari teman di saat muda tersebut.

"Jangan panggiil saya Mas karena sya ngak akan memanggilmu Mas. Pnggil saja masing-masing kita dengan nama seperti ketika kitamasih sama-sama sekolah dulu." Katanya suatu ketika ketika kami baru saja mendapat nomor kontak. Maklum, setelah tahun 1984 lalu, belum pernah satu kalipun kami bertemu tatap muka. Maka ketika pertemuan nanti, akan menjadi pertemuan kami pertama kali setelah 34 tahun kami berpisah.

Itulah yang menjadi motivasi utama saya untuk benar-benar dapat berkunjung ke kotanya. Meski sebenarnya antara kota yang benar-benar saya tuju bukanlah kota yang langusng menjadi tempat tinggalya. Karena jarak lokasi dmana saya diundang untuk memberikan cerita dengan tempat tinggalnya masih membutuhkan waktu perjalanan darat 8 jam. Tapi saya tidak secara terbuka menyampaikan itu kepada sahabat saya tersebut apa adanya.

Dan saya pasti akan datang ke kotanya. Kota yang ditinggalinya bersama keluarganya setelah ia akhirnya keluar kerja dan masuk dalam dunia baru sebagai supir angkot dan kemudian sebagai driver armada on line.

Jakarta, 13 Oktober 2018

12 October 2018

Es Pisang Ijo Bravo

Usai saya masuk ke dalam lapangan bola Karebosi yang memang ada mal di sana, saya menyeberang ke BTC, yang merupakan mal seberang jalan dari lapangan bola. Tentunya melalui jlan bawah tanah yang terkoneksi. Bukan untuk berbeanja, tujuan utamanya hanya ingin melihat secara langsung dan menuntaskan rasa ingin tahu. Dan setelah niatan itu terlaksana, maka kemana lagi kami akan pergi? Kami memilih untuk mengunjungi masjid raya Makassar yang lokasinya tidak jauh dari BTC, untuk kemudian melanjutkan makan es di Rumah Makan Bravo, yang ketika kami mencari rujukan untuk makan es pisang ijo, maka warung di Jalan Alauddin, Makassar tersebut menjadi salah satu yang harus kami kunjungi.

Inilah rute perjalanan kami dari Masjid Raya Makassar menuju ke Warung Bravo, lokasi dimana kami direkomendasikan untuk menjajalnya.
Bukan untuk makan siang atau makan makanan yang berat lagi, karena siangnya kami sudah menyantap iga bakar Konro Karebosi yang porsinya jumbo meski hanya untuk tiga potong iga. Jadi memang hanya untuk mencoba es pisang ijo setelah sore [ada hari sebelumnya kami jalan kaki menuju Jalan Lasinrang, Makassar untuk tujuan makan es pisang hijau tetapi kehabisan. Meski akhirnya kami memakan juga, namun pembalut pisang yang berwarna hijau dari tepungnya, terlalu tebal dan relatif kaku sehingga kami hanya menghabiskan pisangnya dan tidak tepungnya (maaf ya!). 


Inilah es pisang hijau dari Warung Bravo di Jalan Alauddin, Makassar.
Alhamdulillah, akhirnya untuk kali kedua, kami menemukan es pisang hijau yang berbalut tepung lembut dan musah digigit. Terimakasih.

Jakarta, 12 Oktober 2018.

Al Markaz Al Islami, Makassar

Saya menympaikan kepada istri tentang masjid yang dibangun atas prakarsa Jenderal Muhammad Jusuf, yang adalah panglima ABRI di masa itu, namanya Al Markaz al Islami. Dan istri saya meminta untuk diajak berkunjung ke sana. Maka setelah kami selesai meyantap ikan bakar di Rumah Makan Paotere, kami segera meuju ke masjid ini. Selain untuk menunaikan shalat, kami juga ingin mengetahui lebih jauh tentang suasana dan aura masjid ini.

Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf Makassar, tampak dari koridor depan masjid. Gambar diambil pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018.
Sampai di pelataran masjid, sekitar pukul 13.00, dan dari dalam masjid masih terdengar suara kajian dari seorang ustad. Alhamdulillah, kami dapat menunaikan shalat dan sekaigus melihat beberapa sisi yang ada di masjid.
Ornamen lampu gantung di gerbang masuk masjid.
Meski tidak terlalu lama kami tinggal di dalam masjid. Karena kami harus terus melanjutkan perjalanan kami. Namun waktu yang singkat itu telah memberikan kepada kami pengalaman dan berada di dalam masjid yang besar di Makassar.

Mimbar dalam masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf, Makassar.
Jakarta, 12 Oktober 2018.

11 October 2018

Coto H Daeng Tayang

Hanya beberapa sebelum kami berangkat ke bandara, karena memang masa liburan kami segera berakhir, kami sengaja berikhtiar untuk membakar kalori sarapan pagi. Yaitu dengan berjalan kaki menyusuri Jalan Somba Opu dari arah RS Stella Maris di Pantai Losari. Apa yang menjadi tujuan kami di Jalan Somba Opu tersebut? Tidak lain adalah salam perpisahan dengan para penjaga di Toko Kerajinan. Mengingat ada beberapa hal yang harus terpenuhi sebagai pelengkap dari Makassar.



Demikian pula pungnya. Saat kembali ke penginapan, mengingat waktu masih relatif pagi, maka kami berjalan kaki kembali dengan mengambil rute yang berbeda, yaitu menyusuri jalan Pantai Losari. Hingga seluruh pakaian kami harus basah oleh keringat. Dan ini membuat kami lebih percaya diri untuk kemudian pergi ke warung makan H Daeng Tayang yang berlokasi di Jalan Hasanuddin, yang dari penginapan dimana kami tinggali berjarak tidak lebih dari dua kilometer.

Jakarta, 11 Oktober 2018

Iga Bakar Konro Karebosi

Selepas belanja di Toko Kerajinan dan minum kopi di Kopi Ujung, di jalan Somba Opu, Makassar, kami meluncur ke arah Karebosi untuk menjajal iga bakar di Konro Karebosi. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sam[ai di lokasi konro tersebut. Karena memang tidak terlalu jauh antara lokasi yang kami tuju dari posisi saya di Somba Opu. Ini sekali lagi guna membuktikan apa yang teman-teman di dunia maya telah sampaikan berkeaan dengan iga bakar Konro Karebosi yang menurut informasi saya dapatkan berporsi besar dengan daging iganya yang bertekstur lembut. Kami memesan untuk dua porsi plus air jeruk panas, dan tentunya cukup dengan satu porsi saja, nasi.




Dan ketika makanan terhidang, maka kesan pertama yang kami tangkap adalah ukuran porsi yang banyak dan gede. Langsung dalam pikiran saya, akan mendapat limpahan atau tambahan makanan dari istri yang kemungkinanan besar tidak akan selesai dimakannya.

Alhamdulillah, apa yang menjadi bayangan saya sebelumnya tentang iga bakar di Konro Karebosi, musnah begitu kami mendatanginya untuk mencicipi. Yang terbersit dalam pikiran saya berikutnya adalah, semoga saya dapat kembali lagi...

Jakarta, 10 Oktober 2018.

10 October 2018

Ikan Bakar Paotere

Hari kedua kami berada di Makassar, Suawesi Selatan, tepatnya pada Sabtu, 6 Oktober 2018, tujuan untuk makan ikan bakar setelah Lae-Lae adalah ikan bakar di Rumah Makan Paotere. Informasi ini kami dapatkan dari teman-teman di dunia maya yang mengunggah rumah makan ini di blog atau vlog mereka setaah mereka berkunjung di rumah makan ini. Maka dari penginapan di daerah Pantai Losari pukul 11.00 meluncur ke lokasi dengan bantuan angkutan on line.

Rumah Makan Paotere berlkasi di seberang jalan pelabuhan tradisional dan pelelangan ikan Paotere. Dengan begitu, maka jlan depan rumah makan ini kadang sedikit tersendat. Maklum, selain daerah pelabuhan juga adalah karena jaanannya hanya muat untuk dua lajur kendaraan. 

Ikan bakar baronang, dan ikan bakar ayam-ayaman menjadi menu kami siang itu. Plus sayur bayam untuk menambah suasana segar pada siang hari tersebut. Dengan tiga model sambal sebagaimana yang disuguhkan di Rumah Makan Lae-Lae, yaitu sambal kacang, sambal dabu-dabu, dan sambal mangga. Alhamdulillah semua yang kami pesan habis kami makan dengan lahap.

Jakarta, 10 Oktober 2018.

Ikan Bakar Lae-Lae

Begitu sampai di Makassar, maka pertma kali makanan yang saya tawarkan kepada istri saya adalah ikan bakar dari Rumah Makan Lae-Lae yang lokasinya persis di pojok jalan Daeng Tompo dan Datu Museng, Maloku, Makassar. Lokasinya juga sangat dekat dengan antai Losari. Sebelum kesini, saya sudah memberitahukan beberapa hal yang saya sukai dari ikan bakar Lae-Lae ini. Yang terakhir saya kunjungi di sekitar bulan Agustus tahun 2010, ketika ada sebuh sekolah yang mengundang saya pada kala itu. 



Kebetulan pula, saya memilih penginapan yang dekat dengan beberapa lkasi penting bagi kami, utamanya yang dekat dekat Pantai Losari. Sehingga cukup buat kami tidak lebih dari 3 menit melangkah berjalan ke lokasi rumah makan tersebut. Menu yang kami pesan adalah ikan bakar dan pepes telur ikan. Sedang sayirnya adalah sayur pare yang di dalamnya telah diisi parutan kelapa.

Alhamdulillah, istri saya cocok dengan apa yang dipesannya. dan semua hidangan yang kami pesan habis maki santap. Alhamdulillah.

Jakarta, 10 Oktober 2018

09 October 2018

Masjid Apung

Selepas Subuh, saya berangkat dari hotel untuk menuju Pantai Losari yang hanya berjarak tidak lebih dari 100 meter. Temaram lampu di sepanjang pantai masih mengalahkan gelapnya waktu pagi itu. Debur ombak laut nyaris tidak terdengar karena Pantai Losari pagi itu telah menjadi bagian dari sebuah telak yang dikelilingi oleh tanjung reklamasi. Sampai di Losari saya menuju ke arah Jalan Tanjung Bunga didekat Pantai Bugis  untuk melihat langsung Masjid Apung, yang pintu gerbangnya masih terbuka. "Ditutup nanti pukul enam Pak." Kata petugas yang berjaga di halaman masjid ketika kami bertanya kepadanya tentang jadwal buka atau tutupnya.
Masjid Apung yang saya abadikan dalam video dari wilayah pantai depanmasjid.
Saya berdua istri mencoba mamasuki beberapa bagian dari masjid yang keren ini. Menjadi ikon di Losari sekaligus sebagai bagian penting bagi umat Islam yang ada di sekitar lokasi bila waktu shalat tiba. Manaiki tangga-tanggadengan desain memutar setengah lingkaran, yang ada hingga di lantai tiga masjid.
Akses jalan menuju masjid dari pantai. Indah sekali.
Pada waktu Magrib esok harinya, kami benar-benar mempersiapkan diri untuk berada di dalamnya dan bersama-sama dengan saudara kami guna menjalankan shalat. Alhamdulillah.

Jakarta, 9 Oktober 2018

Kopi Hitam

Saya memesan kopi hitam sembari menunggu waktunya makan siang di kedai Kopi Ujung, yang lokasinya ada di Jalan Somba Opu, seberang toko oleh-oleh Kerajinan, di Makassar. Saya memilih kopi hitam dan istri memesan kapucino. Saat itu, Sabtu tanggal 6 Oktober 2018, dan kami baru saja keluar dari toko Kerajinan setelah sebelumnya dari keliling tiga pulau dan masuk Fort Rotterdam. Waktu masih pukul 10.00. 


Semesntara acara berikut yang akan kami kunjungi adalah Rumah Makan Paotere yang berlokasi di seberang pelelangan ikan di pelabuhan tradisional Paotere.


Jakarta, 9 Oktober 2018

Pantai Losari, Makassar

Jumat, 5 Oktober 2018 malam, kami tiba di Makassar untuk menengok kembali setelah terakhir kali saya berkunjung di tahun 2010 untuk sebuah keperluan. Dan mengingat tujuan kedatangan kami kali ini adalah untuk keperluan pribadi, maka lokasi menginap kami pilih di dekat pantai losari. Tepatnya di Jalan Daeng Tompo, yang juga dekat dengan Rumah Makan Lae-Lae, coto H Daeng Tayang, toko oleh-oleh Kerajinan di jalan Somba Opu yang bersebarangan dengan kedai Kopi Ujung, dan tentunya Masjid Apung.

"Bapak ada di kamar lantai 10 ya Pak. Saya pilihkan view ke pantai." Demikian pesan penjaga hotel ketika memberikan kunci kamar kepada saya. Dan ini menjadi keberuntungan bagi saya dan istri untuk sesering mungkin melihat pemandangan laut Pantai Losari dengan berbagai aktivitas pengunjungnya.

Keriuhan disetiap sore hingga malam hari yang nyaris tanpa jeda. Bahkan beberapa tenta stand pameran yang mengokupasi lahan di pantai menutupi tulisan Pantai Losari yang menjadi perburuaan para swafoto. Juga suara dari berbagai musik sebagai bagian dari kegiatan yang selain menyemarakkan suasna pantai juga menjadi hiruk pikuk. Plus asa rokok yang terus menerus, serta berbagai sampah dan bekas cairan yang tumpah di hamparan pantai hasil reklamasi ini.



Dan kesemarakkan berganti di pagi hari dengan tujuan yang berbeda, seperti untuk sekedar jalan-jalan atau melihat suasana berbeda seperti yang saya lakukan ketika berjalan dari ujung Jalan Tanjung Bunga hingga di depan Rumah Makan Tjomot.

Makassar-Jakarta, 6-8 Oktober 2018.

Pulau Lae-Lae, Gusung, dan Kayangan

Kami memulai hari selama tiga pagi di Makassar sejak awal seusai sarapan di hotel. Dalam rencana kami, pukul 08.00 kami sudah keluar hotel menuju destinasi pertama. Seperti pagi pertama kami berada di Makassar, maka tujuan awalnya adalah mengelingi pulau yang ada di dekat kota Makassar tersebut. 

Maka pagi itu kami minta diantar oleh tukang becak menuju benteng Fort Rotterdam dimana seberang benteng akan ada beberapa perahu yang punya tujuan ke menuju Pulau Kayangan. Namun begitu becak sampai di depan benteng, seorang bapak, yang kemudian saya ketahui bernama Daeng Nai, menawari saya untuk mengelilingi 3 pulau dengan biaya 350 ribu rupiah. Dan tanpa menawar lagi saya langsung menyetujui rencana dia dengan memberikan beberapa catatan. Dan setelah sepakat, maka berangkatlah kami berdua menuju ke laut.
Penampakan pantai dari Pulau Kayangan. Masih tetap cantik, tetapi sepi pengunjung.
Yang pertama kami lintasi adalah Lae-Lae, nama yang sama dengan nama rumah makan di Jalan Datu Museng. Pulau ini merupakan pulau terbesar dari tiga pulau yang kami lintasi. Dengan bangunan menara masjid yang menjadi bangunan paling tinggi di pulau tersebut. Sedang Pulau Gusung menjadi pulau yang paling sempit. Yang tampak oleh kami dari kapal adalah warung makan.
Pulau Lae-Lae yang penuh dengan gambaran kesibukan. Karena bangunan dan jumlah kapal yang bersandar begitu banyak.

Saat melintas di Pulau Kayangan, saya kenangka hal yang berbalik pada saat saya pertama kali berkunjung ke pulau ini tahun 2005 yang lalu. Perbedaan yang kontras adalah keramaian. Pada tahun 2005, saya masih bertemu banyak pengunjung yang datang dan pergi ke pulau ini. Sementara pada saat ini, 2018, saya hanya melihat beberapa pemancing yang berada di anjungan pulau itu.
Jajaran kapal nelayanm yang siap melayani pelancong. Termasuk yang bermaksud ingin snorkling.
Kembali dari melintasi tiga pulau tersebut, Daeng Nai membawa kami melintasi tepi dermaga Makassar. Mulai dari sisi dermaga penumpang hingga di dermaga peti kemas.

Makassar-Jakarta, 6-9 Oktober 2018.

15 September 2018

Oleh-Oleh dari Kampung

Beberapa waktu lalu, ketika saya mudik ke kampung halaman, mendapatkan oleh-oleh dari teman satu paket lumayan besar dan banyak, berupa geblek. Geblek oleh-oleh ini masih berupa adonan yang telah berbentu lingkaran. Dengan demikian, nantinya jika kami ingin menyantapnya, maka kami tinggal memasaknya dengan cara menggoreng dengan menggunakan minyak yang lumayan banyak agar pada saat di goreng geblek tersebut tidak meledak-ledak.

Geblek makanan khas daerah kami yang berada di wilayah Kedu bagian selatan. Terbuat dari tepung tapioka atau tepung singkong. jika telah dimasak, makanan itu mirip dengan kerimpying. Bedanya, kalau kerimpying disajikan ketika digorengnya hingga matang dan kering. Sementara geblek digoreng matang tetapi asih relatif basah atau belum sampai kering.
Manikmati geblek oleh-oleh Purworejo.
Geblek yang menjadi oleh-oleh teman tersebut telah tersimpan di dalam kulkas rumah. Pernah dua kali saya menggorengnya di rumah untuk disantap pada sore hari sebagai teman menum teh sereh yang saya buat. Namun setelah itu saya lupa bahwa masih ada geblek di kulkas. Sampai suatu saat istri saya mengeluarkan semua geblek oleh-oleh tersebut dari kulkas dan meletakkannya di atas meja makan. Sehingga saya berpesan agar menyimpannya kembali untuk kemudian meminta agar bisa saya bawa ke sekolah guna dimasak dan dirasakan oleh teman-teman.

Benar saja, berbagai pernyataan dan rasa penasaran datang kepada saya melalui pesan wa, setelah saya mengirimkan gambar sedang makan geblek bersama teman di ruang masak sekolah dengan ditemani oleh dua siswa saya. Pertanyaan da rasa penasaran itu datang karena mereka rata-rata baru keli pertama makan makanan geblek yang saya bawa.

Jakarta, 15 September 2018

7 Penulis

Kamis, 13 September 2018, saya menerima dua eksemplar buku kumpulan cerita pendek, ynag terdiri 61 cerita pendek. Buku itu merupakan buku kumpulan cerita pendek yang ke-13 dan ke-14, yang diterbitklan oleh Penerbit Bestari. Cerita-cerita pendek tersebut merupakan karya dari anak-anak sekolah dasar di Jakarta, Tangerang, dan Depok, yang ikut serta dalam program menuisnya Kak Lala Elmira, One Day to Write. Dimana Kak Lala secara rutin memberikan bimbingan kepada anak-anak untuk menulis cerita. Dan dari sekian anak yang menjadi peserta menulisnya, 61 anak tersebut yang tulisannya masuk dalam dua buku yang ada di tangan saya.
Dan bersamaan dengan berlangsungnya IIBF, International Indonesia Book Fair, di Jakarta, pada 12-23 September 2018, maka Rabu, 12 September 2018, 7 (tujuh) siswa dari SD dimna saya berada, terpilih menjadi penulis berbakat dalam launching buku berjudul Dunia Senyum dan Serbuk Waktu yang diterbitkan oleh penerbit buku Bestari Jakarta.

Tujuh penulis dari peserta didik di sekolah dmna saya ada adalah; 
  1. Aisyah Nur Zahiyah, dengan cerita berjudul Aku Bisa Menari.
  2. Andi Alyssha Aurelia, dengan cerita berjudul Misteri Pintu ke-2000.
  3. Chaerannisa Syahira F, dengan cerita berjudul Antara Dia dan Aku.
  4. Dayanara Ardanari, dengan cerita berjudul Kuda Impian.
  5. Fadhila Zahra Laksanadewi, dengan cerita berjudul Dhildul: Si Ngak Bisa Diam.
  6. M Alif Fatif Ferdiansyah, dengan cerita berjudul Petualangan di Pulau Misterius.
  7. Nada Kirana Raseesha, dengan cerita berjudul Toko Buku Ajaib.

Atas prestasi menulisnya sehingga tulisannya berhasil dimuat dan terbit dalam buku Dunia Senyum dan Serbuk Waktu, kita sampaikan ucapan selamat kepada tujuh peserta didik tersebut. Dan ini menjadi buku ke-13 dan buku ke-14.
Jakarta, 15 September 2018.