Pagi itu, datang kepada saya seorang teman dengan wajah yang tidak segar. Bahkan teramat kusut. Seluruh wajahnya diselimuti kesedihan yang teraman sangat. Ini tidak lain karena dia sedang dirundung ujian berat dalam perjalanan kerier di tempat kerjanya. Sebagaimana yang kemudian ia ceritakan kepada saya.
"Tolonglah Pak. Bapak sepertinya yang dapat memberikan pertolongan kepada nasib saya." Begitulah lebih kurang kalimat yang digunakannya disela-sela menguaraikan masalah yang menimpanya.
Rupanya ia baru sja menjdapat surat perintah dari atasannya, atau semacam SK begitu, yang memberitahukan bahwa ia harus pindah lokasi kerjanya. Mungkin lokasi kerja sebelumnya adalah lokasi yang basah. Basah karena derasnya uang gratifikasi. Sedang lokasi kerja berikutnya adalah lokasi kerja yang hampir tiada aktifitas. Jadi kita bisa membayangkan bagaimana ia begitu gundah di pagi itu.
"Yang bisa menolong masa depan Bapak adalah Bapak sendiri. Bukan saya. Apa yang akan terjadi nanti setelah SK itu Bapak terima adalah implikasi dari kinerja Bapak di masa sebelumnya." kata saya diantara keluh kesahnya.
"Dan dari kinerja yang selama ini Bapak berikan untuk perusahaan barangkali memang itu lokasi yang paling pas untuk Bapak? Oleh karena itu jadikan perjalanan karier Bapak ini sebagai pelajaran hidup." kata saya sok memberikan nasehat.
"Tapi saya kan sudah bekerja di sini sejak perusahaan ini kecil Pak. Bahkan sebelum gedung perusahaan ini benar-benar dapat digunakan. Tolonglah Pak jadikan ini juga sebagai pengorbanan saya." jelasnya berikutnya.
Saya diam saja. Ingin sekali pikiran usil saya mengeluarkan pernyataan untuk menimpali apa yang dia maksud dengan perngorbanan dalam bekerja sebelum gedung perusahaan ini selesai dan dapat digunakan. Karena pikiran saya mengatakan bahwa dimana letak pengorbanannya kalau selama ia menunggui gedung yang dibangun itu adalah memang pekerjaan yang harus dia laksanakan dan dengan itu ia mendapatkan upah?
Alhamdulillah, saya mampu menahan untuk tidak mengeluarkan pernyataan ini hingga akhirnya teman itu keluar dari ruang kerja saya. Lega.
Saya baru benar-benar mengerti apa yang sesungguhnya terjadi ketika beberapa orang, yang juga sebagai temannya datang kepada saya dan mau berbagi cerita tentang apa yang melatarbelakangi terjadinya mutasi atas temannya itu.
Dari sana, saya dapat mengerti apa yang menjadi jalan pikiran atasan teman saya itu sehingga harus mengambil keputusan untuk melakukan mutasi atas diri teman saya itu. Seperti kata-kata saya kepada teman saya ketika ia datang dan bercerita kepada saya di pagi itu; dari kinerja yang selama ini ditampilkan kepada amanah yang diberikan kepadanya oleh perusahaan, memang lokasi kerja itulah yang paling pas untuknya?
Jakarta, 2 September 2014.
No comments:
Post a Comment