"Apa yang tadi Ibu sampaikan dalam pembelajaran di dalam kelas ketika saya ada di sana Bu?" Demikian pertanyaan seorang asesor kepada seorang guru yang tadi kelasnya dikunjungi untuk diobservasi. Pertanyaan ini disampaikan asesor ketika ia meminta bertemu untuk berdiskusi atas hasil observasi kelasnya seusai Ibu Guru tersebut mengajar.
"Pada rencana mengajar yang mana dari dokumen yang Ibu miliki tersebut? Mungkin Ibu bisa tunjukkan kepada saya?" Lanjut asesor tersebut di ruang aula sekolah. Ruangan yang pada masa akreditasi sekolah itu disulap sebagai ruang administrasi, ruang makan, ruang presentasi, danjuga ruang varifikasi data.
Ibu guru yang ditanya tidak menunjukkan sikap aneh atau bahkan panik sedikitpun. Dengan tenang, karena ibu guru tersebut merasa benar-benar telah melengkapi apa yang disyaratkan ketentuan sehingga tidak ada yang patut dikawatirkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh asesor kepadanya, membuka halaman-halaman buku rencana mengajarnya.
"Yang ini Pak." kata Ibu Guru itu sambil membuka halaman dan menujuk poin yang dimaksudkan kepada asesor yang duduk disebelahnya. Asesor tentu juga dengan tenang membaca butir-butir rencana mengajar tersebut secara berurut dari baris paling atas hingga bawah dan membuka halaman berikutnya.
"Dalam rencana mengajar yang Ibu buat ini, ibu sebutkan bahwa pembelajaran menggunakan metode kelompok, mengapa ibu tadi memberikannya dengan memberikan presentasi? Mungkin ibu merasa dengan presentasi maka pebelajaran akan lebih berhasil?" Tanya asesor.
Pada tahap ini, Ibu Guru itu sudah mulai goyah keyakinan akan apa yang telah ia lakukan. Mulai dari membuat rencana, alat belajar, hingga melakukan pembelajaran di dalam kelas. Fase ketidakyakinan ini berawal dari pertanyaan yang asesor sampaikan tersebut. Karena ia memang tidak menyadari bahwa pembelajaran yang dia lakukan tadi itu ternyata dalam rencana yang ada dilakukan dengan menggunakan kelompok.
"Atau Ibu lupa bahwa dalam rencana yang Ibu buat seharusnya dengan belajar kelompok Bu?" tanya asesor lagi. Pertanyaan yang semakin membuatnya terpojok. Karena memang kelupaannya akan rencana yang telah dibuat sebelumnya itu.
Buat saya, yang ketika kegiatan akreditasi sekolah berlangsung, berada di dalam luar lingkaran lembaga, apa yang disampaikan oleh asesor tersebut adalah sebuah keberhasilan atas penemuan hal kecil yang berharga.Penemuan semacam itu memberikan bukti bahwa ada guru yang membuat rencana mengajar tetapi sekedar sebagai persyaratan administratif dan dokumen tersebut tidak akan digunakan sebagai rujukan yang harus ia lakukan ketka proses belajar bersama anak didiknya berlangsung.
Ibu guru yang ditanya tidak menunjukkan sikap aneh atau bahkan panik sedikitpun. Dengan tenang, karena ibu guru tersebut merasa benar-benar telah melengkapi apa yang disyaratkan ketentuan sehingga tidak ada yang patut dikawatirkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh asesor kepadanya, membuka halaman-halaman buku rencana mengajarnya.
"Yang ini Pak." kata Ibu Guru itu sambil membuka halaman dan menujuk poin yang dimaksudkan kepada asesor yang duduk disebelahnya. Asesor tentu juga dengan tenang membaca butir-butir rencana mengajar tersebut secara berurut dari baris paling atas hingga bawah dan membuka halaman berikutnya.
"Dalam rencana mengajar yang Ibu buat ini, ibu sebutkan bahwa pembelajaran menggunakan metode kelompok, mengapa ibu tadi memberikannya dengan memberikan presentasi? Mungkin ibu merasa dengan presentasi maka pebelajaran akan lebih berhasil?" Tanya asesor.
Pada tahap ini, Ibu Guru itu sudah mulai goyah keyakinan akan apa yang telah ia lakukan. Mulai dari membuat rencana, alat belajar, hingga melakukan pembelajaran di dalam kelas. Fase ketidakyakinan ini berawal dari pertanyaan yang asesor sampaikan tersebut. Karena ia memang tidak menyadari bahwa pembelajaran yang dia lakukan tadi itu ternyata dalam rencana yang ada dilakukan dengan menggunakan kelompok.
"Atau Ibu lupa bahwa dalam rencana yang Ibu buat seharusnya dengan belajar kelompok Bu?" tanya asesor lagi. Pertanyaan yang semakin membuatnya terpojok. Karena memang kelupaannya akan rencana yang telah dibuat sebelumnya itu.
Buat saya, yang ketika kegiatan akreditasi sekolah berlangsung, berada di dalam luar lingkaran lembaga, apa yang disampaikan oleh asesor tersebut adalah sebuah keberhasilan atas penemuan hal kecil yang berharga.Penemuan semacam itu memberikan bukti bahwa ada guru yang membuat rencana mengajar tetapi sekedar sebagai persyaratan administratif dan dokumen tersebut tidak akan digunakan sebagai rujukan yang harus ia lakukan ketka proses belajar bersama anak didiknya berlangsung.
Jakarta, 17-18 September 2014.
No comments:
Post a Comment