Sejak hari pertama masuk sekolah pada hari Senin, 15 Juli lalu, maka itu telah masuk bulan Ramadhan. Bulan puasa. Inilah saat dimana anak-anak didik kami tidak merasakan libur awal puasa sebagaimana pada saat-saat sekolah di dua tahun pelajaran yang lalu. Karena awal puasa atau hari pertama puasa Ramadhan pada tahun pelajaran ini jatuh ketika anak-anak sedang libur akhir tahun pelajaran.
Itu semua karena perbedaan antara kalender Komariah atau tahun Hijriah dengan kalender Masehi. Dimana perbedaan itu adalah 10 lebih seperempat hari pada setiap tahunnya. Sehingga, keika tahun pelajaran tetap berlangsung pada setiap Juli dan berakhir pada setiap bulan Juni setiap tahunnya, maka pergeseran libur selalu menjadi nikmat tersendiri bagi siswa dan sekaligus juga guru di sekolah.
Seperti beberapa teman saya yang 'terpaksa' libur akhir tahun pelajarannya selama 7 pekan. Ini karena libur akhir tahun pelajaran digabung dengan libur Idul Fitri. Dengan itu, maka sejak anak-anak menerima rapot akhir tahun pelajaran yang lalu, mereka baru akan kembai ke sekolah bersama-sama kami setelah hari Idul Fitri. Bebeda dengan sekolah dimana saya berada di dalamnya. Kami masuk lebih kurang tiga pekan selama di bulan Ramadhan, kemudian akan libur kembali karena Idul Fitri.
Apa yang istimewa masuk sekolah di bulan Ramadhan? Bagi anak-anak Indonesia, atau bahkan tidak sekedar anak sekolah dan gurunya, namun juga hampir semua instansi yang ada, masuk sekolah di bulan Ramadhan akan mendapat pengurangan waktu belajar. Di beberapa sekolah, jam sekolah menjadi lebih siang, dan jam pulang sekolahnya menjadi lebih cepat. Alhasil, nikmat juga bukan?
Berbeda lagi dengan sekolah dimana saya berada di dalamnya, bahwa anak-anak tetap masuk sekolah pada jam sebagaimana biasanya, hanya jam pulang mereka menjadi lebih cepat. Seusai anak-anak melaksanaan Shalat Jamaah, maka mereka akan segera pulang.
Meski pulang lebih cepat dari hari biasanya, tidak ada anak yang karena melaksanakan puasa sehingga mereka menjadi lebih lembek. Misalnya dengan tidak masuk sekolah karena masih ngantuk saat jam datang ke sekolah. Dari kelas-kelas yang saya pantau, ketidakhadiran siswa lebih banyak dikarenakan oleh masalah penyakit. Sakit demam misalnya. Seperti informasi dari suster UKS di sekolah kami menceritakan.
Berbeda juga dengan apa yang pernah saya alami ketika saya masih seusia anak-anak itu dulu. Dimana setiap Ramadhan, sekolah libur. Dan itu justru membuat saya dan teman-teman kebingungan megisi waktu dari bangun tidur setelah Subuh hingga bedug Magrib berbunyi sebagai tanda boleh membatlkan puasa. Alhasil, saya dan teman-teman di kampung akan berputar-putar di sekitaran rumah kami untuk waktu yang begitu lama itu.
Mungkin itu jugalah yang, seingat saya, saya dan teman-teman benar-benar berjuang untuk bertahan agar puasa kami terjaga hingga waktu Magrib datang. Begitukah? Atau karena selain anak-anak sekarang ada waktu sekolah selama Ramadhannya, atau memang mereka lebih kuat dibanding saya keika saya kecil?
Allahua'alam bi shawab...
Jakarta, 24 Juli 2013.
No comments:
Post a Comment