Beberapa waktu ini, saya baru saja selesai mengantarkan anak kami untuk memilih kamar kos. Dan tampaknya perburuan lokasi kos masih akan berlanjut setelah Idul Fitri ini. Sebuah pengalaman yang semestinya biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Namun perlu juga saya catat sebagai pengingat akan apa yang telah kami jalani dalam masa-masa awal kuliah nak bontot saya. Yang antara lain adalah mencari tempat kos yang cocok. Cocok jarak lokasi kos ke kampus. Cocok kondisi dan fasilitas yang memang dibutuhkan. Cocok dengan harga dan sekaligus dengan cara pembayarannya. Itu semua beradu dalam satu kepentingan.
Dan itu pulalah yang kami jalani beberapa waktu yang lalu dan juga nanti setelah Idul Fitri. Yang pasti, kami akan mendatangi rumah-rumah kos, yang kadang satu dengan lainnya tidak dalam satu lokasi yang berdekatan. Alhasil, kalau lokasi kos satu dengan lainnya berjauhan atau bahkan beda lokasi, maka dapat dibayangkan berapa kali kami harus mematikan dan menyalakan mesin kendaraan. Belum lagi jika lokasi yang satu dengan lokasi yang lain itu dihubungkan oleh jalan yang memang tidak dirancang sejak awal. Baik kondisi jalannya atau juga belok dan menikungnya.
Kampus Relokasi dan Kampus Tetap
Tentang kondisi jalan dn juga bentuk jalannya, sejauh dari pengalaman saya, tampaknya banyak sekali dipengaruhi oleh apakah kampus yang menjadi tempat kuliah itu adalah relokasi atau tetap. Relokasi artinya, karena satu dan lain hal maka lokasi harus berpindah. Dn karena lokasi tempat berpindahnya itu eks ladang atau kebun, maka pertumbuhan hunian disekitar kampus akan kurang tertata dengan baik. Utamanya yang menyangkut akses jalan. Sedang di kampus yang tetap, belum ada relokasi karena dianggap masih mencukupi, maka kondisi akses jalannya relatif teratur.
Dengan gambaran seperti itu, dapat dibayangkan bagaimana jika Anda yang sedang berkendara terjebak di gang atau jalan yang berada di sebuah rumah-rumah kos dengan infrastrukstur jalan yang kurang mendukung. Meski akan ada solusi, pengalaman saya, itu menjadi situasi yang tidak mengenakkan. Bersyukur jika kita mengendarai kendaraan roda dua.
Berbeda dengan lingkungan rumah kos yang adalah perumahan. Disana jalan-jalan sudah tertata. Meski kondisi jalan itu tidak semulus jalan tol, namun tetap memberikan kepastian bagi penggunanya. Setidaknya para pengguna akan terbebas dari was-was jika harus bertemu dengan kendaraan lain.
Fasilistas VS 'Kenyamanan'
Selain kondisi jalanan, dari pengalaman yang baru saja saya lakoni, adalah bagaimana para calon penghuni kos itu ditawari dan disuguhi tentang fasilitas kos dan 'kenyamanan'. Dua hal yang juga berkolaborasi dengan lokasi serta jarak kos-kampus. Dan itu semua bermuara kepada biaya.
Saya teringat pada masa puluhan tahun yang lalu ketika saya berkunjung di tempat kos sahabat saya di Bulak Sumur. Bagaimana anak-anak putri yang kos mendapatkan kamar di dalam rumah induk kosnya. Sedang mahasiswa putranya berada di dalam sebuah paviliun yang dibangun di samping rumah utama. Juga ketika saya berkunjung di daerah UH, dimana satu kamar kos dengan divan, diisi oleh beberapa teman. Sebuah kondidi yang sekarang ini sangat berbeda. Dimana wi-fi atau bahkan air panas serta pantauan cctv menjadi ikon bagi sebuah tempat kos.
Dan itu semua pasti karena kos menjadi sebuah komuditi utama bagi beberapa orang di lokasi tertentu. Tidak ada yang keliru. Tetapi ada sesuatu yangberubah dalam kemajuan hidup kita. Tentu bagi mereka yang memang pencari tempat kos.
Jakarta, 24-31 Juli 2013.
No comments:
Post a Comment