Hari ini, Jumat, 12 April 2013, tiga hari pelaksanaan Ujian Nasional SMA dan sederajat pada Senin, 15 April 2013, seluruh siswa SMA dan sederajat belajar di rumah, alias libur. Untuk kelas XII mereka harus belajar di rumah sebagai hari persiapan melaksanakan UN. Sedang siswa kelas X-XI juga harus belajar di rumah mengingat seluruh guru yang terlibat dalam suksesnya pelaksanaan UN harus bertemu/rapat kepanitiaan untuk melakukan koordinasi.
Itulah sedikit gambaran tentang betapa UN benar-benar memang sebuah hajatan nasional. Karena itu, maka hasil Ujian Nasional akan menjadi ukuran keberhasilan bagi kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah formal.
Jadwal UN SMA dan sederajat dari; http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/pengumuman/1013 |
UN Jujur?
Karena hasil Ujian Nasional menjadi bagian dari alat ukur bagi hasil belajar di sebuah lembaga, juga bagi sebuah daerah, maka disinilah justru awal mula bagi sebuah ikhtiar daerah-daerah agar tidak kehilangan muka (baca:martabat) bagi daerahnya masing-masing. Usaha atau ikhtiar itu antaralain dapat berupa pembentukan semacam 'tim sukses'. Dan tim ini bekerja kadang bukan hanya bertumpu kepada bagaimana proses belajar yang berkualitas untuk sebuah hasil UN yang maksimal. Namun usaha-usaha lain yang menyakitkan hati dan sekaligus jiwa bagi stake holder pendidikan yang berotak waras.
Maka jika dalam situasi yang dimikian ini masih ada penguasa suatu daerah yang berprinsip jujur, mereka akan menjadi barang langka. Seperti apa yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta di koran on-line:Tak Pasang Target; Jokowi: Yang Penting UN Jujur
(http://kampus.okezone.com/read/2013/04/10/373/789220/jokowi-yang-penting-un-jujur).
Namun bagaimanakah praktek tidak jujur dalam usaha mendongkrak harga diri suatu lembaga sekolah atau sebuah daerah? Bukankah dalam satu ruang ujian yang terdiri dari 20 peserta ujian, mereka masing-masing akan menerima jenis soal yang berbeda satu sama lain namun tetap dalam tingkat kesulitan yang sama seperti apa yang diamanahkan dalam POS UN tahun 2013?
Apakah mungkin seorang anak menerima SMS 'bocoran' kunci jawaban UN di pagi hari beberapa menit sebelum Ujian Nasional digelar? Bukankah kalau demikian anak harus menerima 20 model kunci jawaban tersebut? Bagaimanakah anak-anak yang tertular virus bodoh dan anti kejujuran tersebut membawa masuk kunci-kunci jawaban itu ke dalam ruang ujian?
Masukkah di akal kita? Itupun kalau masih ada para penjual dan sekaligus pembeli 'bocoran' kunci jawaban UN...
Jakarta, 12 April 2013.
No comments:
Post a Comment