Pagi itu, mungkin untuk beberapa kali kejadiannya, walau juga tidak sering-sering, saya bertemu dengan seorang anak yang masuk sendirian di sekolah. Mengapa sendirian, karena seluruh teman-temannya tidak ada yang datang ke sekolah untuk hari itu. Semua temannya datang langsung ke lokasi latihan terakhir untuk kegiatan pentas akhir tahun sekolah di gedung pertunjukkan. Kok bisa? Ya memang bisa dan sebagaimana tadi saya kemukakan kadang-kadang walau tidak sering sekali, hal seperti itu terjadi.
Sebagai guru, kejadian ini memang bukan untuk yang kali pertama. Dan meski kita sebagai guru telah membuat catatan di Buku Komunikasi atau juga kita sebut sebagai Buku Penghubung, juga secara lisan kita sampaikan di kelas, masih ada saja anak-anak yang 'beda' dengan teman-temannya. Dan apapun alasannya, esensinya hanya satu; tidak tahu.
Seperti pagi itu, ketika bertemu dia di halaman sekolah, saya langsung bertanya; mengapa datang ke sekolah pagi hari? Bukankah Ibu guru dan Ibu Kepala Sekolah sudah memberitahukan kalian untuk tidak datang ke sekolah di pagi hari, tetapi datang langsung ke tempat latihan terakhir di gedung pertunjukkan pada siang nanti pukul 14.00? Dan sama saja jawabannya; tidak tahu Pak.
Berbagai Argumen tidak Tahu
Terdapat berbagai argumentasi mengapa anak itu tetap datang ke sekolah. Dari pengalaman sebelumnya, orangtua dan anak memang sama-sama tidak tahu. Maka dengan stel yakin anak itu datang ke sekolah dengan di antar ayahandanya sembari langsung menuju ke kantor. Namun ketika melihat halaman sekolah yang sepi, maka pertanyaannya adalah; kok libur Pak? Dan ketika kita berikan penjelasan bahwa libur untuk hari ini, maka pertanyaan berikutnya adalah; Mengapa tidak memberitahukan Pak?
Atau ada pula pengalaman yang lain, bahwa anak sudah memberitahukan kedua orangtuanya bahwa hari itu libur sekolah karena hari sebelumnya mereka baru saja melaksanakan kegiatan luar sekolah hingga sore harinya, namun pihak orangtua tidak mempercayai penjelasan dan keterangan anak. Ini juga karena si anak kehilangan surat dari sekolah yang menjelaskan sekolah libur di hari tersebut. Alhasil, mereka datang ke sekolah disaat semua temannya libur.
Contoh lain lagi, sebagaimana yang saya temui pada pagi itu. Ketika kedapatan bahwa anak tersebut hadir di sekolah sendirian hingga pukul 08.00, maka kami segera menghubungi pihak keluarga. Dan informasi yang kami dapatkan adalah bahwa orangtua mengetahui bila hari itu adalah hari libur. Namun karena si anak ngotot bahwa hari itu tetap masuk seperti biasa, maka orangtua mengantar juga sang anak ke sekolah. Dan sadarnya anak bahwa informasinya tidak lebih valid dari informasi orangtuanya, menjadikan anak tersebut menginsyafinya.
Dan dari anekdot tersebut, mana yang lebih sering terjadi jika ada anak datang ke sekolah disaat teman lainnya libur? Adalah anekdot pertama. Dan mana yang lebih membuat kesal orangtua? Adalah anekdot pertama dan kedua. Dimana ketika pihak orangtua tidak mengetahui. Untuk itulah, sebagai bagian dari operasional sebuah sekolah, pelajaran yang dapat adalah memastikan secara yakin bahwa orangtua mengetahui jadwal kegiatan yang ada di sekolah minimal satu bulan ke depan. Pengetahuan dan kesadaran ini sebagai langkah prediktif dari terjadinya miss komunikasi. Semoga. Amin.
Sebagai guru, kejadian ini memang bukan untuk yang kali pertama. Dan meski kita sebagai guru telah membuat catatan di Buku Komunikasi atau juga kita sebut sebagai Buku Penghubung, juga secara lisan kita sampaikan di kelas, masih ada saja anak-anak yang 'beda' dengan teman-temannya. Dan apapun alasannya, esensinya hanya satu; tidak tahu.
Seperti pagi itu, ketika bertemu dia di halaman sekolah, saya langsung bertanya; mengapa datang ke sekolah pagi hari? Bukankah Ibu guru dan Ibu Kepala Sekolah sudah memberitahukan kalian untuk tidak datang ke sekolah di pagi hari, tetapi datang langsung ke tempat latihan terakhir di gedung pertunjukkan pada siang nanti pukul 14.00? Dan sama saja jawabannya; tidak tahu Pak.
Berbagai Argumen tidak Tahu
Terdapat berbagai argumentasi mengapa anak itu tetap datang ke sekolah. Dari pengalaman sebelumnya, orangtua dan anak memang sama-sama tidak tahu. Maka dengan stel yakin anak itu datang ke sekolah dengan di antar ayahandanya sembari langsung menuju ke kantor. Namun ketika melihat halaman sekolah yang sepi, maka pertanyaannya adalah; kok libur Pak? Dan ketika kita berikan penjelasan bahwa libur untuk hari ini, maka pertanyaan berikutnya adalah; Mengapa tidak memberitahukan Pak?
Atau ada pula pengalaman yang lain, bahwa anak sudah memberitahukan kedua orangtuanya bahwa hari itu libur sekolah karena hari sebelumnya mereka baru saja melaksanakan kegiatan luar sekolah hingga sore harinya, namun pihak orangtua tidak mempercayai penjelasan dan keterangan anak. Ini juga karena si anak kehilangan surat dari sekolah yang menjelaskan sekolah libur di hari tersebut. Alhasil, mereka datang ke sekolah disaat semua temannya libur.
Contoh lain lagi, sebagaimana yang saya temui pada pagi itu. Ketika kedapatan bahwa anak tersebut hadir di sekolah sendirian hingga pukul 08.00, maka kami segera menghubungi pihak keluarga. Dan informasi yang kami dapatkan adalah bahwa orangtua mengetahui bila hari itu adalah hari libur. Namun karena si anak ngotot bahwa hari itu tetap masuk seperti biasa, maka orangtua mengantar juga sang anak ke sekolah. Dan sadarnya anak bahwa informasinya tidak lebih valid dari informasi orangtuanya, menjadikan anak tersebut menginsyafinya.
Dan dari anekdot tersebut, mana yang lebih sering terjadi jika ada anak datang ke sekolah disaat teman lainnya libur? Adalah anekdot pertama. Dan mana yang lebih membuat kesal orangtua? Adalah anekdot pertama dan kedua. Dimana ketika pihak orangtua tidak mengetahui. Untuk itulah, sebagai bagian dari operasional sebuah sekolah, pelajaran yang dapat adalah memastikan secara yakin bahwa orangtua mengetahui jadwal kegiatan yang ada di sekolah minimal satu bulan ke depan. Pengetahuan dan kesadaran ini sebagai langkah prediktif dari terjadinya miss komunikasi. Semoga. Amin.
Jakarta, 12 Juni 2012.
No comments:
Post a Comment