Pagi ini, ketika anak-anak baru saja berdatangan dan sampai di halaman sekolah, saya mendapat seorang anak kelas satu yang mendekat dengan wajah yang ingin disapa. Saya hafal benar dengan perilaku anak-anak itu. Pura-pura dekat padahal sebenarnya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Dan penyampaiannya itu sepertinya pas kalau momennya kita sebagai orang dewasa membuka pintu atau memulai percakapan terlebih dahulu. Begitulah gerak-gerik dari perilaku anak-anak yang saya dapat tandai. Termasuk pagi hari itu. Dengan seorang anak laki-laki yang masih duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. Bercelana dan berkemeja pakaian seragam hari Senin, putih-putih.
Pinjam Telepon
Dan itulah memang yang terjadi kemudian. Setelah saya bertanya mengapa wajahnya tampak tidak terlihat bahagia, dan saya bertanya apakah sedang sakit? Dia langsung mengaduan permasalahannya. Dikatakannya bahwa ia mengenakan pakaian seragam yang tidak sama dengan teman-teman di kelasnya. Dima pada saat itu karena kegiatan kelas sedang sibuk dengan persiaan pentas akhir tahun sekolah, maka anak-anak diperkenankan mengenakan pakaian bebas bernuansa hijau, dan dia sendiri justru mengenakan pakaian seragam hari Senin.
Tetapi saya merasakan adanya ketidakpercayaan diri yang pada saat itu menonjol. Hal ini harus kita sadari karena anak tersebut masih duduk di kelas satu sekolah dasar, yang memang menjadi paling berbeda diantara yang lain, yang justru 'seragam' mengenakan kaos. Dan meski jaminan dari saya yang saya sampaikan secara langsung kepadanya bahwa tidak mengenakan kaos sebagaimana teman-temannya kenakan tidak apa-apa, tetap saja anak tersebut meminta saya untuk meminjamkan telpon guna menelpon kepada orangtuanya yang mungkin sudah berada di rumah atau mungkin saja sedang di perjalanan ke kantor, guna memberitahukan apa yang terjadi.
Dan saya berpikir bahwa anak itu akan meminta orang yang ada di rumah untuk mengantarkan kaos agar dia bisa berganti. Namun saya meyakinkan kepadanya bahwa pakaiannya yang salah atau tidak sama dengan apa yang dikenakan teman-temannya tidak menjadi masalah.
Karena belum juga merasa nyaman, maka saya ajak anak tersebut masuk ke dalam kelas menemui gurunya. Nanti, pikir saya, saya akan memberikan jaminan sekali lagi dengan mengatakan bahwa pakaian yang dia kenakan tidak apa-apa langsung kepada guru kelasnya, dihadapannya.
Konfirmasi
Kejadian seperti itu di sekolah, menjadi sebuah kasus atau mungkin paling pas kalau saya katakan sebagai anekdot normal. Karena anak kecil sungguh tidak bisa menerima sesuatu yang diluar norma yang menjadi anutan bersama. Anak begitu bermasalah ketika ia berbeda sendirian, meski itu adalah baju seragam. Itulah barangkali yang harus juga menjadi perhatian kita sebagai orangtua anak di rumah. Kita tidak dapat melepas anak kita di sekolah begitu saja. Dan menyambung silaturahim dengan pihak sekolah ataurajin mengikutinya meski melalui buku komunikasi atau mungkin surat-surat edaran yang ada, menjadi bentuk konfirmasi yang efektif agar anak kita tidak tertinggal atau kehilangan rasa nyaman sebagaimana salah seragam seperti cerita saya ini. Semoga.
Dan saya berpikir bahwa anak itu akan meminta orang yang ada di rumah untuk mengantarkan kaos agar dia bisa berganti. Namun saya meyakinkan kepadanya bahwa pakaiannya yang salah atau tidak sama dengan apa yang dikenakan teman-temannya tidak menjadi masalah.
Karena belum juga merasa nyaman, maka saya ajak anak tersebut masuk ke dalam kelas menemui gurunya. Nanti, pikir saya, saya akan memberikan jaminan sekali lagi dengan mengatakan bahwa pakaian yang dia kenakan tidak apa-apa langsung kepada guru kelasnya, dihadapannya.
Konfirmasi
Kejadian seperti itu di sekolah, menjadi sebuah kasus atau mungkin paling pas kalau saya katakan sebagai anekdot normal. Karena anak kecil sungguh tidak bisa menerima sesuatu yang diluar norma yang menjadi anutan bersama. Anak begitu bermasalah ketika ia berbeda sendirian, meski itu adalah baju seragam. Itulah barangkali yang harus juga menjadi perhatian kita sebagai orangtua anak di rumah. Kita tidak dapat melepas anak kita di sekolah begitu saja. Dan menyambung silaturahim dengan pihak sekolah ataurajin mengikutinya meski melalui buku komunikasi atau mungkin surat-surat edaran yang ada, menjadi bentuk konfirmasi yang efektif agar anak kita tidak tertinggal atau kehilangan rasa nyaman sebagaimana salah seragam seperti cerita saya ini. Semoga.
Jakarta, 11 Juni 2012.
No comments:
Post a Comment