Ada sahabat yang datang dari Bengkulu. Sahabat di SPG. Tentunya juga sebagai guru seperti saya. Kedatangannya di masa liburan bersama keluarganya, ia menginap di tempat tinggalku di Slipi. Ketika itu, meski adalah masa libur sekolah, namun sebagai pengelola lambaga, saya masih harus aktif ke kantor. Artinya, ketika ia datang sulit bagi saya untuk dapat melayani secara khusus. Mengingat saya harus kantor.
Menjelang senja, kami terlibat cengkerama di teras rumah. Mungkin ada rencana yang telah sahabat saya susun untuk hari besok. Lalu saya pun mengusulkan untuk mengunjungi sekolah-sekolah yang kebetulan saya mengenalnya dengan baik. Ini kalau dia setuju. Saya tidak mau memaksa karena ini adalah liburannya. Dan usul saya untuk berkunjung ke sekolah-sekolah tersebut sebenarnya bukan termasuk dalam pengisian masa liburan. Namun diluar dugaan bahwa sahabat saya dan istrinya yang juga guru menyetujui usulan saya.
Maka jadilah saya menyiapkan diri untuk hari besok, yang menurut gambaran saya yang telah terbiasa berjibaku dengan sulitnya 'bergerak' di jalanan Jakarta, dengan secepatnya berpamitan untuk istirahat. Mengingat tujuan pertama yang akan sambangi adalah sekolah di Cipete, Cilandak, lanjut ke sekolah yang ada di perumahan Bintaro Jaya Sektor IX Tangerang, Lanjut ke sekolah dimana saya bekerja sekaligus saya ngantor barang dua jam di daerah Pulomas, Jakarta Timur, dan yang terakhir adalah sekolah anak saya di wilayah Tebet Barat, Jakarta Selatan. Empat sekolah selama satu hari saja. Kami berangkat dari tempat tinggal saya di Slipi Jakarta Barat pada pukul 07.00.
Dan untuk setuiap lokasi sekolah yang kami kunjungi, saya selalu mengajak sahabat saya, Istr dan anaknya berkeliling melihat bagian-bagian sekolah yang lebih kurang memakan waktu satu setengah jam.
Pada pagi hari sebelum kami mengawali perjalanan, sahabat saya sempat sesumbar kalau dirinya juga orang yang cukup memiliki ketahanan fisik untuk 'berjuang hidup' di Jakarta. Dan hari itu adalah pembuktiannya. Ia merasa diri tidak kalah dengan saya.
Sekitar pukul 11.00, kami telah menyelesaikan setengah perjalanan kami. Dan pada jam itu pula kami meluncur menuju Pulomas di Jakarta Timur dengan rute Tol Pandok Aren-Pondok Indah-Cawang-Rawamangun. Pukul 12.00 kami sampai di sekolah ketiga. Setelah puas mengitari seluruh 'pelosok' yang terdapat di sekolah saya di Pulomas, sekitar pukul 15.00 kami menuju ke Tebet Barat. Ini adalah sekolah keempat yang menjadi tujuan terakhir kami. Pukul 17.00 kami sudah meluncur pulang ke Slipi.
Dalam perjalanan pulang itu, kembali saya menawarkan apakah mau memilih jalur tol Pancoran-Senayan atau memilih jalur arteri? Pertimbangannya saya berikan. Dan sahabat saya memilih jalur arteri. Supaya banyak yang dapat dilihat. Katanya. Apa yang terjadi selama jalur Pancoran-Senayan? Seperti normalnya Jakarta. Macet. Dan ketika kami sampai di sekitar kantor PMI, sahabat saya dan keluarganya semua tak tertahankan untuk menahan kelelahannya. Mereka semua pulas dalam kemacetan Jakarta. Saya yang menjadi driver-nya terpaksa harus merasakan perjalanan itu dengan merayap.
Di depan gedung DPR/MPR, saya bangunkan sahabat saya.
Jakarta, 23 Februari 2011.
Menjelang senja, kami terlibat cengkerama di teras rumah. Mungkin ada rencana yang telah sahabat saya susun untuk hari besok. Lalu saya pun mengusulkan untuk mengunjungi sekolah-sekolah yang kebetulan saya mengenalnya dengan baik. Ini kalau dia setuju. Saya tidak mau memaksa karena ini adalah liburannya. Dan usul saya untuk berkunjung ke sekolah-sekolah tersebut sebenarnya bukan termasuk dalam pengisian masa liburan. Namun diluar dugaan bahwa sahabat saya dan istrinya yang juga guru menyetujui usulan saya.
Maka jadilah saya menyiapkan diri untuk hari besok, yang menurut gambaran saya yang telah terbiasa berjibaku dengan sulitnya 'bergerak' di jalanan Jakarta, dengan secepatnya berpamitan untuk istirahat. Mengingat tujuan pertama yang akan sambangi adalah sekolah di Cipete, Cilandak, lanjut ke sekolah yang ada di perumahan Bintaro Jaya Sektor IX Tangerang, Lanjut ke sekolah dimana saya bekerja sekaligus saya ngantor barang dua jam di daerah Pulomas, Jakarta Timur, dan yang terakhir adalah sekolah anak saya di wilayah Tebet Barat, Jakarta Selatan. Empat sekolah selama satu hari saja. Kami berangkat dari tempat tinggal saya di Slipi Jakarta Barat pada pukul 07.00.
Dan untuk setuiap lokasi sekolah yang kami kunjungi, saya selalu mengajak sahabat saya, Istr dan anaknya berkeliling melihat bagian-bagian sekolah yang lebih kurang memakan waktu satu setengah jam.
Pada pagi hari sebelum kami mengawali perjalanan, sahabat saya sempat sesumbar kalau dirinya juga orang yang cukup memiliki ketahanan fisik untuk 'berjuang hidup' di Jakarta. Dan hari itu adalah pembuktiannya. Ia merasa diri tidak kalah dengan saya.
Sekitar pukul 11.00, kami telah menyelesaikan setengah perjalanan kami. Dan pada jam itu pula kami meluncur menuju Pulomas di Jakarta Timur dengan rute Tol Pandok Aren-Pondok Indah-Cawang-Rawamangun. Pukul 12.00 kami sampai di sekolah ketiga. Setelah puas mengitari seluruh 'pelosok' yang terdapat di sekolah saya di Pulomas, sekitar pukul 15.00 kami menuju ke Tebet Barat. Ini adalah sekolah keempat yang menjadi tujuan terakhir kami. Pukul 17.00 kami sudah meluncur pulang ke Slipi.
Dalam perjalanan pulang itu, kembali saya menawarkan apakah mau memilih jalur tol Pancoran-Senayan atau memilih jalur arteri? Pertimbangannya saya berikan. Dan sahabat saya memilih jalur arteri. Supaya banyak yang dapat dilihat. Katanya. Apa yang terjadi selama jalur Pancoran-Senayan? Seperti normalnya Jakarta. Macet. Dan ketika kami sampai di sekitar kantor PMI, sahabat saya dan keluarganya semua tak tertahankan untuk menahan kelelahannya. Mereka semua pulas dalam kemacetan Jakarta. Saya yang menjadi driver-nya terpaksa harus merasakan perjalanan itu dengan merayap.
Di depan gedung DPR/MPR, saya bangunkan sahabat saya.
- Itu gedung DPR/MPR. Yang sering kita tonton di TV. Yang disaat siaran langsungnya, para anggotanya berdebat, berteriak, ngotot, dan berebut bicara. Ayo bangun dan lihat. Kata saya membangunkan sahabat saya. Ia bangun;
- Sampai dimana ini Gus? geragap sahabat saya.
- Sampai Slipi. Jawab saya.
- Aku tidur dari tadi ya Gus. Wah kamu hebat. Aku merasa kalah. Kata sahabat saya.
- Kalah apanya? Tanya saya.
- Kalah, kalau hidup di Jakarta tidak hanya butuh kekuatan fisik. Tapi justru kuat emosi dan daya tahannya.
Jakarta, 23 Februari 2011.
No comments:
Post a Comment