Selasa, 30 Maret 2010, adalah Ujian Nasional SMP hari kedua dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Saya telah datang ke sekolah pukul 05.50 bersamaan dengan panitia UN dan Pengawas Independen yang datang dari Rayon dengan membawa soal ujian.
Mempersiapkan sesuatu yang memungkinkan peserta merasa nyaman ketika akan menghadapi soal di mejanya masing-masing. Kami sambut beberapa siswa yang mulai berdatangan di 'gerbang' sektor pelaksanaan UN di SMP kami. " Bahasa Inggris Nak. Semoga sukses ya!" Kata saya kepada siswa yang datang dengan senyum yang menyiratkan optimisme. " Amin. Terima kasih pak Agus!" Jawabnya tulus. Jam menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit.
"Biasa saja Pak Agus." Jawabannya ringan.
"Bagaimana soal yang kemarin?" Lanjut saya.
"Ya begitulah Pak." Sahutnya.
Wajah dan penampilannya khas remaja merdeka. Saya istilahkan demikian karena remaja saya, menurut asumsi saya, ini memiliki prinsip hidup merdeka tanpa tekanan. Masa UN atau tidak tidak tergambar di raut mukanya. Ekspresi tubuhnya menyiratkan sikap rileks tanpa beban. Perilaku saat UN seperti yang ditampilkan pada hari ini, berkorelasi samadengan dengan apa yang dia tampilkan jauh sebelum persiapan UN dilakukan. Perolehan angka akademik saat TO yang lalu, yang menjadi patokan dalam pelaksanaan UN kali inipun, tampaknya tidak atau belum membuatnya terpancing untuk berperilaku sungguh-sungguh.
Saya melihat jam tangan, waktu telah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit. Belum terlambat memang. Karena peserta UN diharapkan memasuki ruang UN tepat pukul 07.30. Namun pada pukul tujuh lewat dua puluh menit itu ada kegiatan Shalat Dhuha yang dilakukan oleh seluruh siswa peserta UN di Ruang Serba Guna. Tentu dengan bimbingan guru yang menjadi panitia UN.
Saya bergerak ke Ruang Serba Guna untuk ikut menikmati suasana kepasrahan, keikhlasan dan kekhusuan yang tergambar di hampir sebagaian peserta UN dalam melaksanaan Dhuha. Khidmat sekali suanananya. Saya bangga dengan remaja-remaja ini. Mereka bisa begitu menghayati apa yang mereka ingin capai. Yaitu lulus UN dengan hasil nilai angka UN setinggi-tingginya. Karena hanya saya setelah itu yang menjadi impiannya. Yaitu memasuki gerbang SMAN pilihannya dengan berbekal angka tersebut.
Saya keluar ruangan dan merenung. Inilah tantangan saya sebagai guru bagi remaja-remaja itu. Satu sisi ada remaja merdeka yang tidak tahu dan tidak sadar akan 'posisi' dirinya. Dan di lain sisi ada remaja-remaja yang menikmati keremajaannya dengan penuh perjuangan untuk memperoleh apa yang menjadi impiannya.
Saat seperti ini, tidak ada yang bisa saya lakukan selain bermohon kepada Allah SWT bagi kemudahan dan kesuksesan serta keberhasilan terhadap apa yang siswa kami telah ikhtiarkan pada UN tahun ini.
Saat seperti ini, tidak ada yang bisa saya lakukan selain bermohon kepada Allah SWT bagi kemudahan dan kesuksesan serta keberhasilan terhadap apa yang siswa kami telah ikhtiarkan pada UN tahun ini.
"Ya Allah, Engkaulah yang Maha Agung. Berikanlah selalu hidayah dan panduan-Mu kepada remaja-remaja saya ini. Kami bermohon kepada-Mu untuk keberhasilan mereka semua. Baik yang ada di sekolah atau yang ada di rumah kami sendiri. Amin."