Sebagai pegawai yang memiliki tugas selayaknya penjaga gawang di sebuah lembaga swasta bidang pendidikan, maka menerima kritik dan masukan dari manapun pernah saya terima. Apakah kritik dan masukan dari pihak orangtua siswa atau rekan guru atau juga teman sejawat yang kebetulan menjadi sesama penjaga gawang di lembaga swasta lain.
Orang menyampaikan kritik atau saran atau memberikan masukan biasanya karena yang bersangkutan memilki kaitan emosi atau kaitan interaksi dengan kita. Dan keterkaitan emosi dan interaksi tersebutlah yang mendorongnya untuk menyampaikan pandangan mereka tersebut.
Tidak semua kritik dan masukan bertujuan negatif pada diri atau lembaga kita. Kadang justru sebaliknya. Dengan kritik dan masukan itu disampaikan demi kesempurnaan kita dalam menjalani pertumbuhan. Namun ada juga kritik atau masukan yang menjebak, menghina atau bahkan bermaksud menjatuhkan. Ranah terakhir ini, saya tidak akan membicarakannya.
Ada beberapa kritik dan masukan yang disampaikan dengan data informasi yang amat gamblangnya sehingga membuat saya sendiri terhenyak atas fakta yang ada. Tetapi ada pula kritik dan masukan yang setelah kita eksplor ternyata mengambil data dan fakta yang kurang valid atau pernah juga data atau fakta yang telah kedaluwarsa.
Ada pula kritik dan masukan yang memang berharga untuk kita ambil sebagai bahan bagi memperkaya atau memantapkan pada masa tumbuh. Baik kritikan atau masukan untuk diri saya pribadi maupun bagi lembaga dimana saya adalah penjaga gawangnya.
Pernah dalam sebuah pertemuan dengan orangtua siswa di awal saya bertugas di sekolah ini; Agar jika Bapak atau Ibu yang memiliki masukan atau kritik kepada kami, kata saya, agar tidak sungkan-sungkan untuk menyampaikannya kepada kami. Karena kami meyakini itu akan membantu pertumbuhan kami secara sehat dan kuat serta kokoh. Dan himbauan ini nampaknya mujarab. Karena beberapa saat kemudian kritik dan masukan dari pihak orangtua deras mengalir kepada kami. Ada yang langsung disampaikan kepada saya. Ada yang melalui kepala sekolah. Atau juga ada yang menyampaikan kepada bagian admission.
Dan situasi seperti ini menimbulkan rasa khawatir dari sebagian teman. Khawatir keterbukaan yang ada menjadi ternganga tanpa dapat dijaga. Tapi saya selalu meyakinkan bahwa dalam ranah tertentu kita harus terbuka selebar-kebarnya. Namun pada ranah yang lain akan tetap menjadi otoritas kita.
Dan disinilah saya melihat bahwa untuk menerima kritik dan masukan tampaknya kami masih memerlukan banyak belajar. Yaitu belajar untuk tetap berwajah yang menyiratkan kecerahan. Karena kadang atau sering ketika kritik dan masukan datang pada kita, maka tampang defensif yang selalu akan lahir dan meloncat dari raut wajah.
Belajar menerima kritik dan masukan memang butuh latihan. Untuk kali pertama menerima kritik dan masukan, mungkin emosi kita langsung meloncat keluar. Maka kritikan dan masukan ketiga, kelima atau mungkin hingga kesepuluh sikap dan perilaku kita sudah dapat dengan baik kita kontrol.
Dan memang, dalam pelatihan, praktek secara riil, yang saya coba lakukan sendiri beberapa tahun belakangan ini akhirnya membersitkan kesimpulan sementara saya bahwa untuk tidak pernah memberikan alasan apapun terhadap kritik dan masukan yang disampaikan. Semua dsaya terima dengan sepenuh dan setulus hati. Jika pun ada argumentasi yang akan saya kemukakan, msaka itupun atas persetujuan orang yang sedang menyampaikan kritik dan masukan kepada saya.
1 comment:
assww pak agus... blognya bagus...tapi kayaknya agak sulit ya pak menerima kritik dan keluhan khususnya kita yg ada di dunia pendidikan sekolah berbasis nasional plus..heheh(pengalaman pribadi)...tapi dengan berjalannya waktu karena telah terbiasa menerima kritikan, jadinya terbiasa dehh..dan sepertinya menjadikan kita jadi lebih tegar menghadapi masalah seperti itu...
Post a Comment