Dalam catatan ini saya tidak ingin melihat sebuah fakta dari sisi pendidikan sebagaimana yang saya buat mengingat memang sehari-hari saya berada dalam dunia itu. Tetapi fakta pendidikan itu akan saya coba lihat dari sisi kehidupan yang memang menjadi urusan operasional kita masing-masing di rumah kita. Ini tidak lain adalah pertemuan antara saya dengan teman-teman ketika kami bersama-sama saling membutuhkan untuk berbagi semangat setelah sekian lama tidak bertemu karena kesibukan kita masing-masing. Walaupun harus kami akui bahwa kami sama-sama tinggal dalam satu kota.
"Bagaimana menemukan sumber belajar yang bagus Pak. Kita sekarang dalam keadaan yang amat sulit untuk menemukan sumber belajar yang dapat menjadi pelajaran bagi anak-anak kita." Demikian kalimat yang terlontar dari seorang teman ketika kita belakangan selalu disodori berita yang semakin hari bukan semakin baik berita yang disiarkan oleh media, tetapi justru kebalikannya. Berita itu semakin hari semakin bertambah-tambah sisi buruk yang disiarkannya. Tetapi itulah yang oleh Stephen R Covey disebut sebagai lingkaran pengaruh dan lingkaran peduli.
Ada situasi dan kondisi dimana memang kita tidak akan memiliki akses untuk berkontribusi atas permasalahan atau kondisi atau situasi yang terjadi. Meski mengemukakan pendapat. Selaliknya, ada juga situasi, kondisi, atau keadaan yang memang menjadi kewajiban kita untuk terlibat dan berkontribusi di dalamnya. Itulah lebih kurang yang menjadi dasar berpikirnya Stephen R Covey saat menyebut lingkaran pengaruh dan lingkaran peduli.
Sumber Belajar?
Lalu apa yang ingin saya sampaikan disini dengan istilah pembelajaran tersebut? Sumber belajar? Atau lebih tepatnya sebagai sumber diskusi atas semua hal yang ada di ruang tamu kita begitu kita bersama-sama menonton televisi bersama anggota keluarga?
Yaitu bahwa tidak akan mungkin semua hal yang terlihat dan terdengar di layar tivi tersebut kita pilah-pilah dan pilih hanya berita yang baik saja yang tersaji. Karena semua yang ada di tivi akan menjadi bagian dari pengetahuan bersama kita. Lalu bagaimana dengan anak-anak kita yang ikut terlibat menjadi pendengar dan sekaligus penonton? Tidak lain adalah mengajaknya berdiskusi tentang hal-hal yang tersaji.
Dan akan menjadi menarik ketika semua itu menjadi bahan diskusi keluarga yang telah memiliki 'koordinat kebijakan' yang dijadikan sebagai standar atau parameternya. Maka jika ini yang dilakukan sesungguhnya semua yang ada di ruang tamu kita ketika bersama menonton siaran televisi, akan menjadi sumber belajar, sumber diskusi, dan sumber penguatan bagi nilai-nilai yang dipegang di dalam keluarga tersebut. Dan jika ini yang menjadi cara pandang kita, maka kerisauan akan keberadaan berita yang tersiar di layar datar teevisi kita akan tidak menjadi kerisauan yang mencekam. Semoga.
Jakarta, 23 Februari 2016.
No comments:
Post a Comment