"Meningkatkan kompetensi guru atau pendidik di sebuah lembaga pendidikan sebagaimana kita berada adalah sebuah kemutlakan. Karena apa yangberhubungan dengan Bapak dan Ibu guru memang tidak akan stagnan. Ia kan terus berkembang dan tumbuh sesuai dengan ekspektasi masyarakat yang ada. Oleh karenanya saya harus sampaikan kepada Bapak Pendiri, Pembina, Pengawas, dan Pengurus di lembaga ini bahwa kita akan melakukan peningkatan dan pengebangan guru dan sekolah atau tidak melakukan suatu apapun, maka tahun pelajaran depan akan tetap kita kunjungi. Pasti. Namun pertanyaan kita semua adalah, dalam bentuk seperti apa kita berada di tahun pelajaran depan itu? Apakah kita akan masih tetap mendapat kepercayaan masyarakat atau justru sebaliknya?" Demikian kalimat yang saya sampaikan kepada sebuah forum besar di sebuah Yayasan yang mengelola sebuah lembaga pendidikan yang juga besar.
Kalimat ini saya sampaikan sekaligus sebagai pendapat dan jawaban atas beberapa pihak yang menyampaikan kepada forum akan esensi sebuah gerakan perubahan yang menjadi usulan untuk menjadi sebuah usaha bagi penumbuhan harapan masa depan yang terus memiliki tren positif. Paling tidak sebagai usaha untuk tetap memberikan semangat tumbuh bagi teman-teman guru di lapangan agar terus terjaga dari aura zona nyaman.
Penumbuhan Harapan?
Ini menjadi penting saya sampaikan di forum tersebut. Bahkan ini jugalah yang menjadi landasan mengapa saya harus sampaikan. Karena, pertama, sebagai lembaga pendidikan formal swasta yang pasti bergantung dengan terpenuhinya kuota bangku siswa yang tersedia setiap tahunnya. Hal ini sebagai dasar menghitung arus kas disisi keuangan.
Kedua, tren sebagai sekolah yang selalu terpenuhi kuota siswa barunya sudah memberikan sinyal yang kurang baik pada tahun-tahun terakhir. Oleh karenanya, maka tren ini menjadi parameter bagi kita untuk melihat kebelakang dan memilih jalan ke arah depan yang ebih cemerlang.
Ketiga, karena dengan tren yang ada tersebut, maka semua yang ada di unsur sekolah, baik yang ada di tataran pengelola, manajemen, guru, dan staf harus menjadikan data siswa sebagai cermin untuk melihat apa yang menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian untuk sebuah perbaikan. Sebuah perubahan dengan melihat bagaimana situasi dan kondisi yang ada disekeliling kita sendiri.
Tetapi bagaimana jika sebuah rute jalan perubahan yang ditawarkan menjadi bagian yang justru mencurigakan? Maka kalimat saya itulah yang terpaksa harus keluar dari sanubari saya. Bahwa kita akan berubah atau tidak berubah, padahal sebagai lembaga kita sudah kurang menjadi pilihan, maka tahun 2020 atau mungkin lebih dekat lagi, tahun 2016/2017, pasti akan kita masuki. Karena tahun itu terus bergerak tanpa harus memiliki rasa perduli dengan apa yang kita lakukan atau yang tidak kita lakukan.
Maka pertanyaannya adalah, apa pilihan yang harus kita ambil jika dihadapan kita sudah terdapat data dan fakta bahwa kita memang harus berubah? Yang saya sampaikan adalah, merubah diri sebagai upaya inheren bagi menumbuhkan sebuah harapan. Semoga.
Jakarta, 22 Februari 2016.
No comments:
Post a Comment