Menemani peserta didik kami dalam sebuah kegiatan ekskursi, tidak selalu saya lakukan, tetapi setidaknya sering. Ini karena ada beberapa penyebabnya dari pihak saya sendiri. Antara lain kalau tidak karena adanya jadwal rapat juga karena kepentingan keikutsertaan saya sendiri di kegiatan siswa itu.
Tentang jadwal rapat, ini lebih sering jika rapat yang diselenggaraan oleh pihak yayasan yang mengharuskan saya untuk hadir. Mengingat sayalah yang menjadi penjaga gawang di sekolah secara ioperasional. Maka tidak mungkin jadwal rapat harus mundur karena ketidakhadiran saya dengan alasan menemani peserta didik melaksanakan kegiatan ekskursinya.
Sedang yang mengenai kepentingan saya dalam kegiatan siswa itu lebih karena kegiatan itu memang kegiatan kelas pararel atau gathering. Sehingga saya berpikir bahwa kegiatan itu tidak murni untuk sebuah kegiatan ekskursi. Dengan demikian maka dengan alokasi guru yang telah ada, saya berpikir telah cukup untuk menemani siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Itulah lebih kurangnya gambaran keikutsertaan saya dalam ekskursi siswa di sekolah.
Namun demikian, beberapa kegiatan semacam itu saya pengikuti dan menemani anak-anak hingga kegiatan mereka tuntas. Misalnya kegiatan perpisahan atau piknik bersama. Kegiatan ini silakukan di setiap anak-aak melaksanakan kegiatan ujian nasionalnya. Dengan tujuan yang tidak selalu sama. Semua dikembalikan kepada para siswanya. Karena tujuan ditentukan melalui survey.
Beberapa yang saya pernah ikuti itu antara lain adalah kegiatan siswa kelas IX ke Yogyakarta dan Bali. Sedang untuk kelas VI-nya, saya pernah menemani anak-anak itu ketika pergi ke Bandung, dalam dua angkatan yang berbeda, dan ke daerah Puncak, Bogor, ada tiga angkatan. Kalau begitu, ada lebih kurang sebanyak tujuh kali saya bersama anak-anak ekskursi bersama. Dan sebanyak itu pulalah informasi informal saya dapatkan tentang anak-anak itu, yang saya rasakan berbeda sekali antara pribadinya ketika ia di sekolah sehari-hari dengan dia ketika mereka berada di luar sekolah, dalam acara ekskursi tersebut.
Menyesal tidak Mengenal Semua
Dan dalam setiap kegiatan perpisahan semacam itu, saya selalu menyesal dalam diri sendiri. Ini tidak lain karena tidak semua siswa saya benar-benar saya kenali dengan selengkap-lengkapnya. Setidaknya sebelum mereka berangkat dan saya menemaninya. Yang saya benar-benar kenali adalah muka mereka masing-masing.
Padahal saya memiliki cukup waktu untuk dapat benar-benar mengenal mereka satu [ersatu. Karena mereka yang duduk di bangku SD, ada waktu selama enam tahun untuk dapat mengenalnya. Demikian juga yang duduk di bangku SMP. Ada waktu tiga tahun penuh.
Itulah yang menjadi renungan saya atas kemampuan yang saya miliki. Bayangkan saja, jika seorang guru kelas harus bersama siswanya yang berjumlah 25 pada setiap tahunnya, atau kepala SD yang memiliki siswa sejumlah 450, bukankah peluang jauh lebih menguntangkan saya? Karena saya harus mengenal anak-anak itu sejak mereka duduk di bangku Kelompok Bermain hingga lulus dari bangku SMP. Yang kalau saya jumlahkan ada lebih kurang 700? Bukankah itu angka yang menantang saya untuk lebih beruhasa keras dalam mengenal mereka semua, yang dikemudian hari dapat menjadi kenang-kenangan indah buat saya?
Semoga tantangan itu menjadi bagian tekad saya ke depan dalam mengenal anak-anak peserta didik kami di sekolah lebih keras lagi. Yang dengan demikian akan menjadi bagian penting dalam berinteraksi dengan mereka di hari-hari keberadaan kami di sekolah. Semoga!
Jakarta, 18 Mei 2014.
No comments:
Post a Comment