Siang itu, diantara sepinya sekolah karena beberapa siswa harus libur karena selesai mengadakan kunjungan ke luar kota satu hari sebelumnya, saya kedatangan beberapa tamu, yaitu siswa yang kebetulan kelasnya tidak ikut libur karena memang kemarin atau hari sebelumnya tidak ada kegiatan apa-apa, ke ruangan saya untuk mengadakan wawancara atau interviu. Interviu tersebut adalah salah satu tugas yang diberikan oleh guru di kelas tentang sebuah topik, globalisasi. Maknanya, hal positif yang ditimbulkannya, juga hal negatif yang merugikan.
Interviu pertama dilakukan oleh seorang siswa yang begitu semangat datang ke ruangan saya. Dengan membawa daftar pertanyaan dan spidol warna merah sebagai alat pencatatnya. Kepada saya, ia mengatakan permisi terlebih dahulu dan meminta waktu guna melakukan interviu. Dan sebelum memulai mengajukan pertanyaan yang harus saya jawab, saya memberikan tambahan kertas dan juga meminjaminya ball point.
Selesai seorang siswa itu mencatat apa saja yang dianggapnya penting dan harus dicatat, datang sekelompok anak-anak yang lain, yang terdiri dari lima siswa. Kelompok yang datang belakangan kepada saya itu tampaknya lebih formal. Mengapa?
Karena rupanya anak-anak dalam kelompok tersebut telah berbagi tugas. Ada diantara mereka yang bertugas sebagai juru bicara atau MC-nya, ada yang bertugas sebagai yang mengajukan pertanyaan, ada pula yang bertugas sebagai tukang catat.
Dan kepada kelompok inilah saya menemukan rasa kagum saya terhadap dua anak yang menjadi anggota kelompok tersebut. Kekaguman saya terutama kepada pilihan kata dan cara menyampaikan kata-kata tersebut kepada saya, baik pada saat mereka membuka percakapan sebelum memulai wawancara, menutup, dan bahkan pada saat memohon izin dan berpamitan ketika unterviu telah usai.
Dan seoarang dari anak yang mengagumkan itu, saya relatif mengenalnya, lebih dari sekedar siswa pada umumnya. Ini karena saya juga mengenal kakak kandungnya, yang juga adalah siswa saya beberapa tahun yang lalu, yang sekarang telah berada di semester dua di perguruan tinggi. Yang jago Bahasa Inggris dan juga memainkan piano. Yang jika ada kegiatan kesenian selalu menjadi inspirator bagi tim bandnya. Saya pun, juga mengenal orangtuanya, yang sering terlibat diskusi tidak hanya tentang anaknya tetapi juga tentang visi pendidikan ke depan.
Maka ketika saya bertemu lagi dengan seorang siswa yang sekarang memberikan beberapa pertanyaan pada saat interviu di ruangan saya, maka pilihan kata, bahasa penyampaian pertanyaan, serta merta memberikan gambaran kepada saya tentang bagaimana latar belakang kehidupannya di rumah.
Pendek kata, saya ingin menyatakan bahwa, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Interviu pertama dilakukan oleh seorang siswa yang begitu semangat datang ke ruangan saya. Dengan membawa daftar pertanyaan dan spidol warna merah sebagai alat pencatatnya. Kepada saya, ia mengatakan permisi terlebih dahulu dan meminta waktu guna melakukan interviu. Dan sebelum memulai mengajukan pertanyaan yang harus saya jawab, saya memberikan tambahan kertas dan juga meminjaminya ball point.
Selesai seorang siswa itu mencatat apa saja yang dianggapnya penting dan harus dicatat, datang sekelompok anak-anak yang lain, yang terdiri dari lima siswa. Kelompok yang datang belakangan kepada saya itu tampaknya lebih formal. Mengapa?
Karena rupanya anak-anak dalam kelompok tersebut telah berbagi tugas. Ada diantara mereka yang bertugas sebagai juru bicara atau MC-nya, ada yang bertugas sebagai yang mengajukan pertanyaan, ada pula yang bertugas sebagai tukang catat.
Dan kepada kelompok inilah saya menemukan rasa kagum saya terhadap dua anak yang menjadi anggota kelompok tersebut. Kekaguman saya terutama kepada pilihan kata dan cara menyampaikan kata-kata tersebut kepada saya, baik pada saat mereka membuka percakapan sebelum memulai wawancara, menutup, dan bahkan pada saat memohon izin dan berpamitan ketika unterviu telah usai.
Dan seoarang dari anak yang mengagumkan itu, saya relatif mengenalnya, lebih dari sekedar siswa pada umumnya. Ini karena saya juga mengenal kakak kandungnya, yang juga adalah siswa saya beberapa tahun yang lalu, yang sekarang telah berada di semester dua di perguruan tinggi. Yang jago Bahasa Inggris dan juga memainkan piano. Yang jika ada kegiatan kesenian selalu menjadi inspirator bagi tim bandnya. Saya pun, juga mengenal orangtuanya, yang sering terlibat diskusi tidak hanya tentang anaknya tetapi juga tentang visi pendidikan ke depan.
Maka ketika saya bertemu lagi dengan seorang siswa yang sekarang memberikan beberapa pertanyaan pada saat interviu di ruangan saya, maka pilihan kata, bahasa penyampaian pertanyaan, serta merta memberikan gambaran kepada saya tentang bagaimana latar belakang kehidupannya di rumah.
Pendek kata, saya ingin menyatakan bahwa, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Jakarta, 21-22 Februari 2013.
No comments:
Post a Comment