Berkenaan dengan judul artikel di atas, saya memiliki dua buah cerita yang
merupakan laporan pandangan mata guru tentang bagaimana kebersyukuran
terhadap apa yang selama ini didapat dalam ranah kehidupan masing-masing pelapornya. Hal ini penting saya sampaikan dalam blog ini mengingat inilah kisah orisinil teman-teman kita yang berprofesi sebagai guru. Yang tidak semuanya melihatnya sebagai pengembanan amanah keguruannya secara total dan paripurna, sehingga dengannya yang keluar adalah aura keikhlasan dan kepositifan. Namun sebaliknya, ada pula yang melihat bahwa ikhtiarnya dalam menunaikan tugas keguruannya sebatas untuk menghitung hasil kerja di amplop akhir bulannya. Dua cara pandang itulah yang saya maksudkan. Dan terlihat betapa pentingnya bagi kita untuk diambil pelajaran.
Cara Pandang Pertama
Pengalaman pertama adalah laporan pandangan mata, atau lebih tepatnya kalau kita sebut sebagai testimoni. Dikatakannya bahwa selama ini Ia nyaris tidak cukup mendapatkan apa
yang seharusnya didapatnya.
Apalagi bila apa yang telah didapatnya
selama ini ada dua bagian penting. Yang pertama adalah gaji resmi dari tempatnya bekerja. Sedangkan selain gaji tersebut, ia masih mendapat penghasilan yang tidak dapat dikatakan kecil untuk ukuran dia. Penghasilan tersebut memungkinkannya untuk tinggal di rumah sendiri, yang meski tidak luas, tetapi tidak juga kecil. Bahkan tempat tinggalnya itu masih berada di wilayah
Jakarta, meski berada di sebuah kelurahan yang berlokasi di perbatasan dengan
wilayah Jawa Barat, tetapi sekali lagi, semua itu telah menjadi miliknya sendiri. Tentunya dibayar tidak secara cash, atau cash keras. Namun dengan cara mencicil dan bertahap.
Jadi untuk mendapatkan tambahan penghasilan tersebut, selama ini Ia harus berupaya bekerja dengan lebih keras, dengan cara memberi pelajaran tambahan untuk para siswanya di rumah mereka masing-masing. Kegiatan ini dilakukan setiap hari mulai dari setelah jam pulang sekolah hingga hari menjelang malam. Kegiatan tambahan inilah yang membuatnya eksis.
Dan dihadapan teman dan kenalannya, Ia sering mengatakan bahwa apa yang didapatnya dari lembaga tempatnya bekerja tidaklah cukup layak untuk dapat memiliki rumah. Walau ia telah menjadi bagian dari lembaganya itu sudah lima belas tahun. Bahkan kadang keluar dari lisannya pendapat atau boleh jadi umpatan kalau apa yang ia dapat bukan dari tempatnya bekerja. Karena gaji dimana ia bekerja masih belum mencukupi kehidupannya secara layak.
Jadi untuk mendapatkan tambahan penghasilan tersebut, selama ini Ia harus berupaya bekerja dengan lebih keras, dengan cara memberi pelajaran tambahan untuk para siswanya di rumah mereka masing-masing. Kegiatan ini dilakukan setiap hari mulai dari setelah jam pulang sekolah hingga hari menjelang malam. Kegiatan tambahan inilah yang membuatnya eksis.
Dan dihadapan teman dan kenalannya, Ia sering mengatakan bahwa apa yang didapatnya dari lembaga tempatnya bekerja tidaklah cukup layak untuk dapat memiliki rumah. Walau ia telah menjadi bagian dari lembaganya itu sudah lima belas tahun. Bahkan kadang keluar dari lisannya pendapat atau boleh jadi umpatan kalau apa yang ia dapat bukan dari tempatnya bekerja. Karena gaji dimana ia bekerja masih belum mencukupi kehidupannya secara layak.
Dalam hal ini, Ia
tidak bisa atau belum mampu menyadari bahwa kalu pendapatan dari mengajar tambahan kepada siswanya itu karena ia adalah bagian dari lembaga dimana ia berada didalamnya selama ini sebagai guru.
Cara Pandang Kedua
Adalah pengakuan atau testimoni oleh orang kedua yang juga ternyata adalah guru senior di lembaga dimana ia mengajar di tingkat SD. Yang melihat apa yang dia peroleh dengan cara pandang sangat berbeda. Saat bertemu dengan saya beberapa waktu lalu ia berkata: Saya bersyukur Pak dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kami sekeluarga. Perabot rumah ini banyak yang saya buat sendiri dari bahan kayu yang diizinkan sekolah untuk saya bawa pulang. Alhamdulillah semua dapat dimudahkan hingga menjadi seperti ini.
Saya terperanggah dengan apa yang secara jujur disampaikannya. Tidak ada ketidakpuasan dengan apa yang dia terima dari lembaga dimana ia bekerja. Dia rupanya merasa nyaman dan cukup dengan apa yang ia terima di setiap akhir bulan. Padahal saya paham sebenar-benarnya bahwa, ia hidup di Jakarta dengan istri tinggal di rumah. Namun apa yang ia sampaikan itu, menggugah dan menginspirasi saya. Mengapa ia bisa mengatakan justru yang sebaliknya dengan apa yang dikatakan oleh teman yang pertama?
Itulah dua cara pandang dan kesyukuran yang saling mengisi dalam kehidupan ini. Sebuah cermin bagi diri kita. Dan saya percaya bahwa dua cara pandang tersebut adalah cara pandang yang sah. Namun apabila saya diminta memilih, maka cara pandang kedua adalah pilihan yang akan saya ambil. Mengapa? Karena jika saya merasa tidak puas dengan apa yang diberikan lembaga dimana saya bekerja, maka mencari pekerjaan baru adalah pilihan berikutnya. Tentu jika kita mengukur jika diri kita masih dapat memilih untuk bekerja dimana dan dengan penghasilan berapa?
Pare, Kediri - Jakarta, 25-30 Desember 2011.
No comments:
Post a Comment