Inilah alamat email yang dikumandangkan oleh anggota komisi delapan DPR RI ketika berdialog dengan masyarakat Inondesia di KJRI di kota Melbourne. Alamat email yang akhirnya menjadi bagian dari penilaian masyarakat Indonesia terhadap para wakilnya di Senayan. Dan alamat email yang menjadikan berita hangat di hampir seluruh media, seperti apa yang saya saksikan di sebuah stasiun tv di akhir pekan ini, Minggu tanggal 8 Mei 2011. Setelah sebelumnya ramai menajdi perbincangan di berbagai komunitas dunia maya.
Kenyataan itu, bagi saya, menunjukkan bahwa betapa para pemangku kepentingan di negeri saya ini sebagai sosok yang terlanjur terserang virus kemanjon.
Kemanjon
Ini istilah Jawa, yang artinya lebih kurang adalah seseorang yang Jika pada realitasnya berada pada posisi 6, namun sepanjang perjalanan hidupnya yang tergambar pada pikirannya dan perilakunya berada pada posisi 9. Dan kronisnya dari penyakit ini adalah karena kita tahu dia berada dimana namun dia justru tidak tahu dan bahkan tidak sadari kenyataan itu.
Bagaimana tidak kemanjon, kalau memang tidak punya alamat email, mengapa mesti ngotot menyebutkan sebuah alamat yang memang kosong? Dan mengapa pula kalau salah lalu beramai-ramai yang di Jakarta memberikan pembelaan? Apakah ini tidak meleset jika saya menyebutkannya sebagai penyakit kemanjon?
Apakah ini bukan sebuah fenomena ajaib? Jangankan kita berharap kepada mereka untuk berlaku jujur, tidak kkn, memegang teguh amanah, dan tuntutan untuk berperilaku surga, bahkan untuk menyebutkan alamat email saja mereka berbohong dan kemudian membelanya sebagai sebuah watak yang wajar?
Kecewa sebagai Simpatisan
Kecewa memang, tapi saya harus syukuri bahwa selama ini saya bukan sebagai kader. Oleh karenanya mudah bagi saya, yang hanya simpatisan ini, untuk tidak lagi berangkat ke TPS dan hanya fokus kepada pekerjaan saya saja.
Terlalu sakit hati hati saya jika saya harus membaca berita tentang situasi dan kondisi kehidupan politik negeri ini. Meski itu semua tidak akan menghapus rasa cinta saya kepada tumpah dari saya ini. Lebih menjadi sakit hati lagi jika saya selalu berprasangka baik selama ada kesempatan untuk datang ke TPS.
Namun setelah ke sekian kalinya rasa sakit hati itu datang, maka saya tulis catatan ini sebagai katarsis jiwa yang amat sangat kecewa.
Jakarta, 8 Mei 2011.
No comments:
Post a Comment