Upacara bendera akan menjadi kewajiban untuk semua sekolah di Indonesia, mulai tahun pelajaran 2011-2012. Demikian disampaikan oleh menteri Kemendiknas M Nuh (Kompas, 30 April 2011). Upacara bendera akan menjadi wajib bagi setiap sekolah setelah pemerintah menyadari bahwa ada beberapa sekolah yang tidak melaksanakan upacara bendera. Ketidakadanya pelaksanaan upacara bendera di beberapa sekolah tersebut diduga karena penghormatan terhadap bendera adalah sesuatu yang dianggap perbuatan terlarang.
Selain itu, adanya eskalasi kekerasan dan pengeboman dari golongan radikal yang tumbuh subur di kalangan generasi muda kita. Indikasinya antara lain adalah sedikitnya generasi penerus tersebut yang hafal akan lagu-lagu wajib nasional. Sebuah fenomena menurunnya rasa cinta tanah air dan lunturnya semangat kebersamaan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
Kenyataan-kenyataan seperti itulah yang menjadi pemicu bagi ketentuan dari kemendiknas tentang wajibnya bagi semua sekolah dalam penyelenggaraan upacara bendera mulai tahun pelajaran depan. Namun demikian, agar keputusan itu nantinya tidak hanya berhenti kepada seremonial yang hanya menjadi rutinitas, maka diperlukan revitalisasi bagi pelaksanaan upacara bendera itu sendiri. Tulisan ini mencoba melihat beberapa hal yang mengurangi bobot kebermaknaan dari pelaksanaan upacara bendera tersebut.
Upacara Bendera yang Membosankan
Upacara bendera sebagai salah satu wahana bagi penanaman rasa cinta tanah air dan nasionalisme, menjadi kesepakatan kita bersama. Namun efektifitas wahana tersebut masih membutuhkan kesungguhan dari kita yang berupa komitmen untuk melaksanakan dengan penuh kesadaran, ketulusan, dan kehidmatan.
Padahal, dalam pelaksanaan kegiatan sebuah upacara bendera sebagaimana selama ini kita lakukan, kegiatan ini masih menjadi bagian dari beban sekolah. Hal inilah yang harus menjadi catatan untuk kita semua di lapangan atau lembaga sekolah kita masing-masing agar, kegiatan upacara bendera dapat menjadi salah satu kegiatan yang populer di sekolah. Tidak saja bagi siswanya, tetapi juga untuk para gurunya, yang menjadi peserta upacara bendera.
Mengapa? Beberapa penyebab akan tidak populernya kegiatan upacara bendera di sekolah antara lain adalah sebagai berikut; Pertama, Lamanya durasi waktu pelaksanaan upacara bendera. Durasi yang dirasa lama oleh peserta ini jika kita cermati justru berangkat tidak dari seremoni atau urut-urutan yang harus dilalui dalam kegiatan tersebut. Tetapi justru berawal dari guru mempersiapkan pera siswanya dalam barisan yang tertib. Dan juga gemarnya pembina upacara dalam menyampaikan amanat secara berpanjang-panjang. Dua hal yang sangat mungkin kita menimalisasi. Namun justru kadang sulit kita hindari hanya karena beberapa hal yang berkait dengan komitmen kita sendiri untuk mempersingkat hal-hal yang masih dapat kita persingkat.
Kedua, petugas upacara bendera yang itu lagi itu lagi. Sangat jarang sebuah sekolah yang menggilir seluruh siswanya untuk memperoleh bagian tugas dalam setiap pelaksanaan upacara bendera. Lumrahnya, yang menjadi petugas upacara adalah siswa yang itu-itu saja. Hal ini karena guru menghindari untuk memberikan pelatihan kepada siswa yang belum pernah menjadi petugas upacara. Selain karena membuat repot, biasanya guru wali kelas atau bahkan komunitas sekolah, juga menginginkan agar kualitas upacara bendera baik. Untuk itu maka petugas upacara bendera harus benar-benar yang pernah menjadi petugas upacara. Yang sudah memiliki pengalaman. Sudah punya jam terbang.
Padahal, jika dalam satu tahun pelajaran terdapat 40 pekan masuk sekolah, dan jika upacara bendera dilaksanakan dalam setiap pekannya, maka sedikitnya dalam satu tahun pelajaran akan ada 30 kali pelaksanaan upacara. Dan jika sekolah memiliki 15 romobongan belajar, maka setiap kelas akan mendapat dua kali giliran untuk menjadi petugas upacara. Dan jika setiap pelaksanaan upacara bendera membutuhkan 10 petugas upacara, maka akan ada 20 siswa dalam setiap kelasnya yang merasakan menjadi petugas upacara. Dengan komitmen guru (sekolah) untuk memberikan tugas secara bergilir seperti itu, maka setiap siswa dalam masa belajarnya akan merasakan menjadi petugas upacara.
Ketiga, upacara bendera yang ketertiban pesertanya terfokus hanya kepada saat pelaksanaan upacara bendera berlangsung di lapangan sekolah. Mengapa tidak setiap guru kelas memiliki tanggungjawab bagi ketertiban pelaksanaan upacara bendera dengan cara mempersiapkan ketertiban tersebut berawal dari setiap kelas sebelum dan sesudah pelaksanaan upacara bendera berlangsung? Jika ini yang terjadi, maka setiap komponen sekolah akan memiliki kontribusi yang adil.
Revitalisasi
Ketiga penyebab dari tidak populernya kegiatan upacara bendera tersebut harus menjadi bahan evaluasi sekolah, sehingga kegiatan upacara bendera di sekolah dapat benar-benar mencapai tujuan utamanya, yaitu tumbuhnya rasa cinta kepada tanah air dan nasionalisme Indonesia pada setiap generasi bangsa.
Penulis khawatir bahwa, tanpa adanya evaluasi dan revitalisasi terhadap apa yang telah terjadi di masa lalu, maka kegiatan upacara bendera yang merupakan kegiatan rutin pendidikan di sekolah nantinya hanya berhenti kepada rutinitas tanpa makna. Maka pertanyaanya adalah; cukup berkomitmenkah kita dalam melakukan revitalisasi kegiatan upacara bendera tersebut agar kegiatan upacara bendera nantinya benar-benar dapat menjadi wahana bagi penumbuhan rasa cinta kita kepada tanah air Indonesia? Semua terpulang kepada komitmen kita.
Jakarta, 30 April - 3 Mei 2011.
1 comment:
"sdnegeri keduren"
View contact details
To:
alumnispgbruderanpwr@yahoogroups.com
Banyak terdengar saat upacara bendera rutin di sekolah para Pembina ketika memberi isian/ amanat hanya berkisar komentar jalannya upacara, tata tertib di sekolah, dan kebersihan. tak pernah terdengar uraian pilar-pilar demi tegaknya NKRI.
Post a Comment