Mari kita menanam pohon. Ajak Uly Sigar Rosadi di atas panggung. Ajakan yang disampaikan saat acara Gelar Pamit Tim Duta Seni SD Islam Al Ikhlas, Cilandak, Jakarta Selatan pada Sabtu, 26 Maret 2011 lalu. Nenek Uly, begitu Uly Sigar Rosadi dipanggil sang cucu yang juga adalah salah satu dari 27 peserta SD Islam Al Ikhlas, yang akan berangkat ke Fathiye, Turki pada 18-28 April 2011.
Ajakan untuk menanam pohon yang merupakan syair dari lagu yang dinyanyikannya, bersama putrinya, adalah ajakan untuk menjadikan alam sebagai sahabat. Ajakan yang juga bertepatan dengan hari bumi. Ajakan yang membuat saya berefleksi dan merenungkan akan pertanyaan yang selama ini menggantung di benak saya. Dimana lagi tunas-tunas baru saya akan saya tanam? Sebuah pertanyaan yang pada ujungnya menerbitkan mimpi.
Sebagaimana telah menjadi kebiasaan saya selama ini untuk menyemai beberapa biji tanaman yang saya temukan di jalan, atau yang saya minta ketika berkunjung di suatu tempat, atau ketika buah dari biji yang telah selesai saya santap. Dan setelah biji-biji itu nampak tumbuh menyenangkan, saya bingung untuk menanamnya. Oleh karenanya, dengan ajakan Uly untuk menanam pohon, bukan niat yang tidak ada pada diri saya. Tetapi justru area yang sudah tidak tersedia bagi saya.
Punya Rumah Relatif Kecil dan Tanah yang Relatif Luas
Inilah mimpi saya. Mimpi yang terbit dengan afirmasi yang relatif cemerlang. Punya tanah yang relatif luas, ini adalah salah satu bentuk harapan agar memungkinkan bagi saya untuk menyemai, menanam tumbuhan yang dapat menjadi teman hidup. Kehausan saya untuk menanam dan merawat tanaman dapat terakomodasi hanya dengan luasan tanah yang relatif cukup.
Disana akan tersedia tanaman buah dengan berbagai macam yang mungkin sudah tidak ada dalam ingatan anda. Juga tanaman keras yang akan mampu menyerap air tanah serta mengolah oksigen bagi saya, keluarga, dan tetangga.
Kalaupun harus ada bangunan, saya akan mempertimbangkan sekali keluasannya. Karena prioritasnya bukan bangunan tetapi lahan. Itu kalau posisi di daerah yang ramai. Dan tentu akan berbeda lagi mimpi saya bila tanah yang saya miliki ada di daerah sepi. di kampung halaman misalnya.
Namun yang menjadi prinsip utama dimanapun tanah yang nantinya Allah titipkan untuk saya adalah menanam pohon. Seperti ajakan Uly Sigar tersebut.
Bagaimana pula dengan rumah? Seperti apa bentuk dan gambaran dari rumah saya yang saya katakan relatif kecil itu? Mungkin seperti rumah BTN itu. Tentu dengan berbagai tambahannya. Yang pasti, rumah saya adalah rumah untuk menikmati alam dan semilir angin, serta untuk menemukan dan mewujudkan inspirasi.
Lalu, kapan menanam pohon dapat saya lakukan? Apakah menunggu hingga mimpi saya tentang tanah dan rumah tersebut terwujud nyata terlebih dahulu? Tidak. Setidaknya sekarang ini, saya telah pupuk pada diri saya dalam menyemai biji tanaman. Dan mungkin teman yang akan saya berikan benih itu untuk ditanamnya di rumah barunya.
Jadi, saya tidak akan pernah berhenti untuk menanam pohon meski itu di dalam pot. Juga tak akan pernah berhenti bermimpi untuk mendapat amanah memiliki tanah yang relatif lega dan juga rumahnya! Amin.
Jakarta, 27 Maret 2011.
Ajakan untuk menanam pohon yang merupakan syair dari lagu yang dinyanyikannya, bersama putrinya, adalah ajakan untuk menjadikan alam sebagai sahabat. Ajakan yang juga bertepatan dengan hari bumi. Ajakan yang membuat saya berefleksi dan merenungkan akan pertanyaan yang selama ini menggantung di benak saya. Dimana lagi tunas-tunas baru saya akan saya tanam? Sebuah pertanyaan yang pada ujungnya menerbitkan mimpi.
Sebagaimana telah menjadi kebiasaan saya selama ini untuk menyemai beberapa biji tanaman yang saya temukan di jalan, atau yang saya minta ketika berkunjung di suatu tempat, atau ketika buah dari biji yang telah selesai saya santap. Dan setelah biji-biji itu nampak tumbuh menyenangkan, saya bingung untuk menanamnya. Oleh karenanya, dengan ajakan Uly untuk menanam pohon, bukan niat yang tidak ada pada diri saya. Tetapi justru area yang sudah tidak tersedia bagi saya.
Punya Rumah Relatif Kecil dan Tanah yang Relatif Luas
Inilah mimpi saya. Mimpi yang terbit dengan afirmasi yang relatif cemerlang. Punya tanah yang relatif luas, ini adalah salah satu bentuk harapan agar memungkinkan bagi saya untuk menyemai, menanam tumbuhan yang dapat menjadi teman hidup. Kehausan saya untuk menanam dan merawat tanaman dapat terakomodasi hanya dengan luasan tanah yang relatif cukup.
Disana akan tersedia tanaman buah dengan berbagai macam yang mungkin sudah tidak ada dalam ingatan anda. Juga tanaman keras yang akan mampu menyerap air tanah serta mengolah oksigen bagi saya, keluarga, dan tetangga.
Kalaupun harus ada bangunan, saya akan mempertimbangkan sekali keluasannya. Karena prioritasnya bukan bangunan tetapi lahan. Itu kalau posisi di daerah yang ramai. Dan tentu akan berbeda lagi mimpi saya bila tanah yang saya miliki ada di daerah sepi. di kampung halaman misalnya.
Namun yang menjadi prinsip utama dimanapun tanah yang nantinya Allah titipkan untuk saya adalah menanam pohon. Seperti ajakan Uly Sigar tersebut.
Bagaimana pula dengan rumah? Seperti apa bentuk dan gambaran dari rumah saya yang saya katakan relatif kecil itu? Mungkin seperti rumah BTN itu. Tentu dengan berbagai tambahannya. Yang pasti, rumah saya adalah rumah untuk menikmati alam dan semilir angin, serta untuk menemukan dan mewujudkan inspirasi.
Lalu, kapan menanam pohon dapat saya lakukan? Apakah menunggu hingga mimpi saya tentang tanah dan rumah tersebut terwujud nyata terlebih dahulu? Tidak. Setidaknya sekarang ini, saya telah pupuk pada diri saya dalam menyemai biji tanaman. Dan mungkin teman yang akan saya berikan benih itu untuk ditanamnya di rumah barunya.
Jadi, saya tidak akan pernah berhenti untuk menanam pohon meski itu di dalam pot. Juga tak akan pernah berhenti bermimpi untuk mendapat amanah memiliki tanah yang relatif lega dan juga rumahnya! Amin.
Jakarta, 27 Maret 2011.
No comments:
Post a Comment