Hujan datang tepat ketika saya tengah berada di tengah perjalanan menuju ke kantor. Bersyukur, bahwa hujan kali ini benar-benar lebat setelah beberapa pekan Jakarta dengan terik matahari yang menyengat. Jadi saya santai sekali dengan menerima hujan yang turun di tengah perjalanan di atas ojeg motor. Nikmat sekali.
"Bapak saja yang memakai jas hujan ini Pak. Saya hujan-hujanan saja. Kebetulan setelah ini saya akan pulang." Kata abang ojeg sembari memasukkan dompet dan alat komunikasinya ke dalam plastik untuk menghindari basah oleh air hujan. Saya sendiri disibukkan dengan jas hujan abang ojeg yang masih gres. Baru!
Saya terhalang hujan di kawasan Menteng tersebut ketika jam tangan saya masih menunjukkan pukul 05.50. Masih pagi. Mungkin ada diantara teman-teman kolega saya yang masih bersiap untuk beranjak menuju kantor pada jam sepagi itu. Saya sudah mendekati kantor karena saya pikir tidak ada lagi yang harus saya kerjakan di rumah sehingga saya memilih untuk hadir di kantor sepagi mungkin saya bisa.
Dan hujan memang menjadi berkah pagi ini. Karena hingga saya sampai kantor sepuluh menit berikutnya, hujan masih dengan kuantitas yang sama. Di sepanjang perjalanan yang sepi, kendaraan melaju dengan memercikkan air hujan yang tergilas oleh roda-roda mereka.
Cling...
Begitu bunyi seluler saya ketika menerima pesan yang masuk. Sebuah foto kondisi jalanan yang padat (baca; macet). Foto diambil dari dalam kendaraan roda tiga yang juga terjebak macet. Jam telah menujukkan lewat dari jam masuk kantor.
Saya hanya berpikir seperti jalan logika saya selama ini; hujan menjadi argumentasi paling menarik untuk sebuah kedatangan masuk kerja terlambat.
Jakarta, 27 September 2017.
No comments:
Post a Comment