Senin, 9 Nopember 2015, pukul 13.00, anak-anak sudah siap berada di Masjid untuk melaksanakan Solat Jamaah Qoshor. Hari itu menjadi hari pertama kegiatan menginap di rumah orangtua asuh yang berada di Kampung Dandang, Desa Pulosari, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebuah wilayah yang bersuhu sangat sejuk dan cenderung dingin untuk kami semua yang sehari-hari hidup di Jakarta. Ditambah pada saat akan dilaksanakan upacara pembukaan kegiatan, langit amat gelap dan rintik hujan mulai mengguyur wilayah Pengalengan.
Dan pada saat barusan solat telah rapi, ada salah satu dari anak didik kami yang pamit akan ke belakang karena tidak kuat lagi menahan hajat.
"Pak tungguin saya dulu Pak. Jangan dimulai. Nanti saya tertinggal solat. Saya akan ke belakang dulu." Begitu seorang anak pamit kepada guru yang berdiri paling depan untuk memimpin solat.
"Tidak apa-apa. Silahkan ke belakang. Nanti kamu bisa ikuti kita semua. Lengkapi sdaja rakaat yang kamu tertinggal." Begitu Pak Guru menjawab izin dari siswanya. Artinya, Pak Guru akan segera memulai solat tanpa harus menunggu anak tersebut kembali dari kamar mandi.
"Tidak bisa Pak. Karena Bapak akan Solat Qoshar. Saya nanti bisa tertinggal solatnya Pak. Bukan tertinggal rakaatnya." Anak tersebut tetap berdiri di tempat solatnya yang berasa persis dibelakang samping Pak Guru yang menjadi imam.
Benar saja, ketika anak itu berjalan keluar masjid menuju ruang bilas, Pak Guru segera Takbiratul ihram. Solat dimulai. Dan semua makmum mengikuti imam. Saya sendiri berada pada barisan paling belakang dan dekat dengan pintu utama masjid. Sampai dua rakaat solat Dzuhur selesai, siswa yang tadi pamit kebelakang telah kembali. Persis disamping saya ia bertanya tentang bagaimana harus mengejar dua rakaat Dzuhur yang tertinggal. Karena imam akan kembali ber-Takbiratul ihram.
"Kita selesaikan terlebih dahulu dua rakaat ini dan kemudian kembali sholat Dzuhur yang kamu tertinggal." Jelas saya.
"Tapi bagaimana dengan teman-teman yang lain. Mereka pasti akan mengganggu ketika saya solat sendiri?"
Saya tentu tidak bisa lagi menjawab apa yang menjadi pertanyaan siswa saya tersebut. Karena pada saat sama, saya telah menjadi makmumnya imam. Sampai dengan dua rakaat berikutnya selesai, saya benar-benar memenuhi janji untuk mengawasi siswa saya yang harus menambah dua rakaat setelah semua temannya selesai. Beberapa temannya yang duduk di baris depan mencoba untuk mengganggu. Tetapi seperti janji saya kepada siswa istimewa saya itu, saya menjadi penjaga solatnya yang tertinggal dari jamaah.
Jakarta, 13 Nopember 2015.
No comments:
Post a Comment