Bermula ketika saya berada di teras rumah yang dijadikan sebagai base camp bagi guru laki-laki, saya memergoki anak-anak dengan bawaannya masing-masing, diantaranya satu bakul dengan nasi di dalamnya. Ini karena saya baru beberapa saat kembali dari sebuah rumah yang menjadi lokasi pengembangan jamur tiram. Dan kebetulan pula bahwa empat siswa kelas VII itu bekerja sebagai pegawai di pengembangan jamur tiram tersebut.
Pertemuan dengan anak-anak itu tidak lain dalam sebuah kegiatan Belajar Menginap tahun 2015 yang berlokasi di Kampung Dandang, Pulosari, Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa SMP, dimana saya berada di dalamnya dan juga seluruh guru sebagai pendamping anak-anak, termasuk saya.
Makan Siang
Karena pemandangan itu menarik perhatian saya, maka segera saya kembali mengenakan sandal dan berjalan di belakang anak-anak itu menuju rumah Pak Taufik yang menjadi lokasi pengembangan jamur tersebut. Sesampai di halaman rumah Pak Taufik, anak-anak segera menuju ruang tamu untuk makan bersama bekal yang disiapkan oleh orangtua asuh yang dibawanya. Saya tidak langsung menemani anak-anak makan tetapi masuk ke ruang belakang yang kebetulan sedang ada dua kegiatan.
Di ruang garasi, seorang pegawai sedang menjaga perapian agar selalu menyala. Perapian itu untuk memanaskan air yang ada dalam tungku yang uap dari tungkunya mereka salurkan untuk pengasapan media jamur yang tertata rapi dalam sebuah wadah disebelahnya. Sedang di rumah belakang, dua orang pekerja sedang memasukkan serbuk kayu yang menjadi bahan dasar media tumbuhnya jamur tiram ke dalam plastik.
Dan setelah puas bercengkerama dengan tiga orag tersebut, saya menemui empat anak didik saya yang sedang asik makan siang di ruang tamu.
"Wah seru sekali kalian makannya. Kalian hebat ya. Makan bekal dari orangtua asuh dengan kidmat." Tegur saya kepada empat anak yang duduk di meja tamu mengitari nasi dan lauknya.
"Iya Pak. Ayo ikut makan Pak." Ajak seorang dari empat anak itu dengan santun. Kalimat indah yang terucap dari anak Jakarta. Pikir saya.
"Apa yang kalian makan?" Lanjut saya.
"Nasi, ikan, bergedel jagung, tempe goreng, dan sayur Pak." Jawab seorang anak yang menjadi ketua dalam kelompok itu. Dan satu persatu saya liat apa yang disebutnya. Bahwa tempe goreng yang dimaksud adalah tempe orek. Dan ikan yang dimaksud adalah ikan bandeng goreng.
"Ikan saya mana?" Tanya salah seorang dari mereka yang ketika mengambil lauk tidak kebagian ikan yag tadi disajikan di meja. Dan benar saja. Karena satu ekor ikan bandeng goreng yang tersaji sudah berad di piring dua anak. Seorang anak mendapat potongan bagian kepala sedang anak yang satunya mendapat bagian ekor.
"Iya. Aku juga belum dapat ikannya." Kata anak yang satu lagi. Saya diam saja menyaksikan pemandangan ini. Sambil senyum-senyum, saya melihat reaksi dua anak yang terlanjur membagi dua satu ekor ikan bandeng goreng itu. Dan masing-masing dari dua anak itu secara sadar membagi bagian ikannya kepada teman yang belum kebagian. Saya bahagia sekali melihat momen itu. Luar biasa menggembirakan.
Pertemuan dengan anak-anak itu tidak lain dalam sebuah kegiatan Belajar Menginap tahun 2015 yang berlokasi di Kampung Dandang, Pulosari, Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa SMP, dimana saya berada di dalamnya dan juga seluruh guru sebagai pendamping anak-anak, termasuk saya.
Makan Siang
Karena pemandangan itu menarik perhatian saya, maka segera saya kembali mengenakan sandal dan berjalan di belakang anak-anak itu menuju rumah Pak Taufik yang menjadi lokasi pengembangan jamur tersebut. Sesampai di halaman rumah Pak Taufik, anak-anak segera menuju ruang tamu untuk makan bersama bekal yang disiapkan oleh orangtua asuh yang dibawanya. Saya tidak langsung menemani anak-anak makan tetapi masuk ke ruang belakang yang kebetulan sedang ada dua kegiatan.
Di ruang garasi, seorang pegawai sedang menjaga perapian agar selalu menyala. Perapian itu untuk memanaskan air yang ada dalam tungku yang uap dari tungkunya mereka salurkan untuk pengasapan media jamur yang tertata rapi dalam sebuah wadah disebelahnya. Sedang di rumah belakang, dua orang pekerja sedang memasukkan serbuk kayu yang menjadi bahan dasar media tumbuhnya jamur tiram ke dalam plastik.
Dan setelah puas bercengkerama dengan tiga orag tersebut, saya menemui empat anak didik saya yang sedang asik makan siang di ruang tamu.
"Wah seru sekali kalian makannya. Kalian hebat ya. Makan bekal dari orangtua asuh dengan kidmat." Tegur saya kepada empat anak yang duduk di meja tamu mengitari nasi dan lauknya.
"Iya Pak. Ayo ikut makan Pak." Ajak seorang dari empat anak itu dengan santun. Kalimat indah yang terucap dari anak Jakarta. Pikir saya.
"Apa yang kalian makan?" Lanjut saya.
"Nasi, ikan, bergedel jagung, tempe goreng, dan sayur Pak." Jawab seorang anak yang menjadi ketua dalam kelompok itu. Dan satu persatu saya liat apa yang disebutnya. Bahwa tempe goreng yang dimaksud adalah tempe orek. Dan ikan yang dimaksud adalah ikan bandeng goreng.
"Ikan saya mana?" Tanya salah seorang dari mereka yang ketika mengambil lauk tidak kebagian ikan yag tadi disajikan di meja. Dan benar saja. Karena satu ekor ikan bandeng goreng yang tersaji sudah berad di piring dua anak. Seorang anak mendapat potongan bagian kepala sedang anak yang satunya mendapat bagian ekor.
"Iya. Aku juga belum dapat ikannya." Kata anak yang satu lagi. Saya diam saja menyaksikan pemandangan ini. Sambil senyum-senyum, saya melihat reaksi dua anak yang terlanjur membagi dua satu ekor ikan bandeng goreng itu. Dan masing-masing dari dua anak itu secara sadar membagi bagian ikannya kepada teman yang belum kebagian. Saya bahagia sekali melihat momen itu. Luar biasa menggembirakan.
Jakarta, 12 Nopember 2015
No comments:
Post a Comment