Dalam sebuah pertemuan dengan teman-teman yang sering berlangsung secara rutin, asaya selalu mendapatkan informasi atau kisah atau curhatan tentang temannya teman-teman saya itu yang berprofesi sebagai guru di sekolah, sering sekali adalah bentuk operasional perilaku dari sebuah konsep yang baik. Dan informasi, kisah, cerita itu, sedapat mungkin menjadi catatan saya. Ini tidak lain adalah dalam rangka saya mengikat ingatan agar apa yang sudah menjadi pengalaman hidup teman-teman tersebut tidak terhampar secara percuma. Mudah-mudahan usaha saya ini benar-benar menjadi usaha saya untuk merawat hikmah hidup.
Sebagaimana yang kami telah diskusikan pada pertemuan pekan lalu itu bersama teman-teman satu perjuangan di sebuah lembaga pendidikan. Ini tidak lain merupakan bentuk perilaku sehari-hari bagi seorang guru. Yang antara lain memiliki tugas sebagai pengajar. Termasuk diantara mereka adalah teman saya yang mengemban tugas sebagai guru Mata Pelajaran Olah Raga dan Kesehatan di unit sekolahnya. Dan diantara tugasnya itu, adalah memimpin dan memandu kegiatan senam bersama di lapangan sekolah yang selalu sibuk.
Namun bukan kegiatannya itu yang membuat saya menulis catatan ini, tetapi adalah bagaimana teman guru itu bersikap, bereaksi, dan akhirnya melakukan atas temuan yang baru saja ia temukan ketika kegiatan senam sudah harus berlangsung di pagi itu. Karena di lapangan dimana kegiatan itu berlangsung telah berkumpul seluruh siswanya dan guru-guru yang lain.
Masalahnya apa? Tidak lain adalah tape yang akan digunakan sebagai pemutar cd tidak dapat berfungsi sebagaimana yang ada diangannya. Rusak. Padahal kegiatan senam itu tidak dapat lagi tertunda meski hanya untuk berlari ke ruangan kelas dimana ia menyimpan lap topnya untuk kemudian kembali ke lapangan.
Lalu apa yang akhirnya dia lakukan? Dengan tidak membuang waktu, atau meminta pertolongan orang lain guna mengambil alat pengganti sebagai pemutar musik iringan senam, ia memulai memimpin langsung kegiatan senam itu dengan menggunakan hitungan satu hingga delapan berulang-ulang, sejak hitungan untuk pemanasan hingga pelemasan. .
Maka apa yang telah dia lakukan itu, karena normal dan tidak terlihat akan kepanikan, tidak semua orang yang mengikuti senamnya, baik siswa atau teman-teman guru, menyadari akan apa yang sebenarnya telah menjadi hambatan di awal ia memimpin kegiatan senam tersebut.
Lalu apa yang saya dapat pelajaran dari apa yang telah teman lakukan dengan kegiatan senamnya itu? Pertama, Saya belajar berpikir praktis dan solutif. Yaitu dengan bagaimana teman itu tidak menyiratkan kepanikan dan sekaligus ketergantungannya dengan alat yang semestinya menjadi harapan utamanya. Tetapi ia langsung berpikir solusi, yaitu dengan tidak tergantung tersebut. Karena ia berpikir kepada fungsi suara sebagai alat bantunya dalam melakukan aktifitas pembelajaran.
Kedua, Saya belajar bagaimana ia tidak menyalahkan orang lain pada saat menemui kendala ketika akan melakukan kegiatan belajar. Ia, misalnya, tidak kemudian memfoto tape sekolah yang rusak itu untuk kemudian di-up load di grup WA atau BB yang anggotanya adalah semua teman guru dan Kepala Sekolahnya. Atau ia kemudian menuangkan pengalaman tidak bainya di saat akan melaksanakan kegiatan senam itu dengan menuliskannya di dinding media sosialnya. Bahkan ia sama sekali tidak berpikiran untuk mengadukan apa yang dialaminya itu dengan melemparkannya kepada pihak diluar dirinya.
Itu barangkali hikmah yang dapat saya ambil dari apa yang diceritakan teman atas apa yang dialami oleh temannya di saat melakukan kegiatan dan aktifitas di sekolahnya.
Jakarta, 30 Januari 2015.