Kalau ada teman-teman ada yang mengatakan bahwa betapa bingungnya menentukan pilihan ketika berada di dalam TPS, maka tidak untuk saya. Dan kalau teman-teman pada pemilu legeslatif 2014 ini menyatakan begitu sebalnya dengan apa yang sudah dipertunjukkan oleh legeslatif 2009-2014 pilihannya, sehingga karenanya mulai dengan ancang-ancang tidak datang ke TPS untuk memilih, ini juga berbeda dengan apa yang menjadi pendirian saya. Karena dengan berbagai pertimbangan dan melihat bagaimana tetangga serta saudara lainnya, maka saya menentukan untuk memilih. Benar, saya memilih!
Maka dalam catatan inilah saya akan menuliskan bagaimana begitu yakinnya saya menyatakan diri untuk datang ke TPS dan menentukan pilihan. Tentunya bukan pilihannya yang akan saya sampaikan disini, tetapi mengapa? Ini penting saya sampaikan meski saya hanyalah angka keika sampai di TPS.
Golongan Putih
Pernyataan di atas sekaligus sebagai pertanda bahwa saya tidak masuk dalam golongan pemilih yang tidak akan memilih. Golongan putih. Golongan yang begitu sebal, terutama oleh perilaku para politikus dan pengemban negara ini, setelah mereka memiliki kompetensi legeslasi. Karena golongan inilah yang sebenarnya menjadi pemenang di pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu di daerah kami. Rata-rata di TPS saya, terdapat tidak kurang dari 30 persen pemilih yang tidak datang ke TPS dari sekitar 450 pemilih yang tercantum sebagai DPT dalam dua kali putaran Pilkada. Mutlak bukan?
Tapi apakah saya harus menyampaikan kepada golongan putih itu sebagai warga yang tidak mempertanggungjawabkan kewajibannya sebagai pemilih? Tidak juga. Karena menjadi golongan putih itupun pasti dengan argumentasi yang beragam atau bahkan kompleks.
Bagi mereka yang sengaja tidak datang ke TPS, mungkin karena memang sedang merajuk, kesal karena selama ini yang ada didalam keinginan mereka tidak mampu dipenuhi secara normatif dalam realita. Jadi mereka sedang menghukum para legeslator pendahulu, yang pernah diamanahinya. Atau kalau tidak sedang menghukum mungkin juga karena faktor lain.
Bagi mereka yang sengaja tidak datang ke TPS, mungkin karena memang sedang merajuk, kesal karena selama ini yang ada didalam keinginan mereka tidak mampu dipenuhi secara normatif dalam realita. Jadi mereka sedang menghukum para legeslator pendahulu, yang pernah diamanahinya. Atau kalau tidak sedang menghukum mungkin juga karena faktor lain.
Karena memang ada beberapa orang yang tidak datang ke TPS bukan karena sengaja tidak datang, melainkan karena faktor insidental. Misalnya sakit, ada musibah dadakan, atau hal lain yang menyebabkan tidak adanya kesempatan baginya untuk hadir di TPS antara pukul 07.00-13.00.
Saya Memilih
Lalu mengapa saya memilih? Setidaknya inilah dasar argumentasi yang saya harus sampaikan disini. Ini tidak lain karena memilih menjadi kewajiban saya sebagai warga negara yang harus saya tunaikan. Mengingat di akherat nanti saya akan diminta pertanggungjawaban atas posisi saya itu. Maka ketika saya sudah menentukan pilihan, tunai sudah pertanggungjawaban saya di hadapanNya. Sementara orang yang saya pilih, akan memikul beban yang telah saya limpahkan kepadanya.
Dengan prinsip ini, saya tidak akan kecewa jika dikemudian hari orang yang saya pilih dan akhirnya benar-benar terpilih itu, setelah mengangkat janji dan sumpah untuk amanah, ternyata tergiur untuk melakukan hal yang diluar kewajiban dan tanggungjawabnya. Karena ia akan berdiri sendiri memegang pertanggungjawaban itu kepadaNya.
Selain itu, seorang teman menyampaikan pengalamannya tentang bagaimana di beberapa tempat ada orang-orang yang begitu bersemangatnya membantu saudaranya yang dalam kondisi apapun untuk datang memilih di TPS. Meski itu hanyalah 1 orang atau 1 suara. Lalu mengapa saya yang sehat tidak?
Atas 2 argumentasi itulah saya akan datang ke TPS pada Pileg 2014 ini!
Jakarta, 06.04.2014 (Hari pertama tanpa kampanye/ hari tenang Pileg 2014).
No comments:
Post a Comment