Pagi itu saya harus bicara tentang sopan santu kepada siswa saya ketika saya melihat ada seorang siswa yang batuk tanpa menutupkan tanggan ke mulutnya. Juga ketika seorang siswa yang selalu menyelak saat ada kawan di sebelahnya yang sedang mengemukakan pendapat pada saat pelajaran Matematika berlangsung. Saya harus berhenti menyampaikan materi pelajaran beberapa saat untuk memberikan sedikit pengetahuan perilaku.
Perilaku Norak
Saya katakan perilaku menyelak pembicaraan orang lain dan juga batuk dengan tidak menutup mulut adalah contoh-contoh perilaku norak. Lalu saya memberikan gambaran kepada siswa saya seperti ini; Terbayangkah bilamana ada seorang terhormat, katakanlah seorang pejabat publik, atau pengusaha, atau siapapun yang mempersonifikasikan sebagai orang terhormat sedang memberikan pidato di sebuah forum, lalu teman-temannya yang duduk di deretan kursi paling depan di undangan tersebut menyelak pembicaraan orang tersebut?
Dan jika Anda yang menjadi wartawan yang kebetulan sedang meliput kegiatan tersebut, apa yang terpikir pertama kali di kepala Anda? Kemudian apa yang akan Anda lakukan? Pasti perilaku inti akan menjadi fokus perhatian masyarakat. Bukan sesuatu yang baik tentunya, tetapi justru penyelak itu akan menjadi bulan-bulanan publik karena justru tidak senonohnya.
Demikian juga halnya jika saat berpidato menyampaikan visi dan misinya kepada publik pada saat debat calon kandidat Bupati, lalu tiba-tiba sang calon tersebut batuk dengan tidak menutup mulutnya namun malah mengarahkan mulutnya ke arah pemirsa? Apa reaksi kita?
Dengan memberikan ilustrasi tersebut, saya mengajak siswa saya untuk menarik sebuah kesimpulan bahwa, se pintar dan bahkan seprestisius apapun seseorang, maka kesopanan akan tetap menjadi bagian yang inheren dalam kehidupan yang bermartabat.
Dari situlah kemudian saya mengajak mereka untuk benar-benar menjadi martabat baik kita sebagai pelajar, sebagai siswa, sebagai guru di sekolah dengan memilih berperilaku baik, sopan, dan menghargai lingkungan. Karena hanya dengan sikap seperti itulah kita sesungguhnya sedang membangun diri sendiri ke arah yang bermartabat dan luhur. Demikian pula sebaliknya. Artinya, untuk menjadi terhormat atau bermartabat itu, merupakan pilihan sadar kita sendiri. Bukan karena orang lain.
Saya berharap, agar pengorbanan saya untuk berhenti menyampaikan materi pelajaran Matematika tersebut memberikan manfaat yang jauh lebih baik. Semoga. Amin.
Jakarta, 21 Nopember 2011.
No comments:
Post a Comment