Gus Mus atau KH Mustofa Bisri, adalah Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.
Pagi ini, Selasa, 8 Juni 2010, sebelum berangkat ke kantor, saya menyempatkan diri untuk membolak-balik halaman surat kabar. Dan saya tersentak oleh pernyataan dan pendapat Gus Mus di koran itu. Gus Mus adalah salah satu sosok idola. Setidaknya untuk saya prbadi. Puisi Balsemnya telah mengantarkan saya menyelesaikan Sarjana Pendidikan Bahasa di IKIP Muhammadiyah Jakarta tahun 2005 lalu.
Mengapa saya tersentak? Karena dalam alam hidup sehari-hari aya sering menemukan model manusia-manusia yang merasa paling benar dan paling pintar yang sering justru menjadi awal masalah. Mereka juga memiliki sikap aneh. Yaitu perilaku yang hanya ingin dipahami dan tanpa mau peduli dengan orang lain. Kasihan sesungguhnya orang-orang model seperti ini. SMA lulus dan bahkan perguruan tingginya dengan nilai Indeks Prestasi yang sangat bagus.
Lalu apa kontribusi pendidikannya yang dengan hasil bagus itu terhadap perilaku merasa diri paling pintar dan paling benar itu? Sejauh ini tidak signifikan bagi dirinya.
Alfie Kohn, tahun 2000 dalam bukunya The School Our Student Deserve, pada salah satu bagiannya What versus How Well (halaman 26-27), lebih kurangnya menguraikan dua paradigma besar dalam belajar yang nyata ada di sekitar kita. Dua aliran berpikir tentang belajar itu di ilustrasikannya dengan seorang anak yang memberikan laporan kepada orangtuanya tentang belajar menulis atau mengarang.
Orang tua model pertama akan bertanya kepada anaknya: Apa komentar guru dan teman kamu tentang hasil karanganmu itu? Sedang model orang tua yang kedua akan mengajukan pertanyaan kepada anaknya: Bagaimana kamu bisa memilih judul ini? Sulitkah saat kamu memulai menulis karangan ini? Dari ilustrasi ini, Alfie Kohn menjelaskan bahwa, orang tua model pertama akan bertanya tentang hasil belajar. Tentang prestasi. Sedang orang tua model kedua bertanya tentang proses belajar itu sendiri.
Kedua model asuh orang tua tersebut akan memandu cara berpikir anak juga. Maka ketika pulang dari sekolah anak dari orang tua model pertama akan memberikan laporan hasil belajarnya: Hari ini menyenangkan karena mendapat nilai 10. Mengalahkan seluruh teman sekelas. Sedang anak dari orang tua model kedua mengatakan: Hari ini menyenangkan sekali. Saya bisa menyelesaikan soal cerita Matematika yang sulit. Dengan demikian, jelas Kohn, anak pertama akan melihat bahwa belajar sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan atau prestasi sedang anak kedua melihat bahwa belajar adalah tujuan.
Apa hubungan antara pendapat Gus Mus dengan Alfie Kohn itu? Bagi saya inilah akar dari semua itu. Model pertama adalah model yang selama ini menjadi panduan belajar kita. Belajar baru menjadi sarana untuk lulus atau untuk berprestasi. Padahal sesungguhnya belajar adalah tujuan, karena belajar adalah untuk hidup.
Maka model manusia yang diungkapkan Gus Mus, yaitu menjadi merasa paling pintar atau paling benar karena mereka merasa telah selesai menunaikan hidup dengan lulus sekolah atau kuliah. Hubungan sosial dan fenomena sehari-hari bukan lagi menjadi sumber belajar. Maka sesungguhnya ia hidup meski kehidupan telah meninggalkannya. Karena fenomena sosial tidak lagi menyertainya. Ia telah menjadi mummi.
Tapi mungkinkah mummi itu saya sendiri? Ya Allah jadikan saya pembelajar sepanjang hayat. Pembelajar atas qalam-MU dan hamparan kauniah-MU. Amin.
Jakarta, 8 Juni 2010.
3 comments:
Sri Rahayu Seseorg yg tlah memutuskan utk menjadi guru, maka diharamkan berhenti belajar. Daripada menuntut org lain mengerti Qta, mending Qta belajar untuk ngertiin org lain. he he he.. Itu slh 1 prinsip saya. ( walopun g' d tag boleh dunk ks coment pertamax..! wkkk..!)
Sari Unita Sinulingga: Kayaknya saya masuk ortu kel 1 deh pak.. Jadi malu.. Mau belajar ah biar bisa pindah kelompok :)
Jack Jay ada satu lagi gaya belajar pada anak yang keras kepala, buta, tidak mau peduli org di sekelilingnya, egois, (Hellen nama anaknya) yaitu sebagaimana yang di terapkan oleh ibu guru Sullivan....dalam film dengan tajuk “Miracle Worker”. Semoga yang sering merasa pintar bisa belajar dari film ini....atau mau diterapi seperti Hellen aja ....hk...hk..
Post a Comment