Ada pengertian positif dan negatif dari istilah ini. Menjadi positif bilamana ada peran serta seseorang atau pelaku dibalik kesuksesan atau keberhasilan orang lain. Maka yang bersangkutan adalah figur low prof!le yang tidak mau latah pada publikasi atau ketenaran. Nah ini erat sekali kaitannya dengan figur publik. Mungkin artis atau mungkin juga anggota dewan.
Namun dalam pengertian dan makna yang negatif, adalah bilamana bukan keberhasilan yang dilahirkan tapi justru kebalikannya. Keterpurukan, ketidakberhasilan, atau ketidakamanan. Dan orang dibalik semua itu akan menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dimintai pertanggungjawaban.
Istilah lain yang sekarang ini sering disebut adalah kambing hitam atau dalang. Walaupun dalam konteks yang berbeda dua istilah yang belakangan saya sebut tetap memiliki arti positif. Namun dalam konteks cerita pada alenia ini menjadi negatif.
Lalu pengalaman apa yang membuat saya menuliskan artikel dengan judul seperti di atas? Dan dalam pengertian yang mana maka di balik layar menjadi artikel ini? Adalah peran kita yang kadang salah dalam memposisikan diri. Yaitu di saat saya menjadi kepala sekolah muda. Dimana sebagai kepala sekolah yang baru, kadang saya cenderung meminta sokongan berlebih dari teman-teman saya di lapangan. Tentu dengan maksud dan tujuan yang mulia. Namun kadang situasi ini saya menjadi gamang saat saya berpikir lurus-lurus dan ada sahabat, sebagai tokoh di balik layar, yang punya pikiran belok-belok. Dan di ujung jalan, saya menjadi terpojok serta sulit untuk tidak terjepit. Dan dari pengalaman itulah, akhirnya saya tahu bagaimana saya harus memiliki koordinat yang tegas setelah sebuah komitmen telah menjadi keputusan bersama.
Konkritnya, saat kami ada dalam sebuah rapat yang antara lain harus menentukan baju seragam apa yang mestinya akan kita kenakan pada sebuah kegiatan. Namun setelah rapat usai, ada tokoh di balik layar yang datang kepada saya dan memberikan latar belakang dan argumentasi plus minus pakaian seragam yang semestinya dikenakan. Dan dengan semangat mengakomodasi maka terjadilah perubahan di balik keputusan rapat yang saya buat selaku kepala sekolah.
Beberapa kali saya mengalami hal ini. Memang ada beberapa argumentasinya yang kadang tidak terpikirkan oleh peserta rapat kali itu. Tetapi dengan model pengambilan keputusan seperti ini yang membuat keputusan rapat menjadi kurang holistik. Namun menganulir keputusan di luar rapat seperti pengalaman yang pernah saya lakukan, justru membuat keputusan rapat tersebut jauh lebih tidak holistik lagi. Inilah pelajaran dengan tokoh di balik layar yang saat itu membuat saya belajar untuk memperjelas posisi dan koordinat sebagai pribadi atau sebagai manajemen.
Mengapa itu menjadi pelajaran bagi saya? Karena ketika keberadaan saya sudah ada di ujung dan terjepit, maka seluruh resiko harus menjadi tanggung jawab saya pribadi. Selain jauh tidak bertanggungjawab, sulit bagi saya menunjuk hidung tokoh di balik layar yang telah mampu merubah keputusan kami di rapat.
Dan mulai saat itulah saya mendeklarasikan diri untuk mengembalikan pada forum jika di tengah jalan ada masukan dan argumentasi yang melemahkan keputusan yang telah diambil bersama. Itulah tokoh di balik layar yang pernah menjadi bagian pahit bagi saya.
Jakarta, 5 Juni 2010.
Namun dalam pengertian dan makna yang negatif, adalah bilamana bukan keberhasilan yang dilahirkan tapi justru kebalikannya. Keterpurukan, ketidakberhasilan, atau ketidakamanan. Dan orang dibalik semua itu akan menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dimintai pertanggungjawaban.
Istilah lain yang sekarang ini sering disebut adalah kambing hitam atau dalang. Walaupun dalam konteks yang berbeda dua istilah yang belakangan saya sebut tetap memiliki arti positif. Namun dalam konteks cerita pada alenia ini menjadi negatif.
Lalu pengalaman apa yang membuat saya menuliskan artikel dengan judul seperti di atas? Dan dalam pengertian yang mana maka di balik layar menjadi artikel ini? Adalah peran kita yang kadang salah dalam memposisikan diri. Yaitu di saat saya menjadi kepala sekolah muda. Dimana sebagai kepala sekolah yang baru, kadang saya cenderung meminta sokongan berlebih dari teman-teman saya di lapangan. Tentu dengan maksud dan tujuan yang mulia. Namun kadang situasi ini saya menjadi gamang saat saya berpikir lurus-lurus dan ada sahabat, sebagai tokoh di balik layar, yang punya pikiran belok-belok. Dan di ujung jalan, saya menjadi terpojok serta sulit untuk tidak terjepit. Dan dari pengalaman itulah, akhirnya saya tahu bagaimana saya harus memiliki koordinat yang tegas setelah sebuah komitmen telah menjadi keputusan bersama.
Konkritnya, saat kami ada dalam sebuah rapat yang antara lain harus menentukan baju seragam apa yang mestinya akan kita kenakan pada sebuah kegiatan. Namun setelah rapat usai, ada tokoh di balik layar yang datang kepada saya dan memberikan latar belakang dan argumentasi plus minus pakaian seragam yang semestinya dikenakan. Dan dengan semangat mengakomodasi maka terjadilah perubahan di balik keputusan rapat yang saya buat selaku kepala sekolah.
Beberapa kali saya mengalami hal ini. Memang ada beberapa argumentasinya yang kadang tidak terpikirkan oleh peserta rapat kali itu. Tetapi dengan model pengambilan keputusan seperti ini yang membuat keputusan rapat menjadi kurang holistik. Namun menganulir keputusan di luar rapat seperti pengalaman yang pernah saya lakukan, justru membuat keputusan rapat tersebut jauh lebih tidak holistik lagi. Inilah pelajaran dengan tokoh di balik layar yang saat itu membuat saya belajar untuk memperjelas posisi dan koordinat sebagai pribadi atau sebagai manajemen.
Mengapa itu menjadi pelajaran bagi saya? Karena ketika keberadaan saya sudah ada di ujung dan terjepit, maka seluruh resiko harus menjadi tanggung jawab saya pribadi. Selain jauh tidak bertanggungjawab, sulit bagi saya menunjuk hidung tokoh di balik layar yang telah mampu merubah keputusan kami di rapat.
Dan mulai saat itulah saya mendeklarasikan diri untuk mengembalikan pada forum jika di tengah jalan ada masukan dan argumentasi yang melemahkan keputusan yang telah diambil bersama. Itulah tokoh di balik layar yang pernah menjadi bagian pahit bagi saya.
Jakarta, 5 Juni 2010.
No comments:
Post a Comment