Apaan Sekolah ini? Gaji guru beda jauh dibanding sekolah itu. Jangankan gaji, uang tansportnya juga beda jauh.
Begitu kalimat yang keluar dari teman saya saat memberikan contoh berkenaan dengan kebebasan dalam memilih atau menentukan pilihan dan resiko dari pilihan yang telah diambilnya, saat pelatihan pengembangan diri sedang berlangsung beberapa waktu lalu. Ini bukan pengalaman pribadinya yang di-share kepada kita tetapi cerita tentang temannya. Ini adalah sesi berbagi. Masing-masing kita sebagai peserta pelatihan, memberikan pengalamannya yang unik tentang resiko atas sebuah pilihann.
Teman saya tersebut menyampaikan apa yang pernah menjadi masalah sahabatnya. Dan itu sebagai contoh dari resiko sebuah pilihan. Sebuah pilihan adalah bagaimana temannya teman itu tetap berparadigma bahwa lembaga tempat dimana dia selama ini mengabdi dan bekerja tetap berbeda dibandingkan dengan lembaga lain. Tentu berbeda dalam hal tidak atau kurang menguntungkan baginya. Jadi ungkapan perbandingan itu adalah ungkapan rasa kecewanya.
Dan ternyata apa yang menjadi cerita teman dalam pelatihan itu tidak berhenti disana. Masih berlanjut, setidaknya pada pikiran saya yang memang tidak pernah mau berhenti sebelum hal itu menjadi artikel ini.
Oleh karenanya keluhan bahwa apa yang menjadi kewajiban lembaga kepada temannya itu berbeda jika dibanding dengan lembaga lain yang juga adalah lembaga pendidikan. Jadi, pikir saya, apakah jika karena pilihan yang bebas tersebut sudah dipilih atau ditentukan oleh kita yang kebetulan pada posisi karyawan, maka kita tidak dapat membedakan dengan lembaga lain?
Begitu kalimat yang keluar dari teman saya saat memberikan contoh berkenaan dengan kebebasan dalam memilih atau menentukan pilihan dan resiko dari pilihan yang telah diambilnya, saat pelatihan pengembangan diri sedang berlangsung beberapa waktu lalu. Ini bukan pengalaman pribadinya yang di-share kepada kita tetapi cerita tentang temannya. Ini adalah sesi berbagi. Masing-masing kita sebagai peserta pelatihan, memberikan pengalamannya yang unik tentang resiko atas sebuah pilihann.
Teman saya tersebut menyampaikan apa yang pernah menjadi masalah sahabatnya. Dan itu sebagai contoh dari resiko sebuah pilihan. Sebuah pilihan adalah bagaimana temannya teman itu tetap berparadigma bahwa lembaga tempat dimana dia selama ini mengabdi dan bekerja tetap berbeda dibandingkan dengan lembaga lain. Tentu berbeda dalam hal tidak atau kurang menguntungkan baginya. Jadi ungkapan perbandingan itu adalah ungkapan rasa kecewanya.
Dan ternyata apa yang menjadi cerita teman dalam pelatihan itu tidak berhenti disana. Masih berlanjut, setidaknya pada pikiran saya yang memang tidak pernah mau berhenti sebelum hal itu menjadi artikel ini.
Oleh karenanya keluhan bahwa apa yang menjadi kewajiban lembaga kepada temannya itu berbeda jika dibanding dengan lembaga lain yang juga adalah lembaga pendidikan. Jadi, pikir saya, apakah jika karena pilihan yang bebas tersebut sudah dipilih atau ditentukan oleh kita yang kebetulan pada posisi karyawan, maka kita tidak dapat membedakan dengan lembaga lain?
Tentunya boleh, pikir saya lagi. Karena dalam kihidupan yang saling bergantung satu dengan lainnya, sangat mungkin diperbandingkan. Namun yang jauh lebih penting dari fenomena banding-membandingkan ini adalah pemahaman kita semua bahwa, semua yang ada pada kita adalah implikasi dari ikhtiar yang kita lakukan. Dan suatu hasil dari ikhtiar tersebut adalah harga yang korelatif bagi kompetensi yang diri kita punyai dan dapat kita kontribusikan.
Solusi dari hal itu bila kita sebagai karyawan adalah merubah pilihan dari apa yang sudah kita tentukan. Konkritnya? Memilih lembaga yang jauh lebih kompetitif dalam memberikan penghargaan terhadap kompetensi yang kita miliki. Ini jauh lebih sehat bagi kita yang memiliki posisi tawar bagi penentuan sebuah pilihan.
Mengapa? Karena jika fokus kita adalah lembaga yang harus melayani apa yang menjadi keinginan kita, akan memakan usia kita sendiri. Harus kita sadari pula bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki visi, misi, model pengelolaan, penghasilan dan latar belakang filosofi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dan secara simpel, SPP mereka juga berbeda-beda. Oleh karenanya adilkah kita menuntut setiap lembaga tersebut seragam dalam mengejawantahkan undang-undang yang ada dalam memperlakukan lembaganya?
Dari sudut inilah saya memiliki pandangan bahwa seyogyanya kita, menurut Stephen R Covey, fokus pada lingkaran pengaruh kita. Bukan pada lingkaran perhatian kita. Sebuah pendirian yang sangat mungkin berbeda dengan apa yang Anda miliki.
Dan pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa besar kita memiliki posisi tawar itu?
Jakarta, 5 Juni 2010.
Solusi dari hal itu bila kita sebagai karyawan adalah merubah pilihan dari apa yang sudah kita tentukan. Konkritnya? Memilih lembaga yang jauh lebih kompetitif dalam memberikan penghargaan terhadap kompetensi yang kita miliki. Ini jauh lebih sehat bagi kita yang memiliki posisi tawar bagi penentuan sebuah pilihan.
Mengapa? Karena jika fokus kita adalah lembaga yang harus melayani apa yang menjadi keinginan kita, akan memakan usia kita sendiri. Harus kita sadari pula bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki visi, misi, model pengelolaan, penghasilan dan latar belakang filosofi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dan secara simpel, SPP mereka juga berbeda-beda. Oleh karenanya adilkah kita menuntut setiap lembaga tersebut seragam dalam mengejawantahkan undang-undang yang ada dalam memperlakukan lembaganya?
Dari sudut inilah saya memiliki pandangan bahwa seyogyanya kita, menurut Stephen R Covey, fokus pada lingkaran pengaruh kita. Bukan pada lingkaran perhatian kita. Sebuah pendirian yang sangat mungkin berbeda dengan apa yang Anda miliki.
Dan pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa besar kita memiliki posisi tawar itu?
Jakarta, 5 Juni 2010.
3 comments:
seberapa besar kita memiliki posisi tawar itu?... Saya suka statemen closing ini. Deep meaning. Trimakasih motivasinya Pak Agus.
Salam Pendidikan
er supeno" <thinker_er@yahoo.com:
saya kutip obrolan kita beberapa tahun yll, pak agus,.... naik tangga dulu, baru orang lain akan melihat seberapa tinggi kita bisa naik. Artinya kalau boleh diterjemahkan. . tiingkatkan dulu kualitas diri dan kinerja kita, maka nanti orang lain akan menilai kita.layak tidak kita memperoleh penghargaan seperti yang kita inginkan.?
Kata Steven Covey juga Kita harus Mengasah Gergaji, agar lebih cerdas dan produktif. kalau sudah produktif dan berprestasi, saya koq yakin kita gak perlu mengejar kesejahteraan tapi kesejahteraanlah yang mengejar kita.
Salam,
Joko
Post a Comment