Pemerintah dikabarkan sedang menggodok sebuah peraturan yang berkenaan dengan upah minimun guru kontrak, baik yang ada di lembaga pendidikan swasta atau negeri. Mudah-mudahan peraturan ini nantinya dapat menjadi paying hokum bagi teman guru yang masih memiliki status belum tetap tersebut.
Sebagai guru yang hingga kini berstatus pegawai swasta, saya pun memiliki pengalaman yang mungkin serupa dengan teman-teman yang berstatus kontrak. Status ini saya alami ketika mengawali masa kerja di suatu lembaga pendidikan yang baru saja saya bergabung. Dan hingga kini saya pernah memutasikan diri di empat lembaga pendidikan, sejak saya berkarir sebagai guru pada akhir tahun 1984 selepas lulus dari bangku SPG. Yang alhamdulillah semua mutasi itu saya lakukan tersebut demi mimpi saya untuk terus peningkatan karir dan harga diri.
Dan ada masa ketika kontrak kerja saya telah memasuki semester kedua, dimana saat itu saya memiliki satu tahun pelajaran masa kontrak , saya mencoba melayangkan beberapa surat lamaran kerja sebagai persiapan jika sewaktu-waktu kinerja saya kurang memenuhi standar lembaga. Hal ini saya lakukan murni sebagai antisipasi jika terjadi keadaan yang kurang baik bagi kelanjutan kontrak kerja saya.
Namun tanpa sepengetahuan saya, rupanya pemimpin lembaga dimana saya melayangkan surat lamaran tersebut mengenal dengan baik kepala sekolah dimana saya sedang menjalani kontrak sebagai guru. Dan ini saya ketahui manakala kepala sekolah saya memanggil saya.
Pak Agus melamar kerja di sekolah anu? Kata kepala sekolah saya membuka dialog. Benar bu. Darimana Ibu tahu saya melamar? Kata saya. Apakah ada yang salah dengan apa yang telah saya lakukan ini bu? Lanjut saya. Tidak ada yang salah Pak Agus. Pertanyaan saya justru: Apakah Pak Agus serius mau pergi dari sekolah ini? Kapala sekolah saya menanggapi.
Singkat cerita, kahirnya saya diberitahu oleh kepala sekolah bahwa kontrak kerja saya di tahun pelajaran berikutnya akan lanjut dengan status sebagai pegawai tetap. Saya gembira dan menyatakan tidak akan mengambil kesempatan interview di lembaga pendidikan yang lain. Kejadian ini berlangsung sekitar bulan Maret. Atau lebih kurang 3 bulan sebelum pemberitahuan resmi kepada saya tentang masa selesai kontrak.
Namun beda dengan aoa yang saya alami dengan apa yang dialami oleh teman saya yang sekarang sebagai kepala sekolah. Ketika ada masa kontrak gurunya akan berakhir, dan dari seluruh appraisal yang dilakukannya ada beberapa requirement atau ketentuan sebagai guru kurang memenuhi syarat dan ia menyampaikannya kepada yang bersangkutan, ini malah menjadi hambatan tersendiri. Dimana guru tersebut justru balik menyerang kepala sekolah dan lembaganya dengan berbagai trik. Termasuk misalnya, menyampaikan hasil kinerjanya tersebut kepada siswanya.
Dengan peristiwa ini saya menjadi berpikir bahwa, sebagai guru yang ada di lembaga swasta, masa depan kita sangat bergantung kepada kinerja kita. Dan inilah yang selalu saya sampaikan kepada teman-teman di sekeliling saya. Meski ide ini ada juga yang menentangnya.
Tetapi dari pengalaman dan berita yang saya dapatkan, asumsi saya ini menjadi kayakinan saya tentag masa depan saya sendiri…
Jakarta Barat, 12 Mei 2009.
Sebagai guru yang hingga kini berstatus pegawai swasta, saya pun memiliki pengalaman yang mungkin serupa dengan teman-teman yang berstatus kontrak. Status ini saya alami ketika mengawali masa kerja di suatu lembaga pendidikan yang baru saja saya bergabung. Dan hingga kini saya pernah memutasikan diri di empat lembaga pendidikan, sejak saya berkarir sebagai guru pada akhir tahun 1984 selepas lulus dari bangku SPG. Yang alhamdulillah semua mutasi itu saya lakukan tersebut demi mimpi saya untuk terus peningkatan karir dan harga diri.
Dan ada masa ketika kontrak kerja saya telah memasuki semester kedua, dimana saat itu saya memiliki satu tahun pelajaran masa kontrak , saya mencoba melayangkan beberapa surat lamaran kerja sebagai persiapan jika sewaktu-waktu kinerja saya kurang memenuhi standar lembaga. Hal ini saya lakukan murni sebagai antisipasi jika terjadi keadaan yang kurang baik bagi kelanjutan kontrak kerja saya.
Namun tanpa sepengetahuan saya, rupanya pemimpin lembaga dimana saya melayangkan surat lamaran tersebut mengenal dengan baik kepala sekolah dimana saya sedang menjalani kontrak sebagai guru. Dan ini saya ketahui manakala kepala sekolah saya memanggil saya.
Pak Agus melamar kerja di sekolah anu? Kata kepala sekolah saya membuka dialog. Benar bu. Darimana Ibu tahu saya melamar? Kata saya. Apakah ada yang salah dengan apa yang telah saya lakukan ini bu? Lanjut saya. Tidak ada yang salah Pak Agus. Pertanyaan saya justru: Apakah Pak Agus serius mau pergi dari sekolah ini? Kapala sekolah saya menanggapi.
Singkat cerita, kahirnya saya diberitahu oleh kepala sekolah bahwa kontrak kerja saya di tahun pelajaran berikutnya akan lanjut dengan status sebagai pegawai tetap. Saya gembira dan menyatakan tidak akan mengambil kesempatan interview di lembaga pendidikan yang lain. Kejadian ini berlangsung sekitar bulan Maret. Atau lebih kurang 3 bulan sebelum pemberitahuan resmi kepada saya tentang masa selesai kontrak.
Namun beda dengan aoa yang saya alami dengan apa yang dialami oleh teman saya yang sekarang sebagai kepala sekolah. Ketika ada masa kontrak gurunya akan berakhir, dan dari seluruh appraisal yang dilakukannya ada beberapa requirement atau ketentuan sebagai guru kurang memenuhi syarat dan ia menyampaikannya kepada yang bersangkutan, ini malah menjadi hambatan tersendiri. Dimana guru tersebut justru balik menyerang kepala sekolah dan lembaganya dengan berbagai trik. Termasuk misalnya, menyampaikan hasil kinerjanya tersebut kepada siswanya.
Dengan peristiwa ini saya menjadi berpikir bahwa, sebagai guru yang ada di lembaga swasta, masa depan kita sangat bergantung kepada kinerja kita. Dan inilah yang selalu saya sampaikan kepada teman-teman di sekeliling saya. Meski ide ini ada juga yang menentangnya.
Tetapi dari pengalaman dan berita yang saya dapatkan, asumsi saya ini menjadi kayakinan saya tentag masa depan saya sendiri…
Jakarta Barat, 12 Mei 2009.
1 comment:
Wawan Saroyo: Aku setuju dengan pendapatmu. Dengan evaluasi diri kita dapat mengetahui sejauhmana kualitas kita saat ini. Namun hal itu perlu keberanian, kejujuran, adn kerendahan hat, terlebih sat menghadapi kritik.
Post a Comment