Sekolah sebagai komunitas belajar bila di dalamnya terjadi interaksi belajar tidak saja bagi para siswanya saja. Tetapi juga para pendidik dan seluruh komunitas yang ada. Ini pulalah yang diungkapkan oleh salah seorang tua siswa yang merasakan ketidaknyamanan karena anaknya merasa dituntut sama dengan yang lainnya oleh guru padahal si anak memiliki kekhususan
Pak, mengapa guru tidak mau belajar dengan anak saya yang memiliki keberbedaan? Ungkapnya saat bertemu dengan saya. Tentunya, pertemuan ini dia lakukan setelah pertemuan dengan Pak Guru yang bersangkutan dan kepala sekolahnya, namun ia belum merakan adanya respon yang cukup. Saya diam dan berpikir bahwa masih belum semua teman di lembaga ini yang belum sejalan dengan visi dan misi sekolah.
Sebagai sekolah swasta, maka otonomi tersebut harus digunakan untuk melakukan pelayanan kepada siswa secara maksimal. Dan ini yang kita kibarkan sebagai diversifikasi. Sebagai pembeda. Agar siswa bar uterus mencapai target sehingga biaya operasional sekolah dapat terus dipertahankan. Misalnya dalam pelayanan terhadap keunikan siswa. Baik dalam gaya belajarnya maupun dalam kemajemukan kecerdasan yang dimiliki siswa. Belum lagi kekhususan yang dipunyai siswa. Maka menyeragamkan tuntutan terhadap kompetensi siswa berarti sebagai inkosistensi dari komitmen tersebut di atas.
Oleh karenanya, saya berinisiatif untuk berkumpul dengan seluruh guru di sekolah hari itu juga. Dan hari itu adalah hari penerimaan rapor. sehingga dapat dipastikan bahwa guru pada saat itu sedang dalam puncak kelelahannya. Tapi menunda pertemuan adalah saat yang sangat tidak efektif bagi sebuah pembelajaran. Maka saya meminta kepada tiga kepala sekolah, KB, SD dan SMP yang menjadi tanggungjawab saya, untuk memberikan informasi kepada stafnya masing-masing guna berkumpul dalam sebuah pertemuan di Plasa TK.
Tiga hal yang saya minta perhatian mereka. Pertama, adalah ajakan kepada seluruh guru untuk menjadikan sekolah dan seluruh aktivitas serta interaksinya sebagai komunitas pembelajaran dengan memahami setiap siswa kita secara penuh dan empati. Empati adalah kompetensi guru dalam memahami seluruh siswanya tanpa kecuali. Memahami siswa hanya dapat hadir dan menjadi energi yang berbuah empati jika guru hadir di dalam kelas secara jasmani dan rohani, jiwa dan raga. Memahami siswa adalah mampu meredam kesabaran kemudian mendengar.
Kedua, sekolah sebagai komonitas pembelajaran, maka harus kita bangun keterbukaan antar sesama komunitas yang ada di dalamnya untuk saling mendengar, saling memahami dan untuk saling belajar dari orang lain. Dari teman di kelas sebelah atau juga dari siswa.
Ketiga, sekolah sebagai komunitas pembelajaran maka kita harus membangunnya dengan cara membuang kesungkanan dalam berkomunikasi. Tenggang rasa memang suatu keharusan. Tetapi terlalu menenggang perasaan orang justru dapat menjadi pintu bagi terjadinya proses pembusukan. Proaktif adalah kunci dari komuniasi. Proaktif artinya tidak menunggu. Dan keempat, adalah ajakan saya agar kita sebagai anggota komunitas ikhlas saat berbagi pengalaman baik kepada teman. Agar kita tidak saling menyembunyikan ilmu yang kita punya.
No comments:
Post a Comment