"Saya ingin tahun banyak tentang Pramuka Pak. Karena tahun lalu saya aktif di Marching Band yang latihannya sering sekali bersamaan dengan latihan Pramuka. Maka tahun ini saya berhenti dari Marching Band supaya bisa latihan terus di kegiatan Pramuka." Demikian kata seorang siswi saya yang duduk di bangku kelas V SD. Bertemu saya beberapa waktu yang lalu ketika seluruh siswa peserta kegiatan Marching Band sedang sibuk latihan untuk menghadapi lomba yang akan berlangsung beberapa waktu yang akan datang. Dan ketika saya berpapasan di lorong sekolah dan dia tidak ikut serta dalam latihan Marching, saya bertanya kepada mengapa tidak ikut serta dalam latihan yang secara maraton dilakukan oleh semua peserta.
Maka jawaban itulah yang saya dapatkan dari anak tersebut. Padahal di tahun pelajaran yang lalu, dia termasuk bagian inti dari barung Pramuka yang ikut dalam kegiatan Perkemahan Rabu-Kamis di wilayah Puncak, Bogor.
"Bukankah kamu tahun lalu juga ikut dalam perkemahan di Puncak, Bogor? Bukankah kamu juga menjadi pengajar kepada anak-anak di SD yang dekat dengan lokasi perkemahan?" Tanya saya ingin memastikan bawa dia turut serta dalam kegiatan Perkemahan Rabu-Kamis? Karena seingat saya, yang ikut mendampingi anak-anak dalam kegiatan Perkemahan itu, melihat kalau anak tersebut menjadi bagian dari anak-anak yang mengajar di SD yang lokasinya dekat dengan kegiatan Perkemahan.
"Iya Pak. Tapi saya merasa tahun ini ingin tahu banyak tentang Pramuka. Jadi saya tidak ikut kegiatan ekstra kurikuler yang latihannya berbarengan dengan latihan Pramuka."
Jujur, dalam hati saya kagum dengan cara pengambilan keputusan peserta didik saya tersebut. Betapa tidak, dalam usia mudanya, ia telah punya klausul pertimbangan bagi kegiatan yang semestinya dia akan ambil dalam tahun pelajaran yang ia jalani. Ia terlihat sebagai anak yang cerdas dan membanggakan.
Jakarta, 14 Agustus 2017 (Hari Pramuka)
No comments:
Post a Comment