Beberapa harii ini kita disuguhi drama tengah keyakinan dan akal. Drama ini tidak tanggung-tanggung, karena pemerannya antara lain adalah tokoh-tokoh yang ada di peringkat nasional. Dan bahkan sekolahnyapun juga tidak cukup hanya ada di lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Jadi memang spektakuler gendeng. Tentunya jika diukurnya dengan jalannya akal yang liner.
***
Satu: Oh... jadi orang ini sudah tenar dalam melipatgandakan keberadaan uang sebelum kasusnya terbongkar belakangan ini?
Dua: Benar. Ini Pak youtube nya. Sebuah praktek yang mempertunjukkan uang yang keluar.
Tiga: Pantas. Tapi bagaimana mungkin orang kapasitas nasional kepincut jadi santri?
Dua: Mungkin tidak untuk ikut serta sebagai peserta yang menggandakan Pak.
***
Tiga: Wah kalau itu benar terjadi Indonesia bisa inflasi ya.
Dua: Bener. Bahkan kalau memang memungkinkan, Peruri tidak perlu lagi. Justru penghematan anggaran kalau dihitung secara nasional.
Satu: Masalahnya apakah uang itu bisa dibawa ke bank untuk menjadi tabungan?
Dua: Dalam beritanya tidak ada yang menyampaikan ini.
***
Dua: Ini apakah bisa dilakukan oleh manusia dengan seperti itu ya Pak?
Satu: Bisa. Karena saya melihat ada yang menjadikannya dalam tontonan sulap. Hanya memang perlu pembuktian apakah uangnya laku untuk menjadi DP cicilan mobil atau rumah?
Tiga: Tapi, dalam video di youtobe meyakinkan Pak?
***
Satu: Kalau sudah bicara yakin, saya justru tidak akan meyakini. Karena kalau memang benar dan uangnya laku, pasti uang dia sendiri yang akan digandakan. Kerabatnya. Baru kemudian kita yang menjadi tetangganya.
Dua: Masuk akal itu Pak.
Tiga: Mungkin adakah kalau kita komparasi dengan Nabi kita? Supaya menjadi yakinnya kita semakin yakin?
Satu: Nah itu yang dalam sejarah saya belum pernah dengar atau baca.
Tiga: Wah... Dia ini justru lebih hebat dari Nabi?
Satu: Benar logika itu. Dan itu menjadi sangat tidak mungkin untuk masuk di tataran yakin. Karena tidak nalar.
Jakarta, 29 September 2016.